Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi di mana pun Anda berada, Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Acara ini diselenggarakan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) bekerja sama dengan radio kesayangan Anda ini. Saya Stella akan berbincang-bincang dengan Bapak Penginjil Sindunata Kurniawan, MK. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling keluarga. Perbincangan kami kali ini mengenai topik "Bebas dari Jerat Narkoba". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
St : Pak Sindu, menurut data statistik penyalahgunaan narkoba di Indonesia angkanya cukup tinggi yaitu sekitar 5,1 juta jiwa. Dan dikatakan juga bahwa 86 % dari pengguna tersebut berada pada usia produktif. Hal ini sangat memprihatinkan bagi bangsa Indonesia padahal jumlah pemudanya sangat banyak tetapi juga banyak yang akhirnya terjerat narkoba. Kalau tidak salah dengar ada usaha dari Badan Narkotika Nasional (BNN) untuk program penanganan narkoba ini ya, Pak ?
SK : Iya. Jadi ini memang kondisi yang sangat memprihatinkan, Bu Stella. Bersyukur pemerintah kita sudah menetapkan suatu program rehabilitasi bagi 100.000 pecandu narkoba.
St : Program seperti apa ini, Pak ?
SK : Kalau pecandu narkoba bersedia melaporkan atau menyerahkan diri ke kepolisian, mereka sama sekali tidak akan diproses sebagai tersangka, terdakwa, ataupun masuk penjara dan terkena hukuman pidana. Tapi mereka malah diperlakukan dengan baik, yaitu akan disalurkan ke tempat-tempat rehabilitasi dan dibiayai sepenuhnya oleh pemerintah sampai mereka bisa bersih dari kecanduan narkoba itu.
St : Sangat baik sekali usaha ini ya, Pak.
SK : Iya. Kondisi ini sangat mengenaskan. Saya ingat awal tahun 1980-an, istilah narkoba itu belum ada. Adanya istilah narkotika dan itupun masih banyak dipakai oleh kalangan minoritas, misalnya orang yang kaya raya. Tetapi tahun 1990-an sudah jelas lebih meluas, muncul istilah narkoba, NAPZA (Narkotika, Alkohol, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya). Memang yang populer narkoba. Bahkan ketika kita bicara narkoba, saya yakin semua pendengar sudah mengerti apa itu narkoba. Karena ini sudah menjadi istilah yang sudah terserap dalam masyarakat. Kenapa ? Saking banyaknya. Desa kota sudah tidak bisa dibedakan. Anak kecil pun sudah mengenal yang namanya narkoba.
St : Memang istilah yang sangat umum ya, Pak ?
SK : Betul. Ini menunjukkan tingkat keparahannya juga. Indonesia dikatakan sudah menjadi target utama dari para pengedar narkoba tingkat dunia.
St : Wow, sungguh menyedihkan. Bicara tentang narkoba mungkin perlu dikenali apa yang menjadi ciri-ciri pemakai narkoba sehingga keluarga bisa segera menangani hal ini. Kira-kira apa ciri-ciri pemakai narkoba, Pak ?
SK : Ciri yang pertama dapat dilihat pada perubahan rona wajah dan tampilan tubuh atau perubahan fisik. Banyak menguap padahal tidak mengantuk, mata merah, kulit pucat, kelopak mata terasa berat. Jadi kita lihat dulu dari perubahan fisik. Lalu kita bisa melihat dari perubahan sikap dan perilaku. Dulunya rajin sekolah, rajin beraktivitas yang positif, rajin bekerja, rajin mengerjakan sesuatu di rumahnya, kini menarik diri, bermalas-malasan, bahkan muncul perilaku-perilaku yang kasar, destruktif, yang tidak bertanggung jawab. Dulu berelasi, mau bertegur sapa dengan anggota keluarga dan teman-temannya, kini menarik diri, bahkan muncul teman-teman yang aneh atau mencurigakan bagi keluarganya. Perubahan-perubahan inilah yang perlu kita waspadai dan kenali sedari dini.
St : Jadi perubahannya ini semuanya cenderung negatif ?
SK : Betul, Bu Stella.
St : Selain perubahan-perubahan tersebut, bagaimana dengan segi emosinya, Pak ?
