Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Kami akan melakukan sebuah perbincangan dan perbincangan kami kali ini berjudul "Mengubah Kompetitif menjadi Produktif ", mengingat banyaknya bahan yang harus kami bahas maka judul ini akan kami lanjutkan pada kesempatan yang akan datang. Dan kini kami akan memasuki bagian yang pertama dengan judul "Mengubah Kompetitif menjadi Produktif". Kami percaya acara ini pasti sangat bermanfaat bagi kita sekalian, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Pak Paul, sifat kompetitif atau bersaing itu apakah sudah dimiliki oleh anak sejak kecil Pak Paul?
PG : Pada akhirnya harus saya simpulkan memang demikian Pak Gunawan, jadi sebagian anak memang dilahirkan dengan sifat kompetitif. Tapi sebagian anak memang dilahirkan tanpa sifat kompetitifitu.
Anak-anak yang dilahirkan tanpa sifat kompetitif itu akan tampil lebih sabar, lebih santai, lebih lamban. Tapi anak-anak yang dilahirkan dengan sifat kompetitif dari kecil terlihat sekali dorongan-dorongan yang cukup keras yang muncul dari dalam dirinya.
GS : Tapi pada umumnya apakah anak dibekali dengan sifat kompetitif atau tidak Pak Paul?
PG : Saya kira tidak, sebagian anak memang tidak dibekali dengan sifat kompetitif itu nah justru inilah yang akan kita angkat apakah sifat kompetitif itu sifat yang akan kita biarkan berkembng tanpa pengarahan ataukah ini adalah sifat yang mesti kita arahkan sehingga tidak menjadi sesuatu yang merugikan anak itu dan juga kehidupannya kelak.
GS : Sebenarnya sifat kompetitif pada anak itu seperti apa Pak Paul?
PG : Pada dasarnya sifat kompetitif adalah keinginan yang kuat untuk menjadi nomor satu yang disertai dengan reaksi keras terhadap kekalahan, nah itu kira-kira definisi umumnya Pak Gunawan. engan kata lain fokus anak-anak yang kompetitif adalah menjadi nomor satu di antara teman sebayanya atau di antara lingkungannya selalu ada aspek perbandingan.
Dia tidak bisa terima kalau dia dikalahkan orang lain maksud saya kalau dia menjadi nomor dua atau nomor tiga.
GS : Ya, berarti sifat kompetitif itu akan muncul dalam diri anak atau tampak bagi kita orang tua ini setelah anak ini bersosialisasi.
PG : Biasanya ya, biasanya dalam sosialisasi atau nanti juga kalau anak itu mempunyai kakak atau adik bisa terlihat pula dia menjadi anak yang memang hendak menjadi nomor satu terus-menerus.
GS : Kalau adik itu rasanya akan sulit untuk bersaing dengan kakaknya itu.
PG : Tapi ada anak-anak yang kompetitif justru dengan kakaknya sendiripun dia terus bersaing, dia tidak mau mengalah.
GS : Ya berarti kita bisa melihat tanda-tanda atau ciri-ciri anak yang memang memiliki sifat kompetitif itu Pak Paul?
PG : Bisa Pak Gunawan, kebetulan memang anak-anak ini mempunyai beberapa ciri yang cukup jelas terlihat, nah misalkan apa saja yang pertama adalah anak-anak ini mau menang terus itu ciri yan paling paling kuat, dia sangat sulit menerima kekalahan.
Nah kalau kita misalkan meminta dia untuk mengalah dia akan bereaksi keras sekali dan selalu argumennya adalah kenapa harus saya yang mengalah, kenapa bukan kakak atau adik yang mengalah. Nah jadi ciri utama yang jelas tampak adalah itu mau menang terus.
GS : Itu bukan sifat egoisnya dia itu Pak Paul yang menonjol ?.
PG : Saya kira memang ada unsur ego itu sendiri, jadi kurang bisa melihat kepentingan orang lain, jadi semua terpusat kembali pada dirinya.
GS : Ya, apa ada ciri yang lain Pak Paul?
PG : Ciri yang lain adalah menuntut pengakuan orang atas keberhasilannya, jadi anak-anak yang kompetitif memang melakukan sesuatu agar orang melihat dan mengakuinya. Dia tidak akan senang kaau orang tidak melihat atau tidak mengakuinya.
