Membangun Di Atas Yang Ada ( I )

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T558A
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Kadang kita ini dalam membangun keluarga atau pernikahan mendasarinya atas hal-hal yang kita harapkan tetapi itu belum ada dalam pernikahan kita. Sedangkan kita mesti realistis melihat apa yang ada dalam pernikahan, artinya melihat dengan jelas siapa pasangan kita. Dan dari situlah kita seharusnya membangun pernikahan kita.
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Membangun pernikahan dapat diibaratkan seperti membangun rumah; kita mesti memilih bahan yang baik dan membangunnya dengan perencanaan yang baik. Namun sebaik apa pun bahan dan sematang apa pun perencanaan, rumah tetap akan mengalami kerusakan, baik karena usia maupun karena hal lain di luar kendali. Begitu pula dengan pernikahan. Kita boleh berupaya mencari pasangan yang terbaik dan memersiapkan pernikahan sebaik-baiknya, tetapi pada akhirnya pernikahan tidak selalu berjalan sempurna. Kadang pernikahan mengalami kerusakan, baik karena kesalahan yang diperbuat ataupun karena perubahan alamiah yang terjadi. Alhasil kita mesti membetulkan yang rusak dan membangun kembali. Sebagaimana rumah, kita tidak bisa membangun pernikahan di atas bahan yang TIDAK ada; kita hanya dapat membangun di atas bahan yang tersedia. Berikut akan dibahas apa artinya membangun di atas yang ada dan mengapa bijak bila kita memfokuskan pada apa yang ada. Pada bagian terakhir kita akan belajar bagaimana membangunnya.


(1) Membangun di Atas Kekuatan yang Ada.
Kita hanya dapat membangun di atas kekuatan, bukan kelemahan. Jadi, fokuskan pada hal positif yang menjadi kekuatan pernikahan kita. Misalkan kita tahu bahwa komunikasi bukanlah kekuatan pernikahan kita; seringkali kita bertengkar gara-gara komunikasi. Nah, tidak perlu kita memaksakan pasangan untuk berkomunikasi dengan cara yang kita anggap baik atau seharusnya. Sebaliknya, kita perkokoh relasi atas dasar kekuatan, misalkan saling tolong pekerjaan rumah tangga bila itu adalah kekuatan pernikahan kita. Contoh lain adalah mungkin kita merasa tidak puas dengan karier pasangan; kita berharap ia lebih gigih memperjuangkan kariernya tetapi selama ini ia tampak puas dengan pekerjaannya. Daripada kita terus menyuruhnya mencari pekerjaan lain atau menambah pekerjaan, sebaiknya kita fokuskan pada kekuatan dalam pernikahan kita, misalkan kita sama-sama senang berolah-raga. Jadi, silakan perkokoh pernikahan dengan cara berolah-raga bersama dan jangan lagi meributkan soal pekerjaan. Mungkin kita masih akan bertengkar gara-gara hal lain, tetapi setidaknya ikatan nikah tetap kuat karena adanya aktivitas berolah-raga bersama.


(2) Menerima Perubahan dan Menanggung Kerugian.
Dengan bertambahnya umur, bertambah pula keterbatasan, baik fisik maupun mental dan bertambah pula sakit penyakit. Ada hal-hal yang tadinya dapat kita lakukan dengan baik, sekarang tidak lagi. Itu sebab, janganlah kita menuntut pasangan untuk tetap dapat melakukan aktivitas yang kita sukai atau perlukan; sebaliknya terimalah dia apa adanya dan terimalah perubahan itu sebagai bagian dari proses menua. Sudah tentu kita pun mesti rela membayar harga sebagai akibat perubahan pada pasangan. Kadang kita harus berhenti melakukan hal-hal yang kita sukai dan lakukan bersama. Misalkan dulu kita menikmati travel bersama dan selama ini travel menjadi acara tetap. Sekarang tidak bisa lagi karena pasangan tidak dapat pergi jauh akibat keterbatasan fisiknya. Namun adakalanya kita mesti membayar harga lebih dari sekadar tidak bisa lagi melakukan hal-hal yang kita senangi. Mungkin sekarang kita harus repot merawatnya karena sakit yang dideritanya, atau kita mesti menghabiskan banyak uang untuk biaya perawatannya. Ya, ada banyak hal yang mesti ditanggung pada masa menua sehingga pada akhirnya relasi lebih searah—kita lebih banyak memberi daripada menerima. Membangun di atas yang ada berarti menerima perubahan dan menanggung kerugian secara sukarela. Kita rela menerimanya sebab kita menerima bagian hidup ini sebagai porsi yang ditetapkan Tuhan untuk kita. Sudah tentu adalah baik bila kita berpikir, karena dulu bersenang-senang bersama, sudah selayaknya sekarang kita bersusah-susah bersama. Namun pemikiran ini tidak cukup; kita mesti melengkapinya dengan lensa rohani yakni bagian hidup ini adalah porsi yang ditetapkan Tuhan. Perubahan dan kerugian ini ada di dalam rencana Tuhan. Sekarang marilah kita melihat mengapa bijak bila kita memfokuskan pada apa yang ada, bukan pada apa yang tidak ada. Setidaknya ada tiga alasan, bila kita memfokuskan pada apa yang tidak ada :


1) Membuat kita berpikir negatif.
Bila kita terus memfokuskan pada apa yang tidak ada di dalam pernikahan, akhirnya kita menjadi orang yang negatif. Ibarat melihat donat, bukan melihat rotinya, kita melihat lubang di tengahnya. Kita cenderung mengeluh dan akhirnya kehilangan sukacita dalam hidup; alhasil, orang pun menjauh dari kita.


2) Membuat kita merasa tidak pernah puas.
Memang pasangan bukanlah orang yang sempurna tetapi ia juga bukanlah orang yang sama sekali tidak ada kebaikannya. Nah, bila kita terus memfokuskan pada apa yang tidak ada, kita akan merasa tidak puas terhadap dirinya secara keseluruhan, seakan-akan tidak ada satu pun yang baik pada dirinya. Dan, ini akan membuatnya kehilangan motivasi, bukan saja untuk memerbaiki diri, tetapi juga untuk menyenangkan hati kita. Ia akan berkata, "Percuma!"


3) Membuat kita buta terhadap kelemahan pribadi.
Oleh karena mata kita terus tertuju pada kelemahan pasangan, maka pada akhirnya kita tidak melihat kelemahan sendiri. Sudah tentu pasangan tidak menyukai sikap kita yang menyoroti kekurangannya tetapi buta terhadap kelemahan sendiri. Karena tidak suka, ia pasti membalas dengan menunjukkan kekurangan kita. Dari sini dimulailah siklus saling serang; tidak ada lagi yang bersedia melihat apalagi memperbaiki kekurangan.


Amsal 12:18 mengingatkan, "Ada orang yang lancang mulutnya seperti tikaman pedang, tetapi lidah orang bijak mendatangkan kesembuhan." Terus memfokuskan pada yang tidak ada dapat diibaratkan seperti menusuk pasangan dengan pedang—pasti melukai. Memfokuskan pada apa yang ada dan menghargainya akan membangun pasangan—pasti menyembuhkan.