Sikap Bijak Membesarkan Anak

Versi printer-friendly
Juli

SIKAP BIJAK MEMBESARKAN ANAK

Dalam rangka "HARI ANAK NASIONAL" yang diperingati setiap tanggal 23 Juli 

Tidak ada orang tua yang tidak menaruh pengharapan pada anak. Pada masa kecil kita berharap anak akan bertumbuh sehat. Kita pun berharap ia akan dapat bersekolah dan menoreh prestasi yang baik. Pada masa besar kita berharap bahwa ia akan bertemu dengan pasangan hidup yang sesuai dan membangun keluarga serta mendapatkan pekerjaan yang baik. Itulah pengharapan kita pada anak. Namun pada kenyataannya anak tidak selalu bertumbuh selancar itu. Kadang sesuatu terjadi sehingga perjalanan hidupnya menikung dengan drastik. Kita mungkin tidak siap dan kecewa. Itu sebab penting bagi kita sebagai orang tua untuk memunyai sikap yang bijak dalam membesarkan anak. Berikut akan dibagikan beberapa sikap yang sesuai dengan prinsip Alkitab.

  1. KITA HARUS SENANTIASA MENGINGAT BAHWA ANAK ADALAH PEMBERIAN DAN MILIK TUHAN.
    Hal ini berarti tugas kita adalah menerima dan membesarkannya. Ya, kita tidak dapat memilih anak sesuai dengan kriteria pribadi; kita harus menerima apa yang telah ditetapkan Tuhan. Jadi, kita tidak boleh menolak anak berdasarkan kesukaan kita. Kita tidak boleh berkata, karena ia tidak secerdas yang kita harapkan atau tidak bertalenta banyak, maka kita tidak mau menerimanya. Kita mesti menerima anak apa adanya.
  2. KITA HARUS SENANTIASA MENGINGAT BAHWA TUHAN MEMBERIKAN KEPADA ANAK KARUNIA SESUAI DENGAN RENCANA-NYA.
    Sebesar apa pun usaha yang kita keluarkan untuk membuatnya seperti kita, bila anak tidak memunyai karunia tersebut, ia tidak akan bisa menjadi seperti kita. Sebagai contoh, sepandai apa pun kita bermain piano, jika anak tidak memunyai karunia musik, ia tidak akan dapat bermain piano sebaik kita. Dan, itu tidak apa sebab itu berarti Tuhan memunyai rencana yang lain baginya. Kita tidak bisa dan tidak boleh memaksakan karunia yang tidak diberikan kepadanya.
  3. KITA HARUS SENANTIASA MENGINGAT BAHWA ANAK ADALAH PRIBADI YANG MANDIRI.
    Sebaik apa pun kita membesarkannya dan sejelas apa pun pengarahan yang kita berikan kepadanya, ia akan menjadi sebuah diri yang terpisah dari kita. Cara berpikir dan nilai kehidupan yang diyakininya belum tentu sama dengan cara berpikir dan nilai kehidupan kita. Di satu pihak membesarkan anak dapat diibaratkan seperti menabur dan menumbuhkan benih pohon. Di pihak lain membesarkan anak tidak persis sama dengan menabur benih pohon. Menabur benih mangga akan menghasilkan pohon mangga yang berbuah mangga sedangkan dalam membesarkan anak, apa yang kita tabur belum tentu bertumbuh menjadi sebuah diri seperti yang diharapkan.
  4. KITA HARUS SENANTIASA MENGINGAT BAHWA MEMBESARKAN ANAK BERARTI MEMBERI KASIH, BUKAN MENUNTUTNYA UNTUK BERTERIMA KASIH.
    Ada anak yang cepat berterima kasih kepada kita tetapi ada anak yang lamban berterima kasih. Apa pun respons anak, kita tetap harus menunaikan tugas membesarkannya dan ini berarti kita mesti memberikan kasih kepadanya.
  5. KITA HARUS SENANTIASA MENGINGAT BAHWA DISAKITI DAN DIKECEWAKAN ANAK BUKAN SAJA BAGIAN DARI TUGAS MEMBESARKAN ANAK TETAPI JUGA BAGIAN DARI RENCANA TUHAN ATAS HIDUP KITA SENDIRI.
    Dengan kata lain, bukan saja Tuhan memakai kita buat anak, Ia pun memakai anak buat kita. Ia menggunakan anak sebagai alat untuk membentuk kita dan menggenapi rencana-Nya atas hidup kita, sama seperti Ia memakai kita sebagai alat untuk membentuk anak dan menggenapi rencana-Nya atas hidup anak. Oleh karena proses pembentukan itu menyakitkan, kita pun mesti siap disakiti dan dikecewakan.
  6. KITA HARUS SENANTIASA MENGINGAT BAHWA KEGAGALAN KITA MEMBESARKAN ANAK BUKANLAH KEGAGALAN TUHAN MENGGENAPI RENCANA-NYA ATAS HIDUP ANAK.
    Rencana Tuhan terus berjalan, tidak soal apakah kita berhasil atau gagal membesarkan anak. Jadi, dalam membesarkan anak, berilah yang terbaik namun serahkan hasilnya kepada Tuhan. Sama seperti Ia sanggup memberi makan 5000 orang dengan lima roti dan dua ikan, Ia pun sanggup memakai anak dengan bahan yang jauh dari sempurna.
  7. KITA HARUS SENANTIASA MENGINGAT BAHWA APA YANG TERJADI HARI INI BELUM TENTU MENENTUKAN APA YANG AKAN TERJADI BESOK.
    Kadang kita begitu senang dan percaya diri karena melihat anak begitu berprestasi dan baik. Namun kita harus mafhum bahwa belum tentu besok ia akan tetap menjadi seperti itu. Sebaliknya, jika kita melihat anak begitu buruk hari ini, belum tentu ia akan terus bersikap seburuk itu besok. Tuhan belum selesai dengan anak; sesungguhnya Ia barulah memulai pekerjaan-Nya.