SK : Ada juga perubahan dari segi emosi. Mungkin sekarang menjadi orang yang kasar, temperamental, gampang marah, gampang memukul, gampang bicara kasar pada orang tua atau anggota keluarga, kalau sebelumnya tidak. Ada juga dia curiga tanpa alasan, menuduh tanpa alasan. Dan itu berulang-ulang kali. Istilahnya sudah masuk fase paranoid, bahasa prokemnya itu parno. Jadi muncul hal-hal yang sebenarnya mengarah kepada gangguan jiwa, akhirnya juga bisa muncul halusinasi – dia melihat atau mendengar, punya keyakinan yang salah misalnya "Ada orang yang mengejarku. Ada yang berniat jahat padaku." Padahal faktanya tidak ada. Inilah yang perlu kita deteksi sejak dini kalau ada hal-hal yang demikian.
St : Saya dengar narkoba ini memang berpengaruh terhadap emosi seseorang. Maksudnya dari zat tersebut memang secara biologis memengaruhi kerja otak.
SK : Iya, memengaruhi kerja otak.
St : Kemudian selain itu apakah ada perubahan-perubahan perilaku di rumah, berkaitan dengan kamarnya atau barang-barang di rumahnya ?
SK : Benar, Bu Stella. Mungkin kita bisa mencurigai ketika ada barang yang hilang. Awalnya sepele. Misalnya, "Uang di dompet kok berkurang ya ? Ah, mungkin saya salah menghitung." Tapi kok berulang-ulang ya. Uang di laci hilang, bahkan uang yang kita taruh di tempat yang aman juga hilang. Atau ada kerusakan-kerusakan. Barang hilang ternyata digadaikan atau dijual. Ini berarti semakin berat. Termasuk kamarnya terkunci, dulu terbuka dan masih bisa dimasuki. Kini terkunci rapat dan ketika kita memaksa masuk, ternyata kamarnya berisi barang-barang yang tidak lazim. Misalnya lintingan rokok, bau-bau aneh yang mungkin itu bau ganja, bau kemenyan, bau obat nyamuk, obat tetes mata, bedak – padahal dia laki-laki. Karena itu sebenarnya untuk menutupi penampilannya ya. Mata kering diberi tetes mata, bedak untuk menutupi supaya tidak terlalu pucat.
St : Oh, begitu ya ?
SK : Bau mulut tidak enak sehingga dia memakai hal-hal yang membuat mulut menjadi lebih harum. Padahal dulunya tidak. Ada perubahan seperti itu. Termasuk ada sedotan, silet, kaca cermin dan hal-hal apapun yang aneh, maka kita sudah perlu kenali kalau itu ada di kamarnya.
St : Apakah ini juga berpengaruh terhadap performanya di sekolah ?
SK : Iya, sangat berpengaruh. Prestasinya memburuk, sering membolos – termasuk di pekerjaannya. Dan sebagai tambahan, muncul orang-orang misterius yang datang ke rumah berkali-kali, ketika ditanya apa ada pesan dia kelihatan menutup diri. Ada tamu-tamu yang mengaku mencari anggota keluarga kita. atau ada telepon-telepon yang kalau diangkat berulangkali senyap. Jadi dia seperti hanya mau bicara dengan anggota keluarga kita itu dan tidak mau dikenal oleh anggota keluarga yang lain. Jadi inipun menjadi tanda-tanda yang perlu kita cermati.
St : Jadi menegangkan bagi seluruh anggota keluarga ya pak.
SK : Betul, betul.
St : Mungkin kalau yang bersangkutan ditanyai apakah dia akan mengakui bahwa itu temannya atau dia memang dicari atau bagaimana ?
SK : Tidak. Dia akan berbohong. Ciri yang lain dia akan suka berbohong, suka memanipulasi. Kita perlu melihat adakah konsistensi berbohong dan sikap manipulasi, misalnya agar dia dapat uang yang lebih banyak. Bila ada kehilangan maka ada pembelaan diri. Nah ini yang perlu kita cermati. Karena memang ditingkat yang parah, dia siap untuk menjual apa pun yang di rumah supaya dapat uang dan pakai narkoba itu.
St : Memang katanya awalnya pakai sedikit, makin lama makin banyak dan makin banyak.
SK : Betul. Ini tergantung dari tahapan pemakaiannya, Bu Stella.