Pada akhirnya dia memang akan datang kepada orang yang diharapkan memberi pengakuan dan sedikit banyak akan memaksa atau menuntut agar orang itu memberikan pengakuannya. Di rumah pada anak-anak yang lebih kecil kita akan melihat sifat seperti ini, dia akan meminta ibunya atau ayahnya melihat yang dia lakukan dan dia akan membanggakan kebisaannya itu dan dia akan tidak suka sekali kalau misalkan si ibu atau si ayah gagal melihatnya atau tidak memberikan pujian atau malah memuji kakaknya atau adiknya wah itu akan sangat mengganggu sekali pada anak-anak yang kompetitif ini.
GS : Pengakuan itu diidentikkan dengan pujian Pak Paul, artinya kalau orang tuanya atau orang lain mengakui tetapi tidak memuji dia bagaimana reaksinya kira-kira?
PG : Ya dia tidak akan senang sebab yang dia inginkan adalah pengakuan itu bahwa dia berhasil, bahwa dia bisa, bahwa dia melakukannya lebih baik daripada kakak atau adiknya, dan kalau misalkn si ayah atau ibu masih terus belum melihat maka dia akan memanggil-manggil ayahnya atau ibunya dan meminta mereka melihat apa yang sedang dilakukannya.
Dan sekali lagi dia akan melakukan sesuatu yang juga dilakukan oleh kakak atau adiknya, misalkan kakaknya sedang belajar naik sepeda buru-buru akan mau menaiki sepeda itu dan menunjukkan dia pun bisa dan dia akan memperlihatkan kebisaannya di hadapan mama atau papanya dan dia meminta si ayah atau si ibu untuk berkata: wah kamu pandai sekali, dengan cepat kamu sudah bisa, nah kalau kita tidak berkata: ya kakakmu lebih lama belajar daripada kamu dia yang akan berkata ya saya lebih cepat daripada kakak, kakak perlu dua hari saya langsung bisa nah kata-kata atau sikap-sikap seperti itulah yang akan kita lihat dari anak-anak ini.
GS : Jadi kalau cuma sekadar dilihat lalu kita berkata: ah ya biasa, dia akan susah sekali Pak Paul ya.
PG : Ya dia akan susah sekali dan yang paling-paling dia tidak bisa terima kalau kita justru memuji kakaknya atau adiknya dalam hal yang persis sama. Dia tidak akan terima itu.
GS : Ada ciri yang lain Pak Paul?
PG : Yang lainnya, yang memang lumayan positif yaitu mereka cenderung obyektif artinya memfokuskan pada fakta. Jadi dalam misalkan berpikir atau mempertimbangkan sesuatu anak-anak ini cenderng rasional sekali dia akan mau mencari kenyataannya dan dia akan berpikir secara logis dan rasional, unsur-unsur pribadi itu lebih dikesampingkan oleh anak-anak yang kompetitif ini.
GS : Ya tapi apakah ini tidak agak bertentangan dengan yang kedua tadi Pak Paul saya pikir kalau dia obyektif misalnya, memang kenyataannya dia kalah atau tidak sebaik kakaknya dia 'kan bisa menerima itu tapi tadi yang kedua Pak Paul katakan dia tidak bisa menerima itu.
PG : Betul sekali, justru khusus untuk hal-hal yang berkaitan dengan keberhasilan atau kemenangan nah itu dia sangat subyektif, dalam pengertian dia akan memaksa supaya orang mengakui keberhsilannya.
Tetapi sebetulnya dalam hal ini juga pun dia itu bukannya tidak melakukan terus menuntut pengakuan, oh tidak. Dia akan melakukannya dan dia akan melakukan sebaik-baiknya. Kalau setelah dia lakukan itu tidak diberikan pengakuan atau pujian barulah dia marah. Jadi dalam hal ini ada dua unsur itu ada subyektifnya dan ada obyektifnya. Subyektif dalam pengertian tetap mau menjadi yang pertama atau yang menang. Obyektif dalam pengertian dia juga akan bekerja sebaik-baiknya, dia tidak akan menuntut pengakuan tanpa dia itu melakukan sesuatu.
