Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari LBKK (Lembaga Bina Keluarga Kristn), bersama Ibu Esther Tjahja dan juga Bp.
Pdt. Dr. Paul Gunadi akan menemani Anda dalam perbincangan yang pasti menarik dan bermanfaat. Perbincangan kali ini merupakan kelanjutan perbincangan kami beberapa waktu yang lalu yang mengambil tema Amsal untuk keluarga.
Jadi perlu Anda ketahui bahwa secara berkala kami akan berbincang-bincang seputar prinsip-prinsip Alkitab yang tentunya sangat penting untuk kita ketahui di dalam kehidupan kita membangun keluarga Kristen. Dan untuk mengingat kembali yang sudah pernah kita bicarakan beberapa waktu yang lalu mungkin saya akan tanyakan kepada Pak Paul. Pak Paul kitab Amsal yang begitu indah, yang sangat menarik untuk dibaca karena banyak petuah-petuahnya itu, sejauh mana relevansinya dalam kehidupan keluarga kita saat ini?
PG : Pak Gunawan, ternyata begitu banyak mutiara-mutiara dari kitab Amsal yang sangat relevan dalam kehidupan kita. Misalkan sebagaimana telah kita bahas pada kesempatan yang lalu firman Tuhan menegaskan bahwa takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan atau awal dari hikmat. Dan kita bahas bahwa orang yang takut akan Tuhan adalah orang yang mengundang respek dari pasangannya atau dari anak-anaknya. Dan respek ini sendiri berpengaruh sangat besar dalam kehidupan berkeluarga karena respeklah orang tidak akan melewati batas sewaktu bertengkar, karena respeklah orang akan lebih siap untuk mendengarkan masukan dari pasangannya dan sebagainya. Kita juga telah belajar bahwa kita harus mendengarkan, firman Tuhan yang berkata kalau kita memberi jawab sebelum mendengar itu adalah kebodohan dan kecelaan. Jadi mendengarkan juga mempunyai pengaruh yang luar biasa terhadap pertengkaran, karena dengan didengarkan kita tidak terlalu merasa marah, karena didengarkan anak akan merasakan bahwa penjelasannya itu penting, dianggap penting oleh orang tuanya sehingga dia merasakan orang tua lebih mau untuk bersimpati dengannya, tidak semena-mena terhadapnya. Dan juga kita telah belajar pentingnya menggunakan kata-kata yang tepat dan menguasai emosi sebab kita melihat kata-kata yang kurang tepat memperburuk masalah. Masalahnya sendiri belum selesai terus menggunakan kata-kata yang tidak tepat dan diselimuti emosi yang berapi-api atau yang tinggi, akhirnya masalah bukannya makin mengecil malah makin membesar. Dan firman Tuhan juga meminta kita menikmati istri masa muda kita artinya cicipilah, nikmatilah tubuh pasangan kita. Itu adalah fondasi juga, itu adalah suatu berkat yang akan membawa banyak bunga dalam hubungan kita dengan suami atau istri.
GS : Nah Pak Paul, kalau pada kesempatan yang lalu kita membicarakan Amsal ini dalam hubungan kita dengan Tuhan dan dengan pasangan kita, apakah ada bagian Amsal yang penting untuk kita ketahui untuk pembangunan diri kita sendiri?
PG : Ada juga Pak Gunawan, Amsal 15:13 berkata: "Hati yang gembira membuat muka berseri-seri, tetapi kepedihan hati mematahkan semangat." Saya kira yang saya bisa timba dari aya ini adalah bersikaplah positif, sebab hati yang gembira menurut saya merupakan suatu tanda bahwa kita itu bersikap positif dalam hidup ini.
Kita bukan orang yang berpikiran negatif, selalu melihat kejelekan dan kekurangan, tidak bisa secara optimis melihat bahwa akan ada harapan, bahwa Tuhan bekerja dalam segala sesuatu. Kita bisa berserah karena tahu bahwa Tuhan tidak meninggalkan kita. Nah orang yang berpikiran atau bersikap positif akan nampak cerah dan kecerahan itu akan mengundang reaksi yang menyenangkan dari orang lain. Kita senang berada di dekat orang yang cerah, kadangkala bukankah anak-anak kita agak enggan dekat-dekat dengan kita karena melihat wajah kita yang kusut. Istri kita belum apa-apa sudah menjauhkan diri dari kita karena wajah kita sudah begitu suram, nanti takut kita akan marah atau tersinggung atau meledak. Jadi sekali lagi sikap yang positif terhadap hidup ini adalah modal yang sangat besar.