St : Maksudnya ada tahapan-tahapan tertentu dalam hal ketergantungan ini ?
SK : Iya, ada beberapa tahap.
St : Apa saja tahapannya, Pak ?
SK : Tahap yang pertama adalah tahap eksperimen atau tahap coba-coba. Artinya dia hanya ingin memuaskan rasa ingin tahunya, khususnya kalangan SD - SMP – SMA. Dia ingin tahu apa narkoba itu, kok temannya memakai narkoba, dia ingin tahu. Jadi masih tahap awal, tahap eksperimen.
St : Setelah itu, Pak ?
SK : Tahap pemakaian sosial. Jadi dia lebih sering memakai narkoba untuk rekreasi atau untuk sosialisasi dengan temannya. Mungkin sedang galau jadinya dia pakai bersama teman-temannya. Dan dia masih bisa mengontrol pemakaiannya karena hanya sesekali. Mungkin seminggu maksimal dua kali pakai atau hanya sebulan sekali hanya untuk bersenang-senang.
St : Jadi di tahap eksperimen dan tahap sosial, orang yang memakai narkoba masih bisa mengontrol dan belum sampai pada kecanduan yang parah ya, Pak ?
SK : Betul, belum sampai level kecanduan.
St : Oke. Setelah itu apa lagi tahapannya ?
SK : Tahap yang ketiga yaitu tahap masalah awal dimana dia sudah benar-benar memakai narkoba dengan lebih teratur dan mulai terasa memengaruhi kehidupan sosialnya yang tadi itu. Yang rajin bersekolah menjadi tidak rajin lagi, biasanya bertanggungjawab menjadi tidak bertanggung jawab, sering membolos dan memengaruhi kinerjanya. Inilah tahap masalah awal.
St : Jadi di tahap ini mulai semakin serius ya, Pak ?
SK : Betul.
St : Kemudian tahap apa lagi, Pak ?
SK : Tahap terakhir atau tahap keempat adalah tahap kecanduan yang parah. Di tahap ini pemakai narkoba hanya bisa hidup dan memertahankan hidupnya kalau dia memakai narkoba sehingga dia berani cuek. Dia tidak peduli dengan keluarganya, tidak peduli dengan orang yang dia kasihi, bahkan dia bersedia melakukan tindakan kriminal, mencuri, berbohong, korupsi, menjual diri, menjadi seorang pelacur, ataupun menjadi pengedar demi bisa mendapatkan narkoba yang sudah sangat dibutuhkannya itu.
St : Jadi di tahap mana seseorang perlu yang namanya rehabilitasi ?
SK : Rehabilitasi terutama pada tahap ketiga, dimana dia sudah mengalami masalah awal.
St : Apalagi tahap keempat itu sudah pasti butuh rehabilitasi ya, Pak ?
SK : Sudah pasti.
St : Biasanya bagaimana reaksi keluarga ketika mengetahui ada anggota keluarganya atau anaknya memakai narkoba ?
SK : Pada umumnya reaksinya adalah marah. Memarah-marahi, memaki-maki, menyalah-nyalahkan. Tapi itu malah memunculkan masalah tambahan. Sebagian malahan menjadi-jadi karena merasa tidak dimengerti. "Aku kok tidak dimengerti ? Padahal aku pakai ini karena aku kurang diperhatikan." Atau karena dia punya masalah tertentu yang tidak pernah terungkap ke anggota keluarga yang lain karena tertutup dan rasa tidak aman, sehingga mekanisme pelariannya adalah coba-coba atau bereksperimen ataupun sampai tahap berikutnya memakai narkoba. Jadi ini reaksi spontan. Marah-marah tapi sesungguhnya umumnya tidak memberi solusi malah bisa memperparah kondisi si pemakai.
St : Iya. Saya pernah dengar juga ada teman saya yang pakai narkoba, lalu karena dia dimarahi, dia malah tidak pernah pulang ke rumahnya, Pak.
SK : Iya. Memang untuk hal ini sebaiknya ya – oke kita pasti terkejut dan marah – tapi segeralah mengontrol kemarahan ini dan kita mulai membangun percakapan yang baik dengan anggota keluarga kita ini.
St : Maksudnya kita berusaha mengerti bahwa dia ini bermasalah dan punya pergumulan tertentu, Pak.
