Menanamkan Percaya Diri pada Anak

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T067B
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 

Dalam hal ini kita akan megetahui beberapa kiat atau beberapa cara menanamkan rasa percaya diri pada anak. Dan juga tingkat kepercayaan diri anak yang dibagi dalam 3 kategori.

Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Beberapa cara menanamkan rasa percaya diri pada anak:

  1. Orang tua perlu mengenal jelas kemampuan anaknya, dengan melihat apakah anak kita berada di lingkup akademik yang dalam jangkauannya. Jangan sampai anak kita berada di lingkup akademik yang menuntutnya di luar batas kemampuannya, karena akan menyebabkan anak bukannya terpacu malah akan lebih terbenam. Jadi kepercayaan diri bertumbuh dalam suasana aman, bukan kebalikannya suasana yang mencekam, yang mengancam, yang menakutkan justru akan menurunkan kepercayaan diri anak.

  2. Orang tua harus memeriksa tuntutannya sendiri. Kadang kala tanpa disadari orang tua telah mengkomunikasikan tuntutan yang sangat tinggi kepada anak-anaknya.

  3. Orang tua hendaknya tidak menjadikan rumah sebagai sekolah dan jangan sampai kita ini menjadi ibu guru atau kelanjutan dari ibu guru atau bapak guru di sekolah. Jadi saran saya adalah setelah anak mengerjakan tugasnya dan kita tahu dia sudah mencoba, sudah jangan lagi terlalu dipaksa, bermainlah dengan anak, bercandalah dengan anak, ciptakan suasana rumah yang lebih santai sehingga anak merasakan perbedaan yang besar antara sekolah dan rumah.

Kepercayaan diri anak di bagi dalam 3 sumber:

  1. Prestasi akademiknya.

  2. Penampilan fisiknya.

  3. Kemampuan bergaulnya, diterima atau tidaknya di pergaulan.

Prestasi akademik merupakan dasarnya, anak-anak pada masa-masa usia di bawah 12 tahun pada masa SD sangat menumpukan kepercayaan dirinya pada keberhasilan akademiknya. Namun pada masa remaja modal itu satu tidak cukup dia perlu dua modal yang lainnya, dua tonggak yang lainnya yakni penampilan fisiknya dan juga keterampilan bergaulnya.

Amsal 3:5,6 menekankan di situ adalah jangan kita itu menjadikan diri kita sebagai tolok ukur terakhir dalam menentukan langkah hidup kita, ada Tuhan yang menjadi penentu akhir. Kita ini hanyalah orang yang mengerti sedikit, mengetahui sedikit, Tuhan yang mengetahui semuanya. Maka Dia minta akuilan jalanmu maka Ia akan meluruskan jalanmu, akuilah Tuhan dalam segala aspek kehidupanmu artinya kita memang menyadari Tuhanlah yang menjadi penentu akhir. Kepercayaan pada diri berarti kita mengerti kesanggupan kita dan ketidaksanggupan kita.

Amsal 13:4, "Hati si pemalas penuh keinginan tetapi sia-sia, sedangkan hati orang rajin diberi kelimpahan." Penekanannya di sini adalah pemalas banyak keinginannya tapi sia-sia karena dia tidak akan mau dan bertenaga untuk meraihnya, sedangkan orang yang rajin akan memiliki banyak karena dia rajin pula bekerja untuk mendapatkannya. Saya kira lebih penting dari kepandaian atau apa, yang perlu kita tanamkan pada anak adalah bahwa dia bisa maju, bahwa dia mempunyai kewajiban atau mencoba. Nah itu lebih penting dari prestasinya, selagi dia masih mau coba, dia punya itu kerajinan dia akan percaya bahwa dia bisa maju, dia bisa melangkah ke depan. Yang berbahaya adalah kalau anak sudah beranggapan saya tidak akan bisa maju memang tidak mempunyai kemampuan untuk melangkah, itu akan mematikan dia.