ET : Luar biasa kalau penulis Amsal yaitu raja Salomo sudah menemukan rahasia ini. Jadi kalau belakangan ini orang-orang sering membaca buku-buku tentang berpikir positif sepertinya itu hal ang baru, sebenarnya konsep ini sudah ditemukan bahkan ribuan tahun yang lalu sebelum orang-orang, sebelum Norman Vincent Peale muncul konsep ini sudah dilemparkan terlebih dahulu.
PG : Jadi sekali lagi semua terpulang dari hati kita, apa yang ada dalam hati kita. Jadi hati yang gembira dalamnya itu memang menyenangkan, dalamnya itu bersih, akan keluar jugalah hal-hal ang bersih, membuat wajah kita berseri-seri.
Tapi kepedihan hati akan mematahkan semangat, membuat kita tidak ada lagi motivasi jadi enggan melakukan apa-apa, pasif. Jadi sekali lagi hati yang gembira merupakan modal yang besar dalam keluarga kita pula.
GS : Tapi di dalam realita kehidupan ini kadang-kadang orang harus mengalami kepedihan hati itu secara nyata. Apakah dia harus berpura-pura untuk tidak menyatakan kepedihan hatinya tetapi senyum-senyum padahal hatinya hancur, Pak Paul?
PG : Saya kira kalau kita memang sedang mengalami peristiwa yang menyedihkan dan kita sedih itu reaksi yang alamiah. Sebab saya kira sangat aneh sekali kalau misalkan waktu kematian orang tu kita, tapi kita tertawa terbahak-bahak kesenangan, saya kira yang lebih alamiah justru adalah kita meratapi kematian mereka.
Dan itu adalah hal yang normal dan hal yang sangat manusiawi. Yang dipentingkan di sini saya kira adalah sikap positif, boleh lewati dukacita itu tidak apa-apa, namun setelah melewatinya ya sudah, kita kembali hidup lagi, kita melihat hidup lagi secara positif. Bahwa tidak selalu hidup ini dipenuhi dengan hal-hal yang buruk, tetap ada yang baik bahwa Tuhan tetap bekerja dalam segalanya.
(1) GS : Tapi masalahnya bagaimana seseorang itu bisa mendapatkan hati yang gembira, yang berpikiran positif dan sebagainya?
PG : Saya kira intinya adalah hati gembira bukan karena dibuat oleh kondisi dari luar, saya kira kondisi dari luar itu memang fluktuatif, turun naik tidak selalu membuat kita merasa senang. api hati yang positif adalah artinya hati yang tidak menyerah begitu saja oleh keadaan, jadi tetap mempunyai semangat untuk hidup, tahu bahwa Tuhan akan menolong dan Tuhan tidak meninggalkan kita.
Jadi salah satu caranya adalah memang benar-benar berserah kepada Tuhan bahwa Tuhan akan membukakan jalan, bahwa ini bukanlah segalanya. Nah orang yang memang menambatkan hatinya terlalu besar pada hal-hal tertentu, waktu kehilangan hal itu akan sangat terluka. Jadi harus belajar juga melatih hidup untuk tidak terlalu mencengkeram yang kita miliki. Waktu kita kehilangan, kita harus bisa menerimanya dengan hati yang lebih lapang.
GS : Mungkin orang bisa berkata Salomo adalah seorang raja, segalanya tersedia dengan cukup dan istrinya banyak. Dia bisa bicara seperti itu, tetapi kehidupan nyata sekarang ini apakah masih memungkinkan seseorang itu mengaplikasikan kebenaran firman Tuhan dalam kehidupan sehari-hari?
PG : Saya kira bisa sebab Tuhan adil, Pak Gunawan, ternyata kebahagiaan orang atau kegembiraan orang itu tidak selalu ditimbulkan oleh kondisinya, oleh hal-hal yang dinikmatinya dalam hidup.Salomo pasti mempunyai kebahagiaannya dari kemewahan yang dimiliki dan sebagainya, tapi saya kira orang yang misalkan miskin dari tingkatan sosial ekonomi yang rendah tetap mempunyai kegembiraannya.