GS : Ya bagaimana kalau pekerjaan itu bukan dia yang menciptakan tapi kita yang memberikan suatu tugas atau pekerjaan Pak Paul?
PG : Biasanya kalau memang pekerjaan itu diberikan dan dia tahu dia akan memperoleh pujian, dia akan diakui keberhasilannya, maka dia akan lakukan karena anak-anak yang kompetitif itu akan snang sekali menerima pujian.
GS : Ya ciri yang berikutnya apa Pak Paul?
PG : Ciri yang lainnya adalah ini anak-anak itu cenderung berorientasi pada tugas dan target ini berkaitan dengan tadi yang obyektif Pak Gunawan. Karena terlalu terpusat pada tugas dan targe akhirnya mereka cenderung kurang peka dengan hal-hal yang berkaitan misalkan dengan relasi, perasaan orang, nah dia kurang peka itu.
Misalkan mengalah kalau kita 'kan kadang-kadang terpaksa mengalah demi perasaan orang kita mengesampingkan kepentingan kita demi orang. Nah anak-anak ini tidak, kalau memang merupakan hak dia untuk mendapatkan sesuatu dia tidak akan lepaskan itu, anak-anak ini akan berkata tidak memang hak saya kok, nah susah sekali orang tuanya meyakinkan anak-anak ini bahwa adikmu nanti kasihan, adikmu lebih lemah darimu, adikmu itu lebih butuh daripada kamu. Nah anak-anak ini akan susah mengerti bahwa dia harus mengalah demi hal-hal yang berkaitan dengan perasaan atau tenggang rasa itu sulit sekali, karena terlalu terpaku pada faktanya dia sudah menang, dia sudah melakukannya dan dia seharusnya mendapatkan dan dia tidak akan rela orang lain yang memperolehnya seperti itu.
GS : Rasanya mempunyai pendirian yang sangat kuat orang-orang seperti ini.
PG : Kuat dan memang kadang-kadang kurang fleksibel, jadi agak kaku begitu. Nah nanti kalau memang anak-anak ini besar tanpa pengarahan cenderung bisa bermasalah dengan orang karena hal-hal ni.
Dia akan sulit sekali tenggang rasa, mengerti perasaan orang, pokoknya dia sudah melakukan dia harus mendapat ini dia akan tuntut bagiannya, nah dia tidak akan mau terlalu peduli dengan perasaan-perasaan orang.
GS : Ciri yang lain Pak Paul?
PG : Ciri yang lain adalah nak-anak ini cenderung keras kepala, ini berkaitan dengan yang tadi juga tidak mudah menyerah atau tunduk pada orang. Orang harus membuktikan dirinya itu lebih dar dia baru dia akui.
Nah di sinilah dia obyektif, kalau memang dia akui orang ini benar-benar jago di atas dia, dia akan berkata oke! memang saya di bawah dia. Tapi waktu dia tahu dia di atas, dia juga menuntut di atas, dia tidak akan menerima untuk diturunkan sementara, mengalah demi apa, dia tidak bisa terima. Berkaitan dengan hal itulah anak-anak ini memang cenderung keras kepala kalau dia sudah minta dia sudah yakini ini nah dia tidak mudah untuk mengubah pandangannya itu.
GS : Pak Paul, setelah Pak Paul menguraikan sekitar lima ciri-ciri tadi. Rasanya terkesan buat saya itu kebanyakan anak laki-laki yang seperti ini.
PG : Ya sebagian saya kira yang lebih banyak adalah anak laki. Saya kira anak-anak wanita karena unsur atau aspek perasaannya yang kuat, jadi lebih tergiring untuk mengerti perasaan orang lan.
Waktu dia ingin melakukan sesuatu tapi dia tahu mungkin adiknya atau kakaknya akan sedih nah dia akan lebih merasakan kesedihan tersebut. Jadi akhirnya dia memilih untuk mengalah, misalnya seperti itu.
GS : Tetapi tetap saja ada anak perempuan yang bersifat kompetitif seperti itu Pak Paul?
PG : Ada, jadi ada anak-anak wanita yang sangat kompetitif, yang kuat sekali, yang keras kepala seperti ini.
GS : Kita lanjutkan ke ciri-ciri yang berikutnya apa Pak Paul?
PG : Anak-anak ini memang pada umumnya anak-anak yang mampu melakukan tugasnya, cepat sekali menguasai bidangnya, jadi ada alasan buat dia itu susah mengalah dan ada alasan mengapa ada anak-nak ini kompetitif mau bersaing dan mau menjadi nomor satu karena memang dia bisa.
Nah memang kebalikannya dalam kasus yang ekstrim anak-anak yang tidak bisa dan dia tahu susah untuk menguasai sesuatu ya lebih lemah daya kompetitifnya karena dia sudah mengantisipasi bahwa dia tidak akan mendapatkan, bahwa dia tidak akan menjadi nomor satu. Jadi ya sudah dia tidak berusaha lebih keras lagi menjadi nomor satu, tapi anak-anak ini karena dia tahu dia bisa meraih nomor satu dia cenderung mau nomor satu terus.
GS : Ya apakah ada ciri yang lain Pak Paul?
PG : Masih ada Pak Gunawan yaitu (nah ini saya kira konsekuensi logisnya) anak-anak ini cenderung kurang sabar, kritis, kurang sabar terutama dengan orang-orang lain, dengan anak-anak lain, engan rekan-rekan kalau mereka itu tidak secepat dia menguasai pekerjaannnya, tidak sebertanggung jawab seperti dia, tidak bisa berpikir secepat dia, sejauh dia nah itu membuat dia jengkel sekali dengan orang-orang seperti itu, dan kritis ya anak-anak ini.
Jadi dia akan melihat dengan jelas kekurangan, kelemahan yang ada pada diri orang lain. Nah karena dia juga kurang peka dengan perasaan-perasaan orang kadang-kadang komentarnya, kritikannya itu muncul secara bebas dan adakalanya menyinggung orang.
GS : Karena spontanitasnya itu.
PG : Ya karena spontanitasnya itu dan kurang memikirkan perasaan orang lain.
GS : Ya tapi penilaian kurang sabar itu sebenarnya kita yang menilai. Mungkin saja dia merasa dia sudah cukup sabar Pak Paul.
PG : Iya sudah tentu itu memang relatif Pak Gunawan. Mungkin buat dia, dia tidak ngomong sekali itu berarti dia cukup sabar begitu, kedua kalinya terjadi dia tidak bisa tutup mulut, dia haus ngomong, memang betul juga.
GS : Ciri yang lain Pak Paul?
PG : Menuntut orang menjadi seperti dirinya. Jadi kalau dia cepat orang harus cepat, kalau dia menguasai, dia harap orang menguasai. Kalau dia bertanggung jawab, diharapkan orang lain juga brtanggung jawab, nah akibatnya dia mudah marah.
Anak-anak ini memang masalahnya adalah kurang sabar dan mudah marah. Dan karena dia kritis berarti dia melihat banyak berarti dia bisa melihat yang tidak dilihat orang, yang buruk-buruk juga. Nah ini salah satu problem yaitu akhirnya dia bisa disalahmengerti oleh orang, kok dia mengatakan hal-hal yang orang lain belum lihat jadi seolah-olah dia mencari gara-garalah, dia menciptakan masalahlah dan sebagainya, disalahmengerti itu menjadi problem dia nantinya. Dan relasinya dengan orang kalau orang tidak benar-benar mengerti bahwa dia sebetulnya hatinya baik atau apa ya, orang akan susah dekat-dekat dengan dia, karena orang ya akan merasa dituntut menjadi seperti dirinya, harus bisa seperti dia, harus secepat dia dan orang tidak merasa diterima apa adanya, tidak merasa dirinya dihargai oleh dia sebab tuntutannya tinggi. Jadi sekali lagi anak-anak seperti ini kalau tidak diarahkan ya mudah sekali akhirnya menciptakan masalah dalam relasi dengan anak-anak lain.
GS : Ya ada orang tua yang mengamati katanya anak-anak yang ini kan cepat sekali bergeraknya, memutuskan ya cepat, minta segala sesuatunya, itu juga kelihatan pada saat dia makan. Makannya bisa cepat-cepat selesai, kalau jualan juga cepat- sekal, apa memang betul begitu Pak Paul?
PG : Ya saya kira ada kaitannya ya dengan kecepatan-kecepatannya itu. Ada kaitannya juga dengan kesabarannya yang tipis karena cepatnya dia kerja, cepatnya dia makan dan sebagainya, saya kir itu ada kaitannya semua.
GS : Ada ciri yang lain Pak Paul?
PG : Nah ini bisa menjadi hal yang tidak baik ya, yaitu anak-anak ini akhirnya dapat menghalalkan segala cara untuk memperoleh keinginannya. Kalau tidak dibimbing, kalau tidak ada bimbingan ohani, anak-anak yang kompetitif ini akhirnya demi menjadi nomor satu, demi tidak mau kalah menghalalkan segala cara.
Akhirnya misalnya berbohong bisa dilakukannya, curang atau menjiplak atau mencontek atau apa, nah itu godaan-godaan buat dia yang sangat besar kalau dia tidak bisa mengontrol dirinya dengan baik dia bisa terjerumus masuk ke dalam perilaku negatif itu.
GS : Apakah sebenarnya dia puas dengan keadaan dirinya sendiri Pak Paul?
PG : Sebetulnya begini Pak Gunawan, anak-anak ini sebetulnya ada masalah juga dengan penerimaan dirinya ya, artinya apa? Dia mudah anjlok juga dalam kekecewaan karena dia menuntut diri ini ckup tinggi, kalau tidak mendapatkan yang dia sudah targetkan anjloknya itu dalam.
Kita yang lebih di tengah-tengah ya kalau tidak mendapatkan yang kita inginkan kita kecewa tapi tidak terlalu terpukul, tapi kalau mereka sudah menargetkan sesuatu tapi tidak mendapatkannya wah kecewanya itu bisa sangat dalam dan bisa sangat ekstrim, makanya orang tua yang mempunyai anak-anak seperti ini kadang-kadang terkaget-kaget ya. Si anak tadinya bergebu-gebu misalkan mau masuk ke liga basket di sekolahnya, tapi setelah ujian, sudah tes penerimaan tidak diterima, nah bisa-bisa anak itu tidak mau menyentuh bola basket sama sekali. Nah orang tuanya bingung, dulu begitu tergila-gila dengan basket, nonton basket, main basket di rumah terus begitu tapi pas ingin masuk ke tim tidak diterima, dia benar-benar meninggalkan basket, ekstrim sekali, kecewa merasa dirinya gagal atau marah, tidak mau main lagi sama sekali, nah itu hal-hal yang memang perlu dilihat oleh orang tua yang mempunyai anak kompetitif seperti ini.
GS : Ya mungkin dari seluruh ciri-ciri ini Pak Paul bisa memberikan suatu ilustrasi begitu Pak Paul?
PG : Begini Pak Gunawan untuk memudahkan kita mengingat ya, anak-anak ini saya umpamakan seperti mobil yang tidak ada remnya, dia hanya mempunyai berangkas. Jadi benar-benar dia bisanya hany jalan terus maju terus, tak ada remnya yang bisa menghentikan dia.
Jadi tugas orang tua adalah bukannya mengikis habis sifat kompetitif ini sebab nanti kita akan melihat dari sifat-sifat ini sebetulnya bisa muncul karakter yang baik, bukan mengikis habis melainkan membentuk dan mengarahkannya. Harapan saya dengan campur tangan orang tua yang tepat sifat kompetitif ini bisa berubah menjadi sifat yang produktif, nah saya bedakan antara kompetitif dan produktif tapi sebaliknya arahan yang keliru, orang tua yang bergebu-gebu supaya anaknya tetap nomor satu dan sebagainya. Nah itu akan membuat si anak menjadi anak yang kompetitif saja.
GS : Kalau orang tua mengarahkan anaknya supaya menjadi produktif Pak Paul, tentunya kita harus bisa melihat apa ciri-ciri anak yang produktif itu Pak Paul?
PG : Ok! Saya akan memberikan beberapa Pak Gunawan. Yang pertama adalah anak-anak yang produktif ini sama dengan anak-anak yang kompetitif, mereka sebetulnya tetap mau menang. Namun bedanya anak yang produktif bisa menerima kekalahan, nah anak-anak yang kompetitif tidak bisa menerima kekalahan.
Anak yang produktif dengan arahan orang tua yang baik tadi ya, bisa menerima kekalahan. Waktu dia harus kalah, ya sudah dia stop dan dia katakan saya kalah, dan dia tidak akan muter-muter dan tidak marah-marah.
GS : Ya selain itu Pak Paul?
PG : Yang lainnya adalah anak-anak ini tetap senang menerima pengakuan orang, namun bisa memahami tatkala orang tidak memberinya pengakuan. Dia bisa memaklumi mungkin orang lupa, orang tua mngkin tidak melihat atau mungkin orang tua keliru menilai sehingga si adik yang mendapatkan pujian, dia tidak mendapatkan pujian.
Dia bisa menerima ketidaksempurnaan itu hal-hal seperti itu dan dia juga bisa menerima bahwa ya mungkin dia tidak mendapat pujian sebab dia tidak sesempurna yang dia pikir, dia bisa menerima semua itu. Jadi tetap dia berorientasi pada pujian, pengakuan tetap itu anak yang produktif juga sama namun bedanya adalah pada akhirnya dia bisa menerima fakta kalau orang tidak memberi pujian.
GS : Tadi kita bicara tentang anak-anak yang kompetitif itu adalah anak yang obyektif, apakah kalau dia produktif masih obyektif?
PG : Masih obyektif tetap dia akan melihat fakta, namun ada subyektifnya juga. Dalam pengertian anak-anak ini bisa melihat unsur-unsur pribadi, keunikan orang, perasaan orang dan sebagainya Nah dia masih bisa melihat itu sebaliknya anak-anak yang kompetitif tidak bisa, pokoknya faktanya begini saya harus mendapatkan hak-hak saya.
Nah anak-anak yang produktif lebih bisa melihat unsur pribadi, hal-hal yang personal seperti itu.
GS : Berarti sudah mulai ada remnya Pak Paul?
PG : Sudah ada remnya, betul.
GS : Ya, ciri yang lain Pak Paul?
PG : Tetap cenderung berorientasi pada tugas dan target tetapi peka dengan faktor relasi dan perasaan. Maksudnya meskipun anak-anak ini cenderung memfokuskan pada tugas-tugas, tapi dia bisa embangun relasi dengan orang karena dia cukup peka dengan hal-hal yang bersifat personal, dia bisa tenggang rasa, dia bisa memasuki alam pikir orang bahwa ya saya dapatkan hak saya, tapi orang nanti sakit hati ya lebih baik mengalah.
Jadi dia masih bisa berkata seperti itu kepada dirinya.
GS : Ya jadi di sana bukan hanya unsur orang tua saja tetapi harus ada kemauan yang kuat dari dirinya, Pak?
PG : Betul, pada akhirnya memang ini merupakan campuran dari bentukan orang tua dan juga usaha dari dalam dirinya sendiri.
GS : Ya anak yang produktif ini Pak Paul, apa masih tetap keras kepala?
PG : Masih ada keras kepalanya itu, tetap, kemauannya keras sama seperti anak yang kompetitif tapi pada akhirnya dia bisa menundukkan diri pada orang. Karena apa? Tadi yang saya sudah sebut tu meskipun dia berfokus pada fakta yang obyektif, namun dia sudah bisa memasuki alam relasi, alam perasaan baik perasaan dirinya maupun perasaaan orang lain, bisa tenggang rasa, sehingga pada akhirnya dia bisa tunduk.
Karena tunduk bukan hanya masalah fakta, saya seharusnya nomor satu atau nomor dua tidak, tapi bisa juga menyangkut pada perasaan orang, dia lebih tua atau apa nah itu hal-hal yang bisa dipertimbangkan. Nah anak-anak yang produktif bisa mempertimbangkan hal-hal tersebut sehingga akhirnya dia bisa tunduk kepada orang.
GS : Pak Paul tadi katakan juga kalau anak yang kompetitif itu berorientasi pada tugas-tugas yang diberikan atau yang mungkin dia lakukan sendiri. Nah bagaimana dengan anak yang produktif itu Pak Paul?
PG : Sama tetap dan dia cenderung juga terampil ya bisa begitu. Memang anak-anak ini sebetulnya sama dengan anak yang kompetitif tapi sudah diarahkan oleh orang tuanya sehingga menjadi anak-nak yang produktif.
Tetap dia berorientasi pada tugas, target, keras kepala dan juga cepat menguasai bidang-bidangnya, pandai.
GS : Ya, mengenai kesabarannya bagaimana Pak Paul?
PG : Sama ya dengan anak-anak yang kompetitif, dia tetap kurang sabar dan cenderung kritis, namun ia lebih bisa menguasai emosinya. Sehingga dia tidak mudah meledak, tidak mudah mengkritik dngan cepat, dia masih bisa mengerem dirinya.
Nah ini berkaitan dengan yang berikutnya Pak Gunawan, yaitu dia tetap menuntut orang seperti dirinya tapi karena dia sudah bisa memahami orang dia bisa menerima oranglah bahwa orang lain tidak seperti dia, tidak secepat dia dan dia bisa memaklumi itu sehingga akhirnya relasi kerjasamanya dengan anak lain akan lebih baik. Nah dan juga karena dia lebih peka dengan perasaan orang dan juga lebih peka dengan hal-hal yang bersifat moral, dia tidak begitu saja menghalalkan segala cara untuk memperoleh yang dia inginkan, dia tahu ini salah, dia tahu ini benar, jadi dia tidak sembarangan melakukan hal yang salah. Pada akhirnya saya simpulkan anak-anak ini sebetulnya lebih bisa menerima dirinya, mereka sudah berdamai dengan dirinya, tahu apa kekuatannya, tahu apa keterbatasannya. Tetap mudah kecewa kalau misalkan apa yang dia inginkan tidak diperoleh. Namun tidak berlangsung lama dan tidak se-ektrim anak-anak yang kompetitif, dia bisa bangkit kembali dia tidak langsung membuang semuanya sekaligus.
GS : Ya karena dari tadi Pak Paul sudah katakan bukan mengikis habis begitu Pak Paul ya.
PG : Betul, tetap akarnya sama tapi sudah dipoles, sudah dipangkas, sudah diarahkan oleh orang tua sehingga sifat kompetitif itu berubah menjadi sikap yang produktif, yang jauh lebih sehat krena anak ini bukan saja sekarang punya gas pedal gas tapi juga mempunyai rem.
Anak-anak yang kompetitif saya tadi umpamakan hanya pedal gas saja.
GS : Ya jadi tentu kita semua mengharapkan kalaupun Tuhan mengaruniakan kepada kita anak-anak yang memang mempunyai sikap kompetitif tentu kita akan berusaha membuat anak ini menjadi produktif Pak Paul. Tentu kita tidak mempunyai waktu untuk membicarakan itu sekarang dan ini akan kita bicarakan pada kesempatan yang akan datang sebagaimana tadi sudah kami pesankan di awal acara ini, namun Pak Paul sebelum kita menyelesaikan perbincangan kita saat ini, apakah ada ayat firman Tuhan Pak Paul?
PG : Saya akan bacakan dari Mazmur 1:3 ya, saya mengumpamakan anak-anak yang produktif ini "seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimna, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil."
Mereka produktif dan mereka itu sehat ya enak dilihat menjadi berkat bagi orang-orang di sekitarnya. Mereka tidak menyikut-nyikut anak-anak lain tidak mendorong orang lain, tidak menjatuhkan orang lain tapi mereka juga mau menolong orang lain dengan kebisaan-kebisaan yang telah mereka peroleh dari Tuhan ya. Anak-anak yang kompetitif cenderung untuk diri sendiri semuanya supaya dia menjadi yang tertinggi, anak-anak yang produktif tidak. Tetap dia mau menjadi yang tertinggi tapi dia ingat orang-orang lain dan dia mencoba menolong yang lainnya, dia menjadi berkat bagi sekelilingnya.
GS : Ya tentunya ini menjadi panggilan kita sebagai panggilan dari Tuhan kepada kita, sebagai orang tua menolong anak-anak kita menjadi anak yang produktif Pak Paul dan pada kesempatan yang akan datang kita akan memperbincangkan tentunya apa yang harus orang tua lakukan supaya anak yang kompetitif ini bisa menjadi anak yang produktif. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Mengubah Kompetitif menjadi Produktif" bagian yang pertama dan kami akan lanjutkan pada kesempatan yang akan datang. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, kami persilakan Anda menghubungi kami lewat surat, alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK), Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mngucapkan terima kasih atas perhatian Anda sampai jumpa pada acara telaga yang akan datang.