SK : Benar. Jadi kita cari akar masalah atau latar belakangnya. Ini yang perlu ditembak. Bukan menembak perilaku memakai narkobanya. Ini ‘kan sebab dan akibat. Nah, sebab inilah yang perlu digali. Maka dalam hal ini jika kita kalap atau kesulitan, tidak apa-apa. Carilah pihak ketiga. Datanglah ke konselor, hamba Tuhan, atau orang yang cukup dewasa untuk menengahi atau memediasi kita dengan anggota keluarga yang mulai terjerat narkoba itu.
St : Tapi kalau seperti itu bisa dibilang kita jadi malu, Pak ? Karena orang lain jadi tahu masalah kita.
SK : Iya ya. Memang rasa malu ini yang kuat ya. Tapi memang kita perlu berpikir bahwa rasa malu malah membuat kita makin menutupi masalah dan kalau tidak pas malah makin memperburuk masalah karena kita tidak mampu mengatasinya ‘kan ? Maka daripada kita memperbesar masalah dan itu berarti juga memperbesar rasa malu, kenapa tidak kita mencari pertolongan ? Tentunya ke pihak-pihak yang memang cukup dewasa untuk bisa menyimpan masalah ini, tidak mengeksposenya.
St : Jadi kita perlu datang ke orang-orang yang memang kita tahu mereka ini bisa dipercaya dan bisa menjaga rahasia kita.
SK : Betul. Makanya kita pilih orang yang tepat.
St : Kemudian apakah juga perlu keluarga membujuk pemakai narkoba ini untuk mau direhabilitasi ?
SK : Iya. Ketika kita melihat bahwa proses ini – seperti model mediasi atau pendekatan itu kurang bisa menolong dia untuk mengontrol diri dan dia tetap memakai – tidak apa-apa, rehab itu pilihan yang sehat. Istilah lainnya adalah rawat inap.
St : Iya. Karena saya tahu juga bahwa dampak narkoba ini cenderung permanen, misalnya pada otak. Tidak hanya emosi tapi juga mungkin IQ-nya. Dan juga menyebabkan kelumpuhan-kelumpuhan lain yang membuat masa depannya jadi suram dan lebih baik ya direhabilitasi saja. Begitu ya, Pak ?
SK : Betul. Karena ini juga menyangkut masalah medis. Cukup umum bahwa si pemakai itu sudah mulai ada kesadaran tetapi kehendak atau kemauan untuk konsisten itu tidak semudah membalikkan telapak tangan, sehingga membutuhkan kondisi sosial. Rawat inap atau rehabilitasi itu pilihan yang sangat tepat.
St : Biasanya rehabilitasi itu berapa lama, Pak ?
SK : Minimal 3 atau 6 bulan. Setiap tempat rehab sudah ada batasan waktu minimal dan batasan waktu itu sudah diatur oleh Kementerian Sosial. Jadi sudah ada standar nasional. Kita bisa memercayai program yang sudah ada di tempat-tempat rehab ini.
St : Biasanya ada tahapan apa dalam rehabilitasi ini ?
SK : Tahap pertama itu tahap rehabilitasi medis, Bu Stella. Masa detoksifikasi, dari kata toxin yang artinya racun, sehingga detoksifikasi itu pembuangan racun. Biasanya ini masa yang cukup singkat, masa 3-4 hari atau sampai 1 minggu. Secara kebergantungan medis, fisiologi tubuh ini bersih. Itu tahap yang lebih mudah dan biasanya si pasien rehab akan diberi bantuan obat-obatan untuk mengurangi kesakitannya atau sakaunya itu seketika dia tidak pakai narkoba. Tubuhnya ‘kan sakit jika tidak pakai narkoba, maka ada obat dalam dosis yang terukur untuk menahan rasa sakit. Intinya dalam 7 hari detox itu sudah selesai.
St : Jadi ini seperti membersihkan kembali tubuhnya supaya tidak ada kebergantungan lagi, begitu ?
SK : Betul. Tetapi ini tahap yang pertama, Bu Stella.
St : Oh, oke. Lalu tahap apa lagi, Pak ?
SK : Tahap yang kedua adalah tahap rehabilitasi nonmedis. Disini adalah tahap dimana dia mulai direkonstruksi, diterapi untuk aspek-aspek jiwa, psikis, emosinya, aspek-aspek tentang keyakinan-keyakinan dirinya yang nonmedis. Maka akan ada psikoterapi, dia akan menjalani konseling, pembinaan spiritual ataupun langkah-langkah yang ada di dalam terapi kelompok.
St : Apakah yang perlu ikut terapi ini hanya pecandunya saja, penggunanya atau memang keluarga pun sebenarnya perlu, Pak ?
SK : Memang sangat baik jika keluarga bisa menjalani terapi keluarga, tepat seperti yang ditanyakan Bu Stella. Karena pemakai ini, dia memakai narkoba sebenarnya produk dari sistem keluarga. Jadi kita perlu lihat keluarga sebagai suatu sistem yang saling memengaruhi. Kenapa ada pemakai ? Dia tidak memakai begitu saja. Ada latar belakang keluarga, ada sistem keluarga. Maka terapi keluarga atau konseling keluarga sangat dibutuhkan. Karena kalaupun nanti dia kembali ke keluarganya sementara keluarganya dalam sistem yang sama, artinya ada celah atau masalah-masalah yang tidak berubah, maka dia bisa kambuh lagi. Karena keluarganya belum dalam kondisi yang cukup sehat.
St : Jadi yang perlu "disembuhkan" tidak hanya penggunanya saja tetapi juga seluruh keluarga ?
SK : Betul ! Orang tua, anak-anak, atau saudara dari pemakai narkoba juga sangat vital untuk menjalani konseling atau terapi keluarga.
St : Setelah tahapan rehabilitasi detoks dan nonmedis tadi apakah ada tahap lanjutan, Pak ?
SK : Ya. Tahap yang ketiga adalah tahap aftercare atau bina lanjut. Memang di tahap yang kedua yaitu rehabilitasi nonmedis juga selain psikoterapi, konseling mendalam, terapi kelompok, maka pembinaan rohani, juga ada pembinaan vokasi. Artinya melatih rasa tanggung jawab hidup. Di tahap bina lanjut ini dikembangkan minat dan bakatnya untuk mengisi keseharian hidup yang bermakna. Kalau sekolahnya terputus maka dilanjutkan kembali, atau dia kembali bekerja tapi dibawah pengawasan. Bina lanjut ini biasanya dia sudah meninggalkan tempat rehab tetapi dia mengunjungi tempat terdekat di kota tempat tinggalnya untuk dibina lebih lanjut. Istilahnya rawat jalan, plus ada psikoterapi atau terapi kelompok yang ada kelompok pendukung di dalamnya.
St : Berarti rehabilitasi ini sangat baik bagi para pecandu sehingga mereka tidak hanya sekadar dibersihkan, disembuhkan, tetapi mereka juga diperlengkapi untuk bisa menghadapi hidup mereka selanjutnya.
SK : Betul. Makanya berkembang istilah NA (Narcotics Anonymous) yang adalah kelompok pendukung yang terdiri dari para mantan pecandu narkoba. Mereka berkumpul sekitar 10-12 orang, biasanya 2 minggu sekali bertemu. Sayangnya NA masih ada di kota-kota besar tertentu saja. Tetapi kalau ada ya dicari lewat tempat rehab atau lewat psikiater. Biasanya mereka punya jaringannya. Ikutlah. Kalau belum ada, ketika kembali ke kota asalnya, dengan koordinasi psikiater yang mendukung rawat jalan bisa memulai ada kelompok NA ini. Karena ini akan menolong, mereka saling mengingatkan dan saling meneguhkan, termasuk melanjutkan proses rehabilitasi nonmedis itu melalui kelompok NA ini.
St : Tapi ada juga beberapa orang yang mengatakan bahwa setelah direhabilitasi ada yang menjadi pecandu lagi, Pak.
SK : Betul. Saya dapatkan datanya bisa 2-3 kali demikian. Karena rehab medis itu mudah. Yang sulit itu rehab nonmedis. Karena ada pola pikir, pola emosi, pola keyakinan yang seperti sekian tahun mendarah daging. Ada masalah, lari ke obat. Setiap ada masalah, dia lari ke obat. Bagaimana agar tidak lari ke obat ketika ada masalah itu yang butuh proses. Makanya ketika dia kembali ke kota asal, sangat penting ada kelompok pendukung. Dia harus bisa meninggalkan komunitas awalnya.
St : Jadi teman-teman pecandunya itu ?
SK : Iya. Dia harus bisa hindari. Kadang pilihan untuk meninggalkan kota asalnya ke kota yang lain kadang perlu diambil. Tapi sejalan dengan itu intinya harus ada kelompok pendukung. Kalau itu keluarga dan juga teman-teman. Ada kelompok rohani, ada kelompok NA, dan dia juga perlu terus menjalani proses konseling pribadi ataupun lewat NA tadi atau lewat terapi kelompok. Ini akan menolong dia untuk lebih berani meninggalkan bayang-bayang masa lalu ketika ada yang namanya sugesti dari tempat-tempat yang dia biasa pakai narkoba ini, akan lebih teratasi kalau ada kelompok pertanggungjawaban. Baik kepada psikiater, psikolog, konselor, ataupun kelompok pendukung atau NA. Jadi sekali lagi ini bukan pekerjaan sederhana, Bu Stella. Ini pekerjaan yang berlapis-lapis dan perlu kerjasama serta dukungan. Saya bicara ini konteksnya baik pecandu narkoba jangan menyederhanakan, "Oh, aku sudah keluar rehab berarti sudah beres, tidak akan kambuh", atau keluarga "Oh, aku ‘kan berani bayar mahal ke psikolog, psikiater, konselor dan tempat rehab. Pasti beres". Tidak ! Keluarga perlu mendukung.
St : Sampai kapan siklus seperti ini perlu terus dilakukan ?
SK : Tentunya sejalan tahun demi tahun kekuatan jiwanya akan bertambah. Kemampuannya untuk mengolah hidup mengatasi masalah bertambah, dan kebermaknaan hidup dari hal-hal positif bertambah, maka itu akan menjadi banteng baginya untuk keluar dari godaan narkoba masa lalunya ini. Ini sejalan dengan proses pertumbuhan yang tadi saya sebutkan. Mungkin untuk orang yang benar-benar bersih dan cukup aman minimal 3 tahun dari sejak dia keluar dan menjalani proses komunitas atau keluarga dan kelompok pendukung.
St : Tiga tahun dengan cara intensif ya, Pak ?
SK : Iya. Secara berkelanjutan. Dan setelah itupun dia tetap butuh komunitas. Supaya dia punya jaring-jaring pertanggungjawaban dan dukungan sosial, ditambah dengan hal-hal yang bermakna yang bisa dilakukannya. Jadi bukan berarti setelah itu dia hidup seorang diri ya, itu malah membuatnya rentan lagi. Jadi komunitas itu menjadi gaya hidupnya. Hidup dalam pertanggungjawaban, hidup dalam bekerja dan beraktivitas positif, itu harus jadi gaya hidupnya. Karena dia memakai narkoba juga produk dari gaya hidup yang tidak beres, gaya hidup yang bermasalah.
St : Apakah ada ayat yang mendukung perbincangan kita hari ini, Pak ?
SK : Saya bacakan dari Kitab Pengkhotbah 12:1, "Ingatlah akan penciptamu pada masa mudamu sebelum tiba hari-hari yang malang dan mendekat, tahun-tahun yang kau katakan tak ada kesenangan bagiku di dalamnya." Firman Tuhan ini mengingatkan kita yang mungkin sedang pakai narkoba: Ingat, kenikmatan ini hanya sesaat. Bahkan semakin lama akan menghancurkan hidup kita. Ingatlah Tuhan. Mungkin kita sedang menjalani rehab di tempat rehabilitasi atau menjalani aftercare, ingat kembali: Tuhan ada di dalam hidup kita. Libatkan Tuhan, libatkan komunitas.
St : Kiranya ini juga menjadi penghiburan bagi keluarga ya, pak, bahwa ada Tuhan yang menjaga. Dan kalau kita bergantung pada Tuhan, Tuhan yang akan memampukan kita.
SK : Amin.
St : Terima kasih, Pak Sindu. Para pendengar sekalian, terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Penginjil Sindunata Kurniawan, MK. dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Bebas dari Jerat Narkoba". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org. Kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan, serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa dalam acara TELAGA yang akan datang.