Bukankah kalau kita melihat rakyat jelata yang menari, berjoget, yang bisa bercanda yang bisa (ET : Bisa tidur nyenyak) tidur nyenyak pada malam hari tidak memikirkan dolar naiknya sampai berapa, mempunyai porsinya sendiri untuk tetap mempunyai hati yang gembira. Jadi hati yang gembira sekali lagi muncul dari dalam, dari dalam pengertiannya puas dengan yang telah dia terima, dengan apa yang Tuhan berikan kepadanya, jangan terlalu menuntut karena rasa tidak puas itu justru menimbulkan banyak kepahitan dalam dirinya.
ET : Sepertinya kalau dikaitkan dengan pembicaraan kita yang lalu tentang Amsal untuk keluarga, kembali lagi ya Pak Paul bahwa rasa takut akan Tuhan itu yang menjadi porosnya. Kemudian dari asil kehidupan yang takut akan Tuhan ini akan terpancar menjadi hati yang gembira, menjadi muka yang berseri-seri.
PG : Betul, betul sekali Bu Esther.
GS : Sisi yang lain dalam Amsal apa Pak Paul?
PG : Dalam kaitan dengan diri sendiri ya, Pak Gunawan, tentang hidup benar yang diambil dari Amsal 20:7 "Orang benar yang bersih kelakuannya berbahagialah keturunannya". Ayat in luar biasa indahnya Pak Gunawan, bukankah kita malu menyebut-nyebut orang tua kita kalau orang tua kita hidupnya tidak bersih.
Tapi kita akan bangga menceritakan orang tua kita kalau hidup mereka bersih dan sekali lagi ini berkaitan dengan takut akan Tuhan tadi, orang yang hidup bersih akan mengundang respek, kekaguman dari anaknya, dari istrinya dan dari suaminya. Dan juga kalau kita hidup bersih kita tahu bahwa setidak-tidaknya kita bermotivasi baik, kita tidak selalu melakukan tindakan yang tepat itu harus kita sadari dan akui. Saya juga tidak selalu melakukan segalanya dengan tepat, tapi setidak-tidaknya kita bisa berkata kita melakukannya dengan hati yang bersih, tidak ada keculasan, tidak ada niat untuk mencelakakan orang, tidak ada niat untuk menjatuhkan orang lain. Nah bukankah keyakinan bahwa kita berhati bersih, kita melakukannya dengan niat yang baik, itu menjadi pegangan yang bisa menuntut kita dalam hidup berkeluarga ini. Saya mau tekankan bahwa kebersihan hati dan kelakuan kita itu penting sekali.
GS : Tetapi kenapa di sini dikatakan yang berbahagia keturunannya dan dirinya sendiri itu tidak disinggung Pak Paul, jadi yang dikhawatirkan keturunannya bahagia tapi dia sendiri menderita karena hidup dalam kebenaran itu.
PG : Kemungkinan kalau keturunannya berbahagia dia pun berbahagia, kemungkinan yang paling besar adalah orang-orang rumahnya bangga dengan dia karena dia telah hidup lurus dan bersih. Sehinga orang-orang rumahnya itu tidak merasa malu dan kalau orang rumahnya bangga dengan dia saya hampir pastikan dia juga sangat bangga, diapun senang dengan kehidupannya.
GS : Walaupun di dalam penderitaannya Pak Paul, sering kali (PG : Walaupun dia menderita, betul ) ada kepala keluarga yang kasarnya itu mengorbankan dirinya supaya keluarganya bahagia, tapi dia sendiri sebenarnya tidak merasakan kebahagiaan itu.
PG : Kalau sampai itu terjadi saya kira sangat disayangkan, dia telah hidup bersih, anak cucunya bangga tapi dianya sendiri tidak bangga. Saya berharap kalau kita hidup tulus, hidup bersih bkan saja anak cucu kita bahagia dan bangga, kita pun seharusnya juga bangga karena kita telah mencoba menaati Tuhan dengan hati yang tulus.