Kesimpulan: Raja Daud bukanlah seorang yang berambisi menjadi raja. Sebaliknya, ia justru rela melepaskan haknya untuk menjadi raja dan membiarkan Saul terus bercokol. Sayangnya dua putranya justru berambisi menjadi penguasa; bahkan untuk itu Absalom dan Adonia bersedia menghalalkan segala cara. Anak belum tentu menjadi seperti kita—sebaik atau seburuk kita. Namun sama seperti kita, anak akan menerima kesempatan yang sama dari Tuhan untuk menjadi bagian dari Kerajaan Allah. Dan sama seperti kita, anak pun dapat menolak atau menerimanya.

Ringkasan T443A
Oleh: Pdt.Dr.Paul Gunadi
Simak judul-judul sekitar "ORANG TUA - ANAK" lainnya
di www.telaga.org


TELAGA MENJAWAB
PERTANYAAN : 

Yth. Bapak/Ibu

Nama saya HDK, saya ingin minta bantuan nasihat atau saran mengenai masalah dalam keluarga saya saat ini. Saya sudah menikah selama kurang lebih 10 tahun dan memiliki seorang putra yang saat ini berusia 4 tahun (adopsi). Sejak masih dalam tahap berpacaran, dari cerita istri saya, saya sudah mengetahui bahwa istri saya memiliki masa kecil yang suram dan menerima perlakuan yang keras, bahkan menurut saya cenderung kejam dari orang tua dan saudaranya. Saat itu saya berpikir bahwa saya bisa membuat hidupnya lebih bahagia.

Kenyataannya ternyata tidak semudah itu, saya sendiri memiliki banyak kekurangan dan kesalahan. Bisa dikatakan saya tidak berhasil membantu istri saya hidup lebih bahagia. Hubungan kami pun mengalami keretakan.

Setelah beberapa tahun lamanya menikah, tidak juga dikaruniai keturunan, istri saya ingin mengadopsi seorang anak. Saat itu saya berkeberatan, melihat hubungan dan kehidupan kami yang menurut saya kurang baik. Emosi saya dan istri saya yang sering tidak stabil, apa mungkin bisa membesarkan anak dengan baik? Sementara istri saya berpendapat, bahwa kehadiran seorang anak bisa membahagiakan dirinya. Akhirnya saya mengatakan bahwa ada anak atau tidak, entah itu anak biologis atau anak adopsi, biarlah Tuhan yang lebih bijak yang menentukan. Jika memang Tuhan memandang sudah saatnya, tentu juga akan dipertemukan dengan anak yang memerlukan dan seterusnya.

Empat tahun yang lalu, itulah yang terjadi, ada seorang remaja putri yang hamil di luar nikah dan tidak sanggup membesarkan anaknya, lewat seorang kenalan kemudian menghubungi kami. Ingat dengan perkataan saya sendiri, maka saya pun menyetujui, ketika istri saya menyampaikan hal itu kepada saya. Tetapi apa yang saya khawatirkan terjadi. Kehadiran seorang anak, bukan sesuatu yang membuat istri saya bahagia, seperti yang dia bayangkan. Apalagi ternyata anak ini, justru kemudian jauh lebih dekat dengan saya. Saya pikir, istri saya mencari orang yang bisa mencintai dirinya dan hal itu kurang dia dapatkan dari saya (saya bukan orang yang romantis dan kadang saya banyak menghabiskan waktu untuk pekerjaan) dan itu diharapkan bisa didapatkan dari seorang anak.

