Fokus Utama Mengasuh Anak

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T584B
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Kebutuhan mental, kebutuhan emosional, kebutuhan sosial, kebutuhan spiritual.
Audio
MP3: 
Play Audio: 


Ringkasan

dpo. Pdt. Dr. Paul Gunadi

Sebelum memulai suatu proyek, terlebih dahulu kita mesti memunyai tujuan atau target. Setelah itu barulah kita dapat menyusun rancangan akan apa yang mesti dikerjakan. Dalam mengasuh anak, sudah tentu mencukupi kebutuhan jasmaniah dan memelihara kesehatan anak adalah salah satu tujuannya. Tugas kita bukanlah mengenyangkan perut anak tetapi memenuhi kebutuhan jasmaniah anak dengan menyediakan kecukupan empat sehat lima sempurna. Selain itu kita pun mesti memelihara kesehatan anak dengan cara menjauhkannya dari sakit penyakit dan merawatnya pada saat sakit. Selain dari itu, dalam mengasuh kita pun perlu memerhatikan kebutuhan mental, emosional, sosial, dan spiritual anak. Berikut akan dipaparkan keempat target pengasuhan dan tugas orangtua untuk memenuhinya.

Kebutuhan Mental

Anak lahir ke dunia membawa KEINGINTAHUAN (curiosity) dan keingintahuan mendorong anak untuk (a) mengeksplorasi dan (b) bertanya. Tidak heran sejak kecil anak secara alamiah menjelajahi ruang di sekelilingnya dan mengotak-atik barang atau obyek di sekitarnya. Sudah tentu akan ada waktunya kita melarang anak untuk menjelajahi ruang di sekelilingnya bila itu membahayakan dirinya. Dan, sudah tentu ada kalanya kita mesti mencegah anak mengotak-atik barang di sekitarnya karena alasan yang sama atau karena kita tidak ingin ia merusakkannya. Tetapi, sedapatnya kita memberi kepada anak ruang yang cukup luas untuk mengeksplorasi dan mengotak-atik benda di sekitarnya. Biarkan ia menemukan sesuatu dari usaha penjelajahannya dan mengotak-atik barang. Jangan jadikan rumah sebagai museum seakan-akan seisi rumah adalah barang berharga yang hanya boleh dipandang dan dikagumi dari jauh. Sebaliknya, jadikanlah rumah sebagai bengkel, tempat di mana anak membongkar, memasang, memreteli barang. Inilah makanan untuk memenuhi keingintahuannya. Selain mengeksplorasi, anak memenuhi keingintahuannya dengan cara bertanya. Saya mafhum tidak selalu kita memunyai waktu untuk menjawab dan tidak selalu waktunya tepat untuk anak bertanya. Namun sedapatnya berilah kesempatan dan kebebasan kepada anak untuk bertanya sebab sesungguhnya pertanyaan ialah bukti atau buah interaksinya dengan lingkungan. Karena ia mengamati sesuatu, maka timbullah pertanyaan; itu sebab ia bertanya sebab ia ingin memeroleh jawaban. Inilah makanan untuk memenuhi keingintahuannya dan inilah cara orangtua mengasuh anak secara mental. Jadi, tugas orangtua adalah memberi ruang kepada anak, mengawasinya dan menjawab pertanyaannya, seraya mengajukan pertanyaan kepadanya pula untuk merangsangnya bertanya. Inilah pengasuhan mental yang dibutuhkan anak. Makin anak besar, makin bertambah kompleks ruang jelajahnya dan temuannya. Di sinilah kita berperan untuk membimbingnya terutama dalam pemecahan masalah. Untuk menambah perkembangan mental, apakah anak perlu menerima rangsangan mental secara khusus dan ekstra? Jawabnya adalah boleh, asal tidak berlebihan. Boleh saja kita membelikannya mainan yang dapat merangsang pemikiran, secara khusus daya atau kemampuannya menyelesaikan masalah. Namun, janganlah berlebihan. Saya berpendapat, makin alamiah pertumbuhan anak, makin baik. Sebaliknya, makin dipercepat atau dirangsang, makin tidak sehat. Juga, jangan utamakan perkembangan mental di atas pertumbuhan aspek lainnya—emosional, sosial dan spiritual. Perkembangan mental yang dipaksakan melampaui kematangan pertumbuhan emosional, sosial, spiritual niscaya menimbulkan ketidakseimbangan dan dampak tidak sehat pada jiwa anak. Anak perlu berelasi, mengelola perasaannya dan mengembangkan perspektif rohani, bukan hanya berpikir.

Kebutuhan Emosional

Anak lahir membawa emosi atau perasaan, dan inilah yang membuatnya ingin merasakan dan mengekpresikan emosi. Itu sebab anak butuh merasakan kasih, berharga, bermanfaat, sekaligus mengekspresikan perasaannya, seperti kasih, marah, kecewa, sedih, dan tidak suka. Seyogianya orangtua memberi kebebasan kepada anak untuk merasakan dan mengekspresikan perasaan. Di dalam kebebasan inilah anak bersentuhan dengan hatinya dan belajar mengenali pelbagai perasaan. Dan, ini akan menjadikannya sebagai pribadi yang tersambung, di mana hati dan kepala menyatu. Ia tahu apa yang dirasakannya, mengapa ia merasakannya dan bagaimana mengekspresikannya. Sebagai orangtua kita mesti berhati-hati agar tidak tergesa-gesa melabelkan perasaan tertentu positif dan perasaan lainnya negatif. Marah, kecewa, sedih, tidak suka bukanlah perasaan negatif; perasaan adalah perasaan, bukan sesuatu yang positif atau negatif. Perasaan menjadi negatif tatkala meracuni diri sendiri atau orang lain. Sebagai contoh, mendendam adalah negatif karena meracuni diri atau orang lain; iri hati adalah negatif karena alasan yang sama. Namun marah itu sendiri bukanlah sesuatu yang negatif, kecuali bila dalam kemarahan kita menghina atau menghancurkan orang. Jadi, terpenting adalah anak belajar mengenali, merasakan, mengendalikan dan mengekspresikan perasaannya. Dan tugas orangtua ialah membimbing anak mengenali, merasakan dan mengekspresikan perasaannya.

Kebutuhan Sosial

Sesungguhnya begitu anak lahir, ia sudah terjun ke dalam lingkup sosial—hidup bersama orangtuanya. Dengan kata lain, interaksi orangtua dan anak adalah awal dan miniatur interaksi sosial anak. Itu sebab, makin kaya dan riil interaksi orangtua dan anak, makin siap anak untuk terjun ke dalam lingkup sosial yang lebih luas—gereja, sekolah, pekerjaan dan masyarakat di sekitar. Dalam mengasuh anak secara sosial, orangtua mengajarkan anak untuk mengenal dan mengamalkan prinsip ‘mengambil – memberi’ dan ‘keputusan – konsekuensi’, prinsip yang mendasari pergaulan dan pertemanan. Pergaulan yang sehat adalah pergaulan di mana kita bukan saja mengambil tetapi juga memberi. Dan, pergaulan yang sehat adalah pergaulan di mana kita menyadari dan siap menanggung dampak dari keputusan yang kita ambil pada sesama. Jadi, di satu pihak orangtua mesti mengalasi relasinya dengan anak atas dasar anugerah—kasih tanpa kondisi; di pihak lain, orangtua juga mesti menerapkan prinsip ‘mengambil - memberi’ dan ‘keputusan - konsekuensi’. Lewat bimbingan dan kadang disiplin anak belajar menerapkan kedua prinsip ini. Akhirnya anak pun belajar bahwa jika ia ingin diperhatikan, maka ia pun perlu memerhatikan sesama. Bila ia ingin menerima, ia mesti memberi. Ia pun belajar bahwa keputusan yang diambilnya berdampak, dan ia harus membayar harganya. Itu sebab, ia perlu berpikir matang sebelum bertindak.

Kebutuhan Spiritual

Dalam mengasuh anak secara spiritual, ada dua hal yang mesti menjadi fokus utama. Pertama adalah karakter. Galatia 5:22-23 memberi kepada kita penjabaran buah Roh, yaitu kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri. Inilah karakter yang mesti kita gali dan tumbuhkan. Kedua adalah keselamatan. Pemulihan hubungan dengan Tuhan lewat kematian Yesus Putra Allah adalah berita keselamatan yang anak perlu tahu dan imani. Dan pemulihan terjadi sewaktu kita bertobat—mengakui dosa dan memohon pengampunanTuhan. Inilah fokus pengasuhan spiritual yang membawa anak kedalam relasi yang riil dan hidup dengan Tuhan.