ET : Kalau saya lihat justru kadang-kadang sebaliknya, Pak Gunawan. Maksudnya orang yang sungguh-sungguh ingin hidup bersih tapi tidak didukung oleh sekelilingnya. Oleh keluarganya mungkin danggap sebagai suami yang bodoh, dianggap sebagai ayah yang tidak bisa membahagiakan anak, karena dengan kebersihannya ya mungkin makannya terbatas, kehidupannya begitu sederhana.
PG : Betul, jadi itu bisa terjadi juga ya, ada orang yang akhirnya mencela ayah atau ibunya karena hidup mereka bersih dan kehidupan mereka yang bersih itu membuat mereka susah. Namun ini teap harus saya akui bahwa orang yang mencela pada saat itu di kemudian hari waktu menengok ke belakang, tetap akan berkata saya menghormati orang tua saya karena hidup mereka bersih.
Jadi tetap mereka akan melihat orang tua sebagai suri tauladan yang patut mereka contoh, meskipun mereka mengeluh karena hidup dalam kesusahan namun dalam lubuk hati terdalam tetap angkat topi dengan orang tua yang hidupnya begitu bersih.
GS : Banyak orang mengatakan sudah berusaha untuk hidup benar, untuk hidup bersih tetapi lingkungannya tidak, lingkungan kerjanya atau masyarakat di sekelilingnya itu tidak memberi peluang untuk dia itu hidup seperti itu, Pak Paul.
PG : Setiap kita harus bergumul, harus bergumul saya kira tidak ada jalan pintas ya. Jadi lingkungan memang bisa menjerumuskan kita, menekan kita untuk berdosa tapi kita tahu itu salah dan kta mau takut kepada Tuhan.
Nah pada simpul itulah kita akhirnya harus bergumul, yang manakah yang harus kita ikuti dan saya menyadari kita manusia kadang-kadang bisa lemah jadi kita tidak selalu kuat. Adakalanya kita jatuh dan menuruti yang dipaksakan oleh lingkungan kita, tapi tetap himbauan firman Tuhan adalah bersihkanlah kelakuan kita sehingga anak cucu kita akan berbahagia dan bangga.
(2) GS : Saya rasa itu suatu warisan yang sangat berharga sekali untuk anak cucu, (PG : Betul) kalau kita tinggalkan teladan yang begitu baik. Nah di dalam relasi atau di dalam kehidupan kita sehari-hari kita juga tidak sendirian. Kita bergaul, bekerja bersama-sama dengan lawan jenis kita, dalam hal ini Amsal bicara apa Pak Paul?
PG : Amsal 5:8 berkata: "Jauhkanlah jalanmu daripada dia dan janganlah menghampiri pintu rumahnya." Dia di sini mengacu pada perempuan yang tidak benar, jadi dengan kata lain fiman Tuhan meminta kita untuk berhati-hati, berjaga-jaga jangan malahan kita menghampiri dosa, itu intinya.
Dalam pergaulan dengan lawan jenis, firman Tuhan memang sangat teliti meminta kita untuk berhati-hati. Salah satu dosa yang sering kali juga diungkapkan dalam firman Tuhan adalah dosa seksual, nah ini sekali lagi berkaitan dengan bagaimanakah kita bersikap dengan lawan jenis. Orang yang tidak berhati-hati, yang tidak menjaga jarak akan mudah terjerumus.
ET : Kalau dikatakan jangan menghampiri pintu rumahnya. Kalau belakangan beberapa waktu terakhir ini yang saya sering mendengar pergumulan, para bapak-bapak yang sering tugas keluar kota merka tidak menghampiri tetapi kamar hotelnya yang dihampiri.
Nah itu bagaimana Pak Paul?
PG : Saya kira tetap menolak dan sebisanya memang hindarilah. Ada seorang kawan saya seorang eksekutif, kemanapun dia pergi keluar kota dia bawa sopirnya dan dia minta sopirnya tidur sekamardengan dia.
Jadi sekali lagi itu langkah preventif, dia tahu dia manusia bisa jatuh kapan saja, daripada dia akhirnya membuka peluang tersebut, dia menutup peluang itu dengan meminta sopirnya untuk tidur sekamar dengan dia. Karena dengan adanya sopir dia tahu dia harus bertanggung jawab kepadanya, pada sopirnya, sopirnya juga sopir istrinya. Jadi sekali lagi pentinglah menjaga diri, berhati-hati jangan bergaul sembarangan, jangan berdalih, berasionalisasi o....dia hanya teman, o....dia seperti adik saya, o....dia seperti kakak saya akhirnya jatuh ke dalam dosa perzinahan.
GS : Ya memang itu suatu proses yang panjang sebenarnya, hanya kadang-kadang kalau orang sudah termasuk pada proses itu sulit untuk menghentikannya, Pak Paul.
PG : Betul Pak Gunawan, orang yang sudah terlibat apalagi hubungan cinta dengan gadis atau pria lain akhirnya akan sangat sulit memutuskan. Dan saya sudah menyaksikan bahwa kalaupun putus, hbungan itu sendiri yang putus bukan atas desakan istrinya atau atas desakan hamba Tuhan yang lainnya.
Sering kali putusnya karena hubungan itu sendiri yang retak, jarang yang putus atas himbauan pasangannya atau gereja atau hamba Tuhan.
GS : Dan anehnya lagi orang yang demikian selalu mengatakan dia tetap mengasihi pasangannya.
PG : Dia tidak mengerti arti mengasihi, Pak Gunawan, sebab mengasihi memang mempunyai arti suatu ikatan yang eksklusif dalam pernikahan itu. Maka firman Tuhan berkata tubuh istri adalah mili suami, tubuh suami adalah milik istri, itu diI Korintus 7.
Apakah si istri akan merelakan tubuh suaminya dicicipi oleh wanita-wanita lain, pasti tidak, apakah si suami akan merelakan istrinya dicicipi oleh pria-pria lain, diapun pasti tidak rela. Jadi sekali lagi orang yang berkata saya tetap mengasihi istri saya meskipun saya mau bermain dengan perempuan lain, dia tidak mengerti artinya kasih.
ET : Atau mungkin sebaliknya juga seperti sebuah alasannya pemenuhan kebutuhan yang tidak diperoleh dari pasangannya, jadi seolah-olah tetap merasionalisasi, melegalkan perbuatannya dengan mnyalahkan pasangan yang tidak bisa memenuhi kebutuhannya.
PG : Betul dan itu tidak boleh menjadi dalih kita, sebab hubungan nikah adalah hubungan yang eksklusif bukan hubungan sharing yang bisa dibagi-bagi dengan orang lain.
GS : Apakah ada hal lain di dalam kaitan hubungan dengan lawan jenis ini, Pak Paul?
PG : Di Amsal 6:32 tertulis: "Siapa melakukan zinah tidak berakal budi, orang yang berbuat demikian merusak diri." Dengan kata lain Tuhan mau mengingatkan kita bahwa kita harus adari akibatnya, akibatnya itu sangat fatal.
Alkitab berkata, orang yang berzinah merusak dirinya sendiri, menghancurkan dirinya sendiri. Mungkin sekarang dia tidak merasakannya, tapi di kemudian hari kelak dia akan tahu dia telah menghancurkan dirinya. Sebagai konselor kadang-kadang saya bertemu dengan orang dewasa yang mempunyai gangguan dalam kehidupan emosionalnya, tapi gangguan mereka itu sebetulnya bersumber dari hal-hal yang dialami pada masa kecil. Nah salah satu hal yang umum yang dialaminya yang menjadi gangguan bagi dirinya adalah orang tuanya tidak hidup dengan serasi, papanya mempunyai perempuan lain atau mamanya mempunyai pria lain, akhirnya membawa dampak yang begitu buruk terhadap anak-anaknya. Dan anak-anaknya waktu besar, tumbuh besar tapi jiwa seolah-olah retak oleh masalah-masalah seperti itu. Dan bukankah kalau dia berzinah dengan orang dia bisa menghancurkan rumah tangganya pula, mungkin terjadi perceraian, mungkin terjadi banyak pertengkaran di rumah. Bukankah orang juga akan membicarakan dia, bukankah rasa hormat terhadapnya akan luntur. Jadi benar-benar Tuhan berkata orang yang berzinah sebetulnya menghancurkan hidupnya sendiri. Dalam pergaulan dengan lawan jenis berhati-hatilah, itu nasihat dari Tuhan.
GS : Tuhan Yesus menekankan perzinahan bukan hanya secara fisik, Pak Paul?
PG : Betul sekali, Pak Gunawan, jadi perzinahan puncaknya adalah hubungan seksual, namun dalam prosesnya diawali biasanya pula oleh keterlibatan emosional, seseorang mencintai orang lain yan bukan istri atau suaminya.
GS : Tapi apakah seseorang itu menyadari bahwa sebenarnya dia sedang dalam proses menuju ke perzinahan, Pak Paul?
PG : Saya kira dalam lubuk hatinya seharusnya dia menyadari, namun sebagaimana tadi Ibu Esther katakan, dia berasionalisasi membenarkan dirinya atau menyangkali faktanya. Bukankah banyak orag yang akan berkata tidak...!
tidak ada apa-apa... hanya teman biasa. Tapi kalau teman biasa masa tidak ketemu menjadi pusing, resah. Kalau teman biasa kenapa mengharapkan kehadiran orang tersebut, berarti bukan teman biasa lagi sebab sudah ada ketergantungan emosional di situ.
ET : Mungkin dengan istilah seperti perlahan-lahan menjebloskan diri ya. Kadang-kadang orang mengatakan kejeblos, tapi kalau saya rasa itu suatu upaya juga yang perlahan-lahan kita sedang meceburkan diri untuk masuk ke perbuatan tersebut.
PG : Betul, betul jadi istilah tidak sengaja itu agak sukar kita terima ya, sebab rupanya memang sedikit banyak direncanakan, apalagi kalau sudah ada pertemuan-pertemuan khusus pasti sudah drencanakan.
(3) GS : Nah selanjutnya Pak Paul, apakah yang Amsal katakan tentang kita dengan pekerjaan atau dengan harta benda yang kita miliki?
PG : Amsal juga memberi beberapa nasihat pula Pak Gunawan, yang pertama dari Amsal 10:32. "Berkat Tuhanlah yang menjadikan kaya, susah payah tidak akan menambahnya." Beberapa taun yang lalu saya membaca suatu hasil studi atau riset di A.S.
Ternyata penyebab nomor 1 perceraian di Amerika pada waktu itu adalah masalah ekonomi, Pak Gunawan, bukannya perceraian itu disebabkan karena perselingkuhan. Nah masalah ekonomi bisa juga karena kekurangan, tapi bisa juga karena memang ada seseorang yang terlalu berambisius sekali mengejar kekayaan dengan pemikiran harus lebih kaya, bisa si istri, bisa si suami di sini. Apalagi kita hidup dalam dunia yang materialistik sekali sekarang, siapa kita diukur oleh apa yang kita miliki. Tuhan memberikan pada pasangan-pasangan ini nasihat yang sangat jelas. Berkat Tuhanlah yang menjadikan kaya, artinya Tuhanlah yang menentukan kita ini hidup seberapa miskin dan kayanya. Kita berusaha sudah tentu itu tugas kita, tapi apakah kita akan lebih kaya dari sekarang itu hak Tuhan, susah payah tidak akan menambahnya. Nah sikap hidup seperti ini saya kira penting terutama bagi para pasangan muda atau pasangan setengah baya yang masih begitu menggebu-gebu mau meningkatkan status ekonominya, takutnya malah terjeblos. Berapa banyak suami yang jarang di rumah cari uang pagi sampai malam akhirnya menimbulkan kerusakan yang lebih parah pada keluarganya, istrinya terlalaikan, anak-anaknya bertumbuh dengan liar, nah nanti dia yang harus bayar juga. Anak-anaknya menghabiskan uang berjuta-juta, memakai narkoba, menghancurkan mobilnya, siapa yang bayar bukankah dia juga.
ET : Padahal kadang-kadang anak-anak itu yang dijadikan dalih. Maksudnya kita bekerja mati-matian ini untuk yang terbaik buat anak-anak, tapi akhirnya tetap ada sisi lain lagi yang jadi korbn.
Anak-anak yang dicarikan uang sebanyak-banyaknya itu, tapi tidak mendapatkan perhatian akhirnya justru menghabiskan uang yang sebenarnya dicari dengan susah payah, dengan narkoba, dengan perbuatan-perbuatan buruk lainnya.
PG : Betul, ibarat perahu yang bocor Bu Esther, ditambal tapi tetap ada saja yang bocor jadi akhirnya keluar lagi. Dan dalih bahwa saya melakukannya untuk anak, saya kira harus kita gunakan engan hati-hati sebab ini sebuah pengakuan juga dari pihak saya.
Saya seorang pria saya harus mengakui bahwa sering kali status itu atau pengakuan itu lebih untuk saya daripada untuk anak-anak. Anak-anak sebetulnya tidak terlalu pusing (ET : Ada ya boleh, gitu ya) ada ya bagus, tidak ada ya OK! Yang mereka lebih pusingkan adalah apakah orang tuanya di rumah, apakah orang tuanya saling mengasihi, apakah rumah tangganya tenteram, apakah orang tua memperhatikan mereka, itu yang lebih penting buat anak-anak. Yang lain-lainnya itu semua tidak terlalu penting, jadi jangan sampai prioritas kita itu terbalik.
GS : Cuma kadang-kadang yang dipikirkan bukan pada untuk saat itu Pak Paul, ketika anak-anak masih kecil di mana biayanya tidak terlalu besar. Tetapi yang dipikirkan adalah mumpung masih kuat, mumpung badannya masih sehat pasangan suami istri muda dan ada kesempatan untuk berkarier setinggi-tingginya maka dia lakukan itu, Pak Paul.
PG : Saya kira perkembangan karier seseorang harus disesuaikan dengan keadaan rumah tangganya. Jadi kalau memang karena karier itu dia harus mengorbankan waktu dengan keluarganya, sebaiknya idak diterima.
Dia harus korbankan kariernya, nanti anak-anak sudah besar tidak membutuhkan kehadirannya seperti dia waktu kecil, silakanlah mengembangkan karier itu. Tapi zaman sekarang ini seolah-olah sudah ada suatu adegium ya suatu dalil bahwa pada usia 30 saya harus sudah menjadi manajer, pada usia 35 saya sudah harus menjadi kepala cabang, pada usia 40 saya sudah harus menjadi managing director misalnya, nah target-target seperti itu yang tidak realistik. Dan kita tidak harus mengikuti orang lain yang seumur dengan kita, yang sudah mencapai prestasi lebih tinggi karena kita sadari ada hal yang lebih penting. Waktu kita diranjang menantikan kematian saya percaya kita tidak pikirkan lagi uang kita di bank berapa besarnya, yang kita akan pikirkan adalah orang-orang yang kita kasihi dan mengasihi kita yang harus kita tinggalkan, mereka itu akan lebih penting buat kita.
(4) GS : Dan tadi kita sudah singgung tentang anak-anak kita, tentu Amsal juga bicara cukup banyak tentang hubungan kita dengan anak-anak kita, Pak Paul?
PG : Salah satunya Amsal 29:17 "Didiklah anakmu maka dia akan memberikan ketenteraman padamu dan mendatangkan sukacita kepadamu." Didiklah di sini mengandung arti berdisiplin, mndisiplin anak, waktu salah berikan sanksi atau hukuman atau didikan, arahkan dia ke jalan yang benar.
Orang tua yang mengambil waktu mendidik anak akan memetik buahnya dan firman Tuhan dengan jelas berkata buahnya adalah ketenteraman dan sukacita. Orang tua yang mengabaikan tugas mendidik anak akan juga menuai hasilnya bukannya ketenteraman tapi keresahan, bukannya sukacita malah dukacita.
GS : Ya jadi cukup banyak memang Pak Paul yang bisa disoroti oleh Amsal ini di dalam kehidupan kita sehari-hari. Dan demikian tadi saudara-saudara pendengar Anda telah mengikuti perbincangan kami bersama Bapak Pdt. Dr. Paul Gunadi dan Ibu Esther Tjahja, S.Psi. dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Dan kami baru saja berbincang-bincang tentang kelanjutan tema yang lalu yaitu Amsal untuk keluarga. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, kami persilakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen Jl. Cimanuk 58 Malang. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan dan akhirnya dari studio kami ucapkan terima kasih dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.