Akhirnya justru anak dengan segala "kenakalan" dan aktivitasnya membuat istri saya semakin stres. Yang sekarang saya khawatirkan, bukan hanya istri saya, tapi juga perlakuannya pada anak saya. Saya akui, saya sendiri sering lepas emosi, membentak dan menghukum/memukul anak kami, tapi yang saya rasakan setelah lepas kendali adalah penyesalan dan emosi saya pun mereda. Sebaliknya yang saya lihat pada istri saya, emosi itu justru semakin memuncak, bahkan ketika dia sudah memukul anak kami.

Yang ingin saya tanyakan, apa yang sebaiknya saya lakukan? Istri saya pernah mengikuti konseling tapi kemudian mundur dan berpendapat sia-sia saja mengikuti konseling. Ketika istri saya menghukum anak kami, apa yang sebaiknya saya lakukan? Kalau saya melindungi anak kami, menurut istri saya, itulah sebabnya anak kami membenci dia dan condong kepada saya. Sampai saat ini, selama saya melihat perlakuan istri saya, tidak sampai membahayakan anak kami, saya diam saja. Akan tetapi tamparan, teriakan dan seterusnya itu tidak berbahaya bagi kejiwaannya? Ini yang saya pikirkan. Cukupkah jika saya mengimbangi kemarahan istri saya dengan perlakuan yang lebih lembut pada anak kami?

Intinya, apa yang bisa saya lakukan untuk memastikan agar anak kami masih bisa tumbuh dengan baik secara fisik dan mental dalam kondisi keluarga kami saat ini?

Mengenai hubungan saya dengan istri saya, saya sudah pasrah, karena akhir-akhir ini istri saya justru semakin jauh dari saya. Saya sudah tidak melihat ada jalan untuk memerbaiki hubungan kami sebagai suami istri.

Terima kasih, HDK 

JAWABAN : 

Menjumpai Bp. HDK,

Terima kasih sudah menghubungi kami. Bapak dan keluarga tinggal dimana? Untuk permasalahan yang Bapak sekeluarga alami, kami menyarankan untuk mengikuti konseling. Bapak dan istri, mengikuti konseling pasangan dan anak mengikuti pendampingan. Bisa dimulai dari Bapak dahulu mengikuti konseling, baru kemudian secara bertahap istri dan kemudian anak.

Sementara ini yang dapat kami sarankan adalah:

Bapak mengupayakan sedini mungkin memisahkan istri dari anak ketika terjadi konflik. Jauhkan istri dari anak ketika dia marah, minta dia marah dan melampiaskan kemarahannya di kamar selama beberapa menit, misalnya 15 menit.

Ketika istri berada di kamar, Bapak ajak anak ke kamar yang berbeda untuk menenangkannya. Setelah 15 menit, Bapak ajak istri untuk membicarakan apa yang dia rasakan dan inginkan sebenarnya.Sesekali beri waktu untuk "ngobrol-ngobrol" santai dengan istri atau melakukan kencan dengan istri. Sementara itu dulu yang dapat kami sarankan. Kami berharap Bapak sekeluarga dapat mengikuti konseling.

Salam : 
Ferry Hartanti

Awal musim panas lalu saya berkesempatan mengunjungi sebuah desa kecil bernama Bornuur, yang terletak sekitar 150 km di sisi barat kota Ulanbatar. Desa ini relative berbeda dengan desa-desa lain di Mongolia karena mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani, sedangkan selama ini yang selalu ditonjolkan tentang masyarakat Mongolia adalah: mereka peternak dan masih menjalani hidup nomaden.

Saya sempat tinggal di desa ini selama tiga hari dan selama itu menginap di rumah seorang kenalan. Dia memiliki rumah yang bagus berlantai dua dan bila dilihat mirip seperti villa daripada rumah tinggal. Selain itu rumah ini memiliki halaman yang sangat luas, sebab pagarnya naik sampai ke tengah kaki bukit. Perabot di dalamnya yakni sofa, meja, lemari hias di dalam rumah, terbilang mahal.

Dari perbincangan dengan tuan rumah, saya jadi tahu bahwa rumah ini ia bangun kurang lebih dua atau tiga tahun lalu. Uniknya, ia tidak tidur di dalam rumah ini melainkan di dalam ger (tenda bulat khas Mongolia) yang terletak di samping rumah. Pemilik rumah itu berkata, bahwa ia lebih nyaman tinggal di dalam ger daripada di dalam rumah itu. Alasannya, dalam rumah terutama dalam kamar pandangannya terbatas tembok, ia tidak melihat dimana istri dan anak-anaknya berada. Ia juga tidak dapat melihat dimana benda-benda kesayangannya atau alat-alat kerjanya. Hal-hal itulah yang membuatnya merasa tidak nyaman sehingga tetap memilih tinggal dalam ger.

Ketika kita memasuki ger, maka hanya ada satu ruang utuh tanpa sekat. Pintunya sangat pendek sehingga kita harus membungkuk untuk memasukinya. Dari pintu masuk di sisi kiri dan kanan ruang biasanya diletakkan sofa sederhana dan sekaligus dapat menjadi tempat tidur saat malam. Tamu laki-laki akan duduk di sisi kiri sedangkan sisi kanan untuk tamu perempuan. Tepat di tengah ada tungku besi yang berfungsi sebagai pemanas saat musim dingin sekaligus kompor masak. Di sisi lain yang berhadapan dengan pintu ada kursi-meja yang seolah menjadi ‘tahta’ kepala keluarga.

Dalam hati saya bertanya, mengapa keluarga ini tetap memilih tinggal dalam ger daripada di rumah? Apakah mereka tidak dapat menikmati hasil usaha dan pencapaiannya? Jika dibilang bahwa mereka tidak dapat menikmati hasil usaha, jelas salah. Ia menikmati hidupnya. keputusannya tetap tinggal di ger dipengaruhi oleh ‘worldview’nya. Meskipun orang Mongolia mulai merasakan kehidupan modern, namun hal itu tidak sepenuhnya mengubah worldview nomaden yang tertanam dalam diri mereka. Bagi mereka ger bukan sekedar rumah, melainkan cerminan filosofi hidup dan identitas. Singkatnya pencapaian atau keberhasilan secara materi tidak harus mengubah cara hidup mereka. Mereka tidak harus hidup seperti orang-orang di negara lain, melainkan tetap menjadi diri sendiri.

Setelah berbincang dengan tuan rumah dan kembali ke kamar, saya merenung dan berpikir. Cara hidup orang tersebut seolah memberikan pertanyaan pada diri saya: "Bagaimana identitas dan cara hidupmu sebagai orang Kristen?"

Rasul Paulus dalam Filipi 2:5 menuliskan: "Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus." (garis tebal ditambahkan). Saya memahami ayat ini sebagai rujukan worldview kita, yakni orang-orang yang percaya kepada Kristus. Cara Yesus berpikir dan merasa, seharusnya adalah standar atau patokan kita berpikir dan merasa. Malah lebih dari itu, untuk mengambil keputusan dan berperilaku mestinya juga seperti Kristus.

Sangat penting bagi kita untuk memiliki worldview Kristus, supaya kita tidak mudah terpengaruh dan menjadi serupa dengan dunia. Identitas kita sebagai orang percaya kadang tidak terlihat jelas atau kabur. Alih-alih menjadi sabar dan lemah lembut, kita malah mudah marah dan cenderung kasar. Dibandingkan dengan murah hati dan tabah menderita, kita lebih sering menuntut dan mencari kesenangan diri. Bukannya menguasai diri, sebaliknya kita mudah lepas kontrol dalam banyak hal. Masih banyak lagi kekurangan kita jika didaftarkan.

Singkatnya, sebagai orang Kristen kita seharusnya menampilkan identitas diri yang jelas, seperti orang Mongolia yang saya ceritakan di atas. Jika identitas kita masih belum terlihat jelas, maka kita perlu mengoreksi diri. Apakah worldview dunia yang tertanam dalam hati kita begitu kuatnya sehingga worldview Kristus tidak dapat mengubah diri kita secara signifikan? Atau worldview Kristus masih belum tertancap kuat sehingga kita mudah terombang ambing sehingga menjadi serupa dengan dunia?

DAFTAR REKAMAN TAHUN 2023
T 597B Disiplin dan Anak Baik
T 598A Kendorkan Kendali, Tapi Jangan Lepaskan
T 598B Beban Anak Baik
T 599A Salib Masa Lalu
T 599B Keinginan dan Rencana Tuhan
T 600A Jangan Bawa Mesir ke Kanaan

MUKJIZAT LIMA ROTI DAN DUA IKAN

Kisah 5 roti dan 2 ikan adalah salah satu mukjizat yang paling fenomenal yang telah dibuat oleh Tuhan Yesus dalam pelayanan-Nya.

Kisah ini dicatat pada keempat Injil, yaitu :

Matius 14 :13 – 21

Markus 6 :30 – 44

Lukas 9 :10 – 17

Yohanes 6 :1 – 13

Matius 14 : 13 – 21, "Setelah Yesus mendengar berita itu menyingkirlah Ia dari situ, dan hendak mengasingkan diri dengan perahu ke tempat yang sunyi. Tetapi orang banyak mendengarnya dan mengikuti Dia dengan mengambil jalan darat dari kota-kota mereka. Ketika Yesus mendarat, Ia melihat orang banyak yang besar jumlahnya, maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan kepada mereka dan Ia menyembuhkan mereka yang sakit. Menjelang malam, murid-murid-Nya datang kepada-Nya dan berkata: "Tempat ini sunyi dan hari sudah mulai malam. Suruhlah orang banyak itu pergi supaya mereka dapat membeli makanan di desa-desa". Tetapi Yesus berkata kepada mereka:"Tidak perlu mereka pergi, kamu harus memberi mereka makan". Jawab mereka:"Yang ada pada kami di sini hanya lima roti dan dua ikan". Yesus berkata:"Bawalah kemari kepada-Ku". Lalu disuruh-Nya orang banyak itu duduk di rumput. Dan setelah diambil-Nya lima roti dan dua ikan itu, Yesus menengadah ke langit dan mengucap berkat, lalu memecah-mecahkan roti itu dan memberikannya kepada murid-murid-Nya, lalu murid-murid-Nya membagi-bagikannya kepada orang banyak. Dan mereka semuanya makan sampai kenyang. Kemudian orang mengumpulkan potongan-potongan roti yang sisa, dua belas bakul penuh. Yang ikut makan kira-kira lima ribu laki-laki, tidak termasuk perempuan dan anak-anak.

POKOK DOA (Juli 2025)

Tahun 2025 telah tujuh bulan kita lewati. Dalam bulan Juli 2025 kita telah memeringati Hari Anak Nasional. Kita juga telah memasuki musim kemarau akan tetapi cuaca masih tidak menentu. Di bawah ini ada beberapa pokok doa syukur dan juga doa permohonan sebagai berikut:

  1. Bersyukur rekaman Telaga dalam tahun 2024 (T601 s.d. T604) telah dikirim ke Yayasan Lembaga SABDA dan 12 radio termasuk IMC Broadcasting di Hongkong.
  2. Bersyukur untuk persembahan kasih yang diterima dari Shepherd of Your Soul (SYS) melalui Bp. Handaja Harijanto sejumlah Rp 32.500.000,- dan telah disalurkan kepada Ibu Lilik Suharmini di Ruteng, Flores dan Bapak & Ibu Jusuf N.T. di Malang.
  3. Doakan untuk Radio Swaranusa Bahagia AM di Jayapura, menurut informasi dari Sdri. Atha hanya memutar lagu-lagu saja karena belum ada program.
  4. Doakan untuk Radio Suara Pembaruan FM di Waingapu yang sejak bulan Desember 2024 masih belum mengudara karena masalah "transmitter" dan sementara sedang diperbaiki.
  5. Tetap doakan untuk pemerintah Indonesia memasuki bulan Agustus 2025 yang akan memeringati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-80, dengan tema "Bersatu, Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju", biarlah pimpinan Tuhan nyata kepada Presiden dan seluruh jajarannya dalam mengelola dan memimpin serta menangani berbagai permasalahan di berbagai pulau dan provinsi di seluruh Indonesia.
  6. Bersyukur untuk setiap klien yang Tuhan percayakan untuk dilayani oleh Pusat Konseling Telaga Kehidupan (PKTK) Sidoarjo dan doakan agar dapat dilayani dengan baik dan mendapatkan pemulihan.
  7. Doakan untuk kesehatan setiap konselor dan seluruh tim Telaga Kehidupan dimana pun berada.
  8. Doakan untuk kesatuan hati dan hikmat bagi setiap konselor dan tim dalam melayani bersama di Pusat Konseling Telaga Kehidupan (PKTK) Sidoarjo.
  9. Bersyukur atas kepercayaan yang diberikan dan kesempatan yang Tuhan berikan untuk melayani Dia. Saat ini Pusat Konseling Telaga Pengharapan (PKTP) Jember sedang memersiapkan dan mendoakan beberapa pelayanan pada bulan Agustus dan September 2025.
  10. Doakan untuk Telaga Pengharapan yang akan bekerjasama dengan Ruang Pojok Sharing Center mengadakan Instagram Live pada tanggal 8 Agