Anak dan Televisi

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T066A
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 

Banyak pengaruh atau dampak yang muncul akibat adanya televisi. Baik itu berdampak positif maupun berdampak negatif khususnya bagi anak-anak.

Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Kehadiran televisi dan acara-acaranya itu pasti membawa dampak dan pengaruh pada anak, khususnya anak-anak yang masih di bawah usia 10 atau 9 tahun. Pada saat ini kita perlu sedikit memeriksa apa dampak televisi pada anak-anak. Untuk memulai hal itu, kita perlu melihat siapakah dan apakah keadaan anak, terutama yang berusia di bawah 10 atau 9 tahun tadi.

  1. Pertama yang harus kita ketahui adalah anak-anak pada usia-usia segitu berada pada tahap pemikiran yang konkret, mereka belum mampu berpikir dengan abstrak. Pada usia-usia ini anak-anak belum bisa memisahkan yang fiksi dari yang realitas.
    Contoh-contoh tentang anak-anak belum bisa membedakan yang fiksi dan yang riil:

    1. Dalam film ada anak yang diculik, anak ini mudah sekali mempunyai anggapan bahwa penculikan itu terjadi di mana-mana, bahwa anak-anak kecil itu korban penculikan, jadi dia senantiasa harus berhati-hati.

    2. Anak-anak ikut-ikutan orangtua menonton sinetron, misalnya kisah perselingkuhan, anak kecil bisa mengembangkan pikiran bahwa semua pria itu tidak setia pada istrinya, atau dia juga mengembangkan pikiran bahwa papanya juga salah seorang kandidat ketidaksetiaan.

    3. Kehidupan para tokoh di sinetron yang super mewah, nah anggapan si anak kalau tidak hati-hati adalah nanti kalau saya sudah besar saya pun akan kaya seperti itu.

  2. Kedua, anak-anak ini berada pada tahap pembentukan moralitas. Prinsip di sini adalah apa yang dilakukan pahlawannya adalah apa yang benar. Pada saat pembentukan moralitas inilah si anak mulai menentukan apa yang benar, apa yang salah.
    Dalam rangka pembentukan moralitasnya, anak menganggap apa yang dilakukan oleh pahlawannya itu selalu benar. Contoh konkret misalnya:

    1. Kalau pahlawannya itu menembak atau membunuh atas nama kebenaran, si anak akan senang sekali. Tanpa disadari si anak mempunyai suatu nilai atau moralitas bahwa selama kita membunuh penjahat itu adalah tindakan yang benar.

    2. Menghancurkan musuh itu tidak salah malah seolah-olah dianjurkan. Misalnya dalam film Rambo, anak-anak akan mempunyai pikiran tidak apa-apa asal kita berada di pihak yang benar.

    3. Di fim-film kecenderungan ditonjolkan bahwa orang miskin selalu berada di pihak yang dirugikan atau menjadi pihak yang benar, sedangkan seorang kaya selalu di pihak yang salah. Padahal dalam kehidupan tidaklah selalu demikian, kalau tidak hati-hati anak-anak mulai mengembangkan pikiran bahwa orang kaya itu jahat, orang kaya itu suka menghina dan menekan orang miskin. Dsb.

Kuncinya terletak pada setiap orangtua: Bagaimana kita mengatur waktu kapan boleh atau tidak boleh menonton televisi, serta memberikan pengarahan dsb. Saran saya adalah orangtua duduk bersama anak-anak waktu menonton acara anak- anak sehingga kita mempunyai gambaran kira-kira apa sih yang ditonton. Secara keseluruhan banyak manfaat yang televisi berikan, asal kita sortir acaranya dan kita bimbing anak-anak kita.

Filipi 4:8, "Jadi akhirnya saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu." Tuhan menginginkan kita memasukkan hal yang baik, yang indah ke dalam pikiran kita, jangan sampai kita mengotori pikiran kita. Maka kita yang harus melindungi anak-anak kita dari pikiran-pikiran yang bisa mencemari mereka. Baik seks yang terlalu dini, film yang terlalu menegangkan, atau kisah kehidupan yang tidak riil sama sekali, semua itu perlu anak-anak kita sadari dan ditangkal olehnya sehingga tidak menyerapnya dan membabi buta. Memang semakin lama semakin sulit dilakukan, tetapi tanpa seleksi itu akan lebih sulit untuk memperbaiki kehidupan anak itu.