Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi di mana pun Anda berada, Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Acara ini diselenggarakan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) bekerja sama dengan radio kesayangan Anda ini. Saya Gunawan Santosa dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, akan berbincang-bincang dengan Bapak Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling. Perbincangan kami kali ini merupakan kelanjutan dari perbincangan kami yang terdahulu yaitu tentang "Menghadapi Remaja Yang Pemarah" , kami berharap Anda sekalian bisa mengikuti perbincangan ini dengan baik. Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Pak Paul pada kesempatan yang lampau kita sudah memperbincangkan, Pak Paul sudah membahas, megupas tentang bagaimana menghadapi remaja yang pemarah. Dan pada waktu itu ada 4 poin yang Pak Paul sampaikan penyebab remaja pemarah. Dan kita akan lanjutkan perbincangan ini pada kali ini Pak Paul. Namun sebelumn kita melanjutkan mungkin ada baiknya Pak paul mengulas secara singkat apa yang kita perbincangkan pada kesempatan yang lalu?
PG : Pada intinya bahwa remaja menjadi pemarah karena berbagai sebab. Nah, sebelum kita dapat mengatasinya atau belajar menghadapinya kita mesti terlebih dahulu mengetahui penyebabnya. Kita sudah bahas 4 poin, yang pertama adalah anak bertumbuh menjadi pemarah karena sejak lahir dia sudah membawa kecenderungan tidak sabar. Yang kedua, anak menjadi pemarah sebab sejak lahir dia sudah membawa kecenderungan kaku, jadi ada anak-anak yang pembawaannya kaku. Sehingga semua harus sesuai dengan keinginannya, harus dengan yang semestinya. Ketiga, anak menjadi pemarah karena sejak lahir dia sudah membawa emosi yang kuat dan ekspresif sehingga ekspresinya itu seringkali memang berlebihan, kalau dia marah juga akhirnya keras sekali. Dan yang keempat, anak bertumbuh menjadi pemarah sebab dia mempunyai kebutuhan khusus seperti anak-anak yang autistik, remaja dengan gangguan bipolar dan juga gangguan keterbelakangan mental. Nah, jadi kita mesti tahu penyebabnya apa sebelum kita bisa mengatasinya.
GS : Dan sebagai orang tua kita memang terpanggil bagaimana menolong remaja yang pemarah ini paling tidak mengurangi intensitasnya dia marah dan jangan sampai melakukan hal-hal yang tercela, begitu Pak Paul. Kita akan masuk ke penyebab yang kelima begitu Pak Paul. Apa sebabnya remaja itu menjadi pemarah?
PG : Anak bertumbuh menjadi pemarah sebab dia melihat dan menyerap banyak kemarahan di dalam keluarga. Pertengkaran demi pertengkaran yang didengar anak akhirnya masuk ke dalam jiwa anak, membuat anak terganggu. Pada umumnya selain ketegangan atau kecemasan perasaan lain yang kerap timbul adalah kemarahan. Anak menjadi sensitif dan mudah marah. Nah, pada dasarnya Pak Gunawan kemarahan anak berasal dari 2 sumber. Pertama anak marah terhadap ketidakharmonisan atau konflik yang disaksikannya. Dia marah melihat orang tuanya terus bertengkar, sebab pertengkaran mengganggu ketenangan hatinya. Kedua anak marah karena dia terlanjur menyerap kemarahan dari orang tuanya. Dengan kata lain kemarahan orang tua masuk dan menjadi bagian dari dirinya. Nah, walaupun sebenarnya dia tidak suka marah namun karena kemarahan sudah menjadi bagian dari dirinya, ia pun mudah menjadi marah.
GS : Jadi artinya remaja ini menjadi korban dari orang tuanya yang suka marah dan dia menyaksikan itu sendiri dengan mata kepalanya Pak Paul?
PG : Iya, betul sekali. Jadi ada anak-anak yang orang tuanya sering bertengkar dan marah, ciut dan menjadi diam, introvert, murung, depresi. Nah tapi ada anak-anak yang kebalikannya Pak Gunawan, yang justru seperti orang tuanya menjadi pemarah.
GS : Objek kemarahannya siapa biasanya Pak Paul?
PG L: Nah, memang apa saja bisa Pak Gunawan. Dia bisa marah kepada orang tuanya tapi juga bisa marah dengan teman-temannya bahkan tidak jarang marah terhadap figur otoritas; misalnya guru-gurunya.
GS : Jadi kalau menghadapi hal yang seperti ini, apa yang bisa kita lakukan Pak Paul?
PG : Sudah tentu jalan keluarnya adalah mengurangi baik rekonsi maupun kadar pertengkaran di antara kita orang tua. Jika kita masih sering bertengkar anak tidak akan berubah. Dia akan tetap menjadi pemarah sampai dia keluar dari rumah, dia akan terus terperangkap di dalam kemarahan. Jadi tidak ada jalan lain bila kita menginginkan anak untuk tidak bertumbuh menjadi pemarah, kita mesti menyelesaikan masalah pernikahan yang kita hadapi. Sebab tidak bisa kita berkata pada anak "Kamu jangan marah!" Tapi kita sendiri sering marah. Akhirnya, anak-anak menyerap itu.
GS : Tapi Pak Paul katakan sampai dia keluar dari rumah, artinya sampai dia sudah bisa mandiri begitu Pak Paul? Apakah itu otomatis akan menghilangkan kemarahannya dia?
PG : Menghilangkan mungkin tidak Pak Gunawan. Karena memang sudah menjadi bagian dari dirinya. Tapi setidaknya pemicunya karena tidak ada, orang tuanya tidak tinggal sama-sama, dia tidak perlu mendengar orang tuanya bertengkar, maka pemicunya tidak ada maka kemarahannya sedikit banyak memang berkurang. Mudah-mudahan saja ketika dia di luar sudah mandiri, dia bisa akhirnya mendapatkan pertolongan atau mempunyai sekelompok teman-teman yang baik, yang bisa mengasihi dia, bisa memberitahukan dia. Sehingga perlahan-lahan dia mulai mengatur kemarahannya.
GS : Tapi kalau dia masuk kembali kepada suatu lingkungan dimana banyak orang yang memang pemarah ‘kan dia tidak bisa bebas dari kemarahannya sendiri begitu?
PG : Bukan saja kalau dia masuk ke dalam lingkungan dimana ada orang-orang yang suka marah masa bisa muncul lagi? Seringkali ini Pak Gunawan, setelah dia menikah seringkali muncul. Meskipun ada satu kurun kemarahannya itu, tidak ada tidak muncul, baik-baik saja. Tapi waktu dia menikah tiba-tiba itu kemarahannya yang dulu, muncul lagi. Karena apa? Karena waktu kita menikah tidak bisa tidak kita itu menghidupi relasi menikah yang dulu kita sudah saksikan sebagai bagian dari kehidupan kita di keluarga, orang tua kita. Jadi kita menghidupi relasi nikah orang tua kita di dalam pernikahan kita sekarang. Maka tidak jarang kalau dulu kita sering marah karena orang tua kita yang sering tengkar, setelah kita menikah kita munculkan pola yang hampir sama Pak Gunawan. Pasangan kita melakukan sesuatu yang kurang berkenan, marah. Pasangan kita kok mau berdebat dengan kita, marah. Jadi akhirnya kita membawa kemarahan itu ke dalam pernikahan.
GS : Iya, itu kalau di rumah begitu Pak Paul. Tapi kalau dia di tempat kerja, lalu mendapat pimpinan atau atasan dia memang suka marah begitu, apakah dia masih juga marah juga Pak?
PG : Kebanyakan iya, akan terbuka lagi. Jadi untuk dia menahan diri jangan sampai ikut-ikutan marah, susah. Karena pola yang lama itu bisa dihidupkan kembali.
GS : Atau dia merasakan menemukan partner yang cocok begitu? Ternyata bukan dia saja yang pemarah, orang lain pun juga pemarah.
PG : Bisa, bisa. Jadi akhirnya dia sedikit banyak menikmati juga lebih bisa mengeluarkan kemarahannya itu.
GS : Iya, tetapi bagaimana menolong orang yang di tempat kerjanya seperti itu Pak Paul?
PG : Memang tidak gampang Pak Gunawan. Cara yang paling baik adalah kita bicara dengan orang tersebut. Dan katakan bahwa "Saya kok lihat kamu mudah sekali tersulut, apakah ada yang bisa kami lakukan untuk menolong kamu, supaya kamu tidak mudah tersulut atau apa?", itu kadang-kadang kita juga bisa memberikan masukan-masukan. Sehingga dia tahu bahwa orang itu tidak suka dengan reaksi dia, tapi baik hati mau menolong dia.
GS : Iya. Karena ‘kan penyebabnya itu bisa kadang-kadang tidak tunggal seperti yang kita bicarakan ini, ini bisa gabungan dari beberapa hal. Mungkin memang dia itu keras hati atau memang ada sesuatu yang tidak beres di dalam kehidupan dirinya?
PG : Iya betul. Jadi memang sudah pasti ada penyebabnya, kadang-kadang banyak penyebabnya. Ada baiknya, makanya kalau kita lihat teman kita seperti itu, dan kita bisa ajak dia bicara, kita tanyakan "Apa yang membuat kamu mudah marah? Apa yang bisa saya bantu?" Mudah-mudahan dia baik, dia percaya dan dia mau cerita. Dengan dia cerita kita tahu penyebab kemarahannya apa, mudah-mudahan kita bsia menolongnya.
GS : Iya. Yang lainnya apa Pak Paul?
PG : Yang berikut adalah, yang keenam, anak bertumbuh menjadi pemarah karena dia menjadi bulan-bulanan teman-temannya. Sebenarnya dia bukanlah pemarah, awalnya. Tapi karena terus menjadi bulan-bulanan teman-temannya lama-kelamaan dia menjadi pemarah. Dia frustasi karena dia tidak dapat berbuat banyak melawan teman-teman yang suka mengejeknya. Itu sebab, kemarahan bertumpuk di dada membuatnya mudah meledak.
GS : Iya. Ini dia menjadi korban dari sikap orang lain.
PG : Iya, jadi akhirnya dia tidak suka, dia marah. Tapi karena tidak berdaya kemarahan itu akhirnya menumpuk di dada. Nah, kapan keluarnya? Di tempat lain, kepada orang lain, sama siapa pun di rumah mudah marah sekali. Padahalnya dia marah karena dia menjadi bulan-bulanan.
GS : Kenapa dia tidak marah kepada orang yang memperlakukan dia seperti itu Pak Paul?
PG : Kemungkinan karena dia tidak berdaya, dia sendirian dan yang membuat dia marah itu banyak. Teman-temannya yang suka mengejek-ejek dia, jadi dia akhirnya tidak bisa berbuat apa-apa.
GS : Tetapi orang yang menerima kemarahannya misalnya di rumah tadi tentu bingung Pak Paul. Kalau dia tidak pernah bercerita kenapa dia marah itu?
PG : Iya, maka kalau kita lihat "Kok begini anak kita", kita dapat meminta anak untuk menceritakan masalah yang dia hadapi; "Sebetulnya apa yang terjadi? Apakah kamu mengalami ini itu?". Kalau saja dia bercerita, kita dapat bertanya "Boleh tidak kami menghadap atau menghadapi pihak sekolah" untuk menyampaikan teguran kepada teman-temannya itu. Tapi jika dia tidak mengijinkan, dia mungkin malu atau apa sebaiknya sudah kita ikuti kehendaknya hingga dia tidak malu dengan teman-temannya. Namun kita perlu mendorongnya untuk membela diri dan tidak membiarkan teman-temannya terus menjadikannya objek bulan-bulanan.
GS : Tapi mungkin juga teman mainnya itu menjadikan dia objek bulan-bulanan itu karena kesalahan dia sendiri yang keras kepala, yang suka marah, yang maunya sendiri. Nah, ini teman-temannya ‘kan bisa menjadikan itu bahan untuk mengolok dia begitu?
PG : Bisa. Jadi kadang-kadang memang dialah yang menjadi penyebab mengapa teman-temannya mengolok dia. Jadi karena memang ia ada andilnya, kita mesti beritahukan dia bahwa "Kamu juga harus berubah, karena ini yang membuat teman-temanmu itu gemar mengejek-ejek kamu". Misalkan yang gampang, ada orang itu sekali atau sedikit saja dikatai atau apa akan bereaksi dengan marah. Akhirnya teman-temannya tambah senang. Bukannya tidak senang, tambah senang membuat dia marah karena gampang membuat dia marah. Nah, justru kalau dia seperti itu kita orang tua bisa beritahu dia, "Kalau kamu mendengar kata-kata seperti itu atau ejekan seperti itu, kamu jangan tanggapi. Makin kamu tanggapi mereka tambah senang. Tambah mau membuat kamu marah-marah. Jadi kamu diamkan. Nanti lama-lama mereka akan diam sendiri karena kamu tidak bereaksi". Hal seperti itu yang kita bisa ajarkan kepada anak.
GS : Tapi biasanya remaja yang pemarah akan sulit untuk diam begitu Pak Paul, atau mengabaikan apa yang orang lain perbuat bagi dia, dan terhadp dia itu?
PG : Iya, ini kita beritahu dia bahwa "Kalau kamu terus bereaksi berarti mereka itu yang mempunyai kendali atas hidup kamu. Apakah kamu mau selamanya dibawah kendali mereka? Kalau kamu tidak mau, ya jangan tanggapi. Biarkan! Cuekkan mereka. Lama-lama mereka juga capek, bosan karena kamu tidak bereaksi. Berarti kamu ‘kan yang memegang kendali atas hidup kamu dan hati kamu akan jauh lebih senang." Jadi kita ajarkan anak untuk tidak memberikan tanggapan kepada teman-temannya yang menjadikan dia bulan-bulanan.
GS : Tapi apakah itu tidak menambahkah suatu beban bagi si remaja itu Pak Paul?
PG : Nah, makanya kalau sampai di titik tertentu dia terlalu tertekan, memang kita bisa ajarkan dia untuk mengkonfrontasi teman-temannya, harus memang tegur teman-temannya atau melaporkan teman-temannya ke pimpinan sekolah.
GS : Dengan harapan pimpinan sekolah mau membantu anak kita itu Pak Paul? Kalau malah menyalahkan memang akan agak sulit juga begitu? Biasanya kepala sekolah tidak bisa sesabar kita sebagai orang tua; "Itu masalahmu selesaikan sendiri" begitu misalnya.
Pak Paul, apakah masih ada alasan yang lain?
PG : Yang ketujuh adalah anak bertumbuh menjadi pemarah akibat pengaruh lingkungan. Dalam hal ini teman-teman berperangai buruk, yang sering marah dan menyakiti orang. Kita tahu lingkungan itu mempengaruhi kita; baik kepribadian maupun emosi kita. Lingkungan yang kejam membuat kita kejam dan lingkungan yang sarat kemarahan dapat menjadikan kita pemarah pula. Kadang anak terseret masuk ke dalam kelompok teman yang kejam dan senang menyakiti orang. Walau pada dasarnya dia bukanlah anak yang seperti itu, namun karena dia terus bergaul dengan mereka pada akhirnya dia pun mencontoh perilaku teman-teman dan menjadi seperti mereka. Ini misalkan teman-temannya itu suka menyakiti orang, mengejek orang. Walaupun dia tidak seperti itu sebetulnya, tapi kalau teman-temannya itu seperti itu, dia bisa ikut-ikutan. Teman-temannya itu orangnya tidak sabaran maunya marah saja. Lama-lama dia juga bisa ikut-ikutan teman-temannya. Jadi kadang-kadang anak kita menjadi pemarah gara-gara teman-temannya seperti itu semua.
GS : Tapi kalau penyebabnya hanya karena itu, karena pengaruh lingkungan apakah itu dengan lebih mudah diperbaiki sikap ini daripada kalau memang ini merupakan bawaan sejak lahir begitu Pak Paul?
PG : Tepat sekali. Kalau ini memang pengaruh lingkungan, biasanya setelah dia keluar dari lingkungan itu otomatis kemarahannya bisa mereda. Meskipun perlu waktu karena pada akhirnya kalau dia cukup lama bergaul dengan teman-teman yang pemarah-pemarah ini, dia sedikit banyak sudah mengadopsi pola itu Pak Gunawan. Jadi untuk mengubahnya perlu waktu.
GS : Tapi kalau memang dia dasarnya bukan orang yang suka pemarah, lalu berkumpul dengan teman-temannya yang pemarah, apakah dia merasa nyaman Pak Paul di kelompok itu?
PG : Nah, sebetulnya tidak nyaman. Tapi kadang-kadang ada anak-anak yang perlu diterima oleh kelompok. Sebab kadang-kadang dia merasa minder sehingga di dalam kelompok itu penghargaan dirinya terbangun apalagi anak-anak yang suka marah-marah itu ditakuti oleh teman-temannya. Dan dia kebetulan bisa masuk dan diterima oleh teman-temannya ini. Jadi bagi dia sepertinya itu pengakuan, identitas diri jadinya lebih jelas, kepercayaan dirinya lebih dibangunkan. Jadi walaupun dia sebetulnya tidak seperti itu, lama-lama untuk membuktikan dia seperti itu dia ikut-ikutan menjadi anak yang pemarah.
GS : Jadi sebagai orang tua bagaimna sikap kita?
PG : Jika itu yang terjadi kita perlu menasehati anak untuk tidak ikut menjadi seperti teman-temannya. Ingatkan anak akan siapa dirinya yang sesungguhnya dan sadarkan anak betapa menyakitkan menjadi korban perilaku teman-temannya. Nah, pada akhirnya dorong anak untuk tidak berkawan dengan mereka supaya mereka tidak mempengaruhi hidupnya. Amsal 14:31 mengingatkan "Siapa menindas orang lemah, menghina Penciptanya, tetapi siapa menaruh belas kasihan kepada orang miskin, memuliakan Dia". Jadi kalau teman-temannya itu suka jahat kepada orang, menindas orang, kita ingatkan; jangan! Siapa menindas orang lemah menghina Tuhan Penciptanya. Biar anak kita juga akhirnya takut untuk berdosa kepada Tuhan.
GS : Iya. Ini, anak ini mencontoh dari sesuatu yang dilihatnya berulang-ulang dan tinggal bersama-sama dengan orang-orang yang dasarnya pemarah begitu Pak Paul. Apakah sesuatu permainan atau game elektronik yang banyak menunjukkan kekerasan, kemarahan, jadi apakah itu akan berpengaruh juga pada diri remaja ini?
PG : Ada iya. Karena apa yang dilihat terus-menerus akhirnya terekam dalam benaknya. Jadi misalkan dalam video games itu, sedikit-sedikit pukul, sedikit-sedikit pukul, lama-lama bisa terekam tanpa disadarinya ada apa-apa dia langsung mau memukul. Bisa Pak Gunawan.
GS : Iya, iya. Yang saya pikirkan itu anak remaja ini sedang mencari identitas diri, biasanya kita ingat dulu kalau kita selesai melihat film kita mencoba untuk meniru apa yang dilihat. Nah, ini tiap hari kalau games ini?
PG : Betul. Bisa berpengaruh. Tapi kalau dasarnya anak ini tidak pemarah dan misalkan hidup juga baik, orang tuanya juga harmonis, seharusnya tidak sampai menciptakan masalah meskipun bisa mempengaruhi si anak.
GS : Nah, demikian juga walaupun teman-temannya di sekolah atau di tempat dia bergaul itu pemarah. Kalau di rumah dia tidak melihat orang tuanya pemarah apakah juga ada pengaruhnya?
PG : Ada, ada. Jadi lebih menetralisir, tapi tetap memang kalau lingkungannya seperti itu akan bisa mempengaruhi dia. Jadi anak kita yang tadinya baik, sabar bisa ikut-ikutan menjadi pemarah. Itu bisa.
GS : Jadi memang yang terbaik adalah memang menjauhkan dia dari pergaulan seperti ini?
PG : Betul, jadi kita mesti ingatkan "Kamu mau tidak menjadi korban dari mereka? Betapa menyakitkan yang menjadi korban dari kemarahan teman-temanmu itu. Janganlah kamu menjadi bagian dari mereka yang menindas orang-orang".
GS : Jadi seperti Amsal itu mengatakan orang yang menindas orang yang lemah itu menghina Tuhan begitu Pak Paul? Juga lewat kemarahan dianggap menindas orang lain lewat kemarahannya itu?
PG : Betul, betul. Karena memang ada anak-anak yang bisa jahat Pak Gunawan. Tidak ada angin tidak ada hujan suka menindas orang yang dianggapnya lemah. Nah, itu yang memang kita ajarkan anak kita untuk jangan bergaul dengan teman-teman seperti itu.
GS : Iya. Karena tanpa disadari itu sebenarnya menghina Tuhan sebagai Pencipta dia, begitu Pak Paul.
PG : Iya, betul.
GS : Yang lain apa lagi Pak Paul?
PG : Yang terakhir nomor delapan adalah anak bertumbuh menjadi pemarah sebab keterbatasan pada dirinya yang membuat dia minder. Keminderan dapat membuat anak ciut dan takut. Tapi keminderan juga dapat membuat anak bergolak dengan kemarahan. Ada begitu banyak anak yang minder yang akhirnya melakukan tindakan kejam kepada sesam oleh karena kemarahan yang tertimbun dalam hatinya. Nah, itu sebab kita mesti memberi perhatian kepada anak yang minder ya. Setidaknya ada 2 penyebab, Pak Gunawan, munculnya kemarahan pada anak yang minder. Pertama adalah merasa direndahkan atau ditolak. Banyak anak minder merasa ditekan atau ditindas oleh lingkungan, atau setidaknya mereka merasa telah diperlakukan tidak adil. Kemarahan adalah bentuk pembalasannya. Kedua adalah iri hati. Sebagian anak minder merasa iri melihat anak lain yang begitu senang dan menikmati hidup, sebab mereka sendiri tidak bisa akibat keterbatasan yang dimilikinya. Nah, iri hati akhirnya melahirkan kemarahan, dan disini kemarahan berfungsi sebagai upaya untuk membuat orang tidak terlalu bahagia. Ini yang kita saksikan pada beberapa kasus pembunuhan masal di sekolah-sekolah Amerika Serikat. Kebanyakan pelakunya adalah sebetulnya anak-anak yang minder seperti ini. Akhirnya dia balas dendam, sepertinya merasa "Saya kok sendirian sengsara, kamu semua kok bahagia". Nah, balas dengan cara membunuh supaya mereka juga akhirnya menderita seperti dirinya menderita.
GS : Tapi anak itu menjadi minder atau rendah diri kebanyakan karena kesalahan orang tua mendidik atau membekali anak ini?
PG : Betul. Jadi seharusnya dia itu minder dia bisa sadari bukan karena teman-temannya atau apa. Tapi seringkali keminderan itu membuat dia jadinya iri hati atau ada anak-anak yang memang karena minder sering diabaikan oleh teman-temannya, tidak dianggap oleh teman-temannya, sehingga mereka merasa direndahkan, ditolak. Ini yang membuat mereka akhirnya marah Pak Gunawan. Sering marah karena sebenarnya memang merasa minder.
GS : Apakah karena ada kelemahan dirinya misalnya dia cacat atau apa begitu Pak Paul?
PG : Kadang sebetulnya tidak ada sama sekali apa-apa Pak Gunawan, dari luarnya ya normal-normal saja. Tapi dia mungkin agak pendiam karena dia minder. Sehingga tidak banyak teman-teman. Jadi bawaannya itu marah saja kepada orang-orang atau anak-anak lain.
GS : Kalau dia iri, sebenarnya yang dia iri itu apa?
PG : Biasanya ujung-ujungnya ialah kebahagiaan Pak Gunawan. Dia kok tidak bahagia seperti teman-temannya; kok teman-temannya bisa banyak teman bisa bergaul bisa populerbisa disukai; "Kok tidak ada yang mau dekat dengan saya?", jadinya itu iri hati karena dia tidak bahagia.
GS : Lalu sebagai orang tua Pak Paul apa yang bisa kita lakukan terhadap remaja ini?
PG : Kita menolong anak yang minder untuk tidak menjadi pemarah dengan cara mengajaknya melihat dan mengakui keterbatasannya. Anak perlu berdamai dengan kekurangan pada dirinya dan menghargai kebisaannya. Selama anak tidak berdamai dengan keterbatasannya dan tidak menghargai kebisaannya, anak akan selalu minder dan beresiko menyimpan kemarahan. Kita hanya dapat menolong anak berdamai dengan kekurangan pada dirinya dan menghargai kebisaanya dengan cara kita menerima anak apa adanya dan kita menghargai kebisaannya. Nah, sewaktu kita menerima kekurangan pada diri anak dan kita pun menghargai kebisaannya, anak akan belajar menerima dirinya atau kekurangannya dan menghargai kebisaannya. Namun ada satu lagi hal yang mesti anak perbuat agar dia tidak marah ketika melihat sesama teman yang lebih beruntung darinya yaitu belajar menghargai kelebihan teman dan bergembira untuk mereka. Kita harus mendorong anak melihat dan mengakui kelebihan teman dan bersukacita bersama mereka. Jika anak tidak dapat mengakui dan menghargai kelebihan teman, anak akan terus dipenuhi kemarahan. Nah, Amsal 14:30 menasehati kita ya "Hati yang tenang menyegarkan tubuh, tetapi iri hati membusukkan tulang". Ini bagus sekali firman Tuhan. Jadi anak-anak yang tidak bisa senang untuk teman-temannya bersukacita atas keberhasilan teman-temannya, akhirnya itu iri hatinya membusukkan tulang membuat dia penuh dengan kepahitan dan kemarahan.
GS : Iya. Mungkin ‘kan kita bisa ingatkan bahwa dia adalah ciptaan Tuhan yang sangat unik, sehingga dia bisa menerima dirinya sendiri, berdamai dengan dirinya sendiri dan menghargai Tuhan yang sudah menciptakan dia?
PG : Betul sekali Pak Gunawan. Kalau saja dia bisa menerima keunikan dirinya, apa kelemahan dan apa kekuatannya dia bisa berdamai, maka dia akan menjadi orang yang bebas.
GS : Iya. Karena akan sulit dia menghargai kelebihan teman-temannya kalau dia melihat dirinya sendiri penuh dengan kekurangan kok?
PG : Iya, betul.
GS : Iya Pak Paul, sebelum kita mengakhiri perbincangan ini apakah ada kemarahan remaja itu kita sebagai orang tua tidak bisa tolerir?
PG : Saya kira kalau anak remaja itu misalnya sangat kurang ajar kepada kita. Saya pikir itu batasnya Pak Gunawan. Kita harus katakan "Kamu tidak boleh kurang ajar, apalagi sampai memaki", apalagi sampai mau memukul orang tua. Itu tidak akan kita tolerir Pak Gunawan.
GS : Iya terima kasih Pak Paul untuk perbincangan ini. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan terima kasih, Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (TEgur Sapa GembaLA KeluarGA). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Menghadapi Remaja Yang Pemarah (II)" bagian yang kedua dan terakhir. Bagi Anda yang berminat mengetahui lebih lanjut melalui acara ini, silakan menghubungi kami lewat surat, alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) di Jalan Cimanuk 56 Malang. Kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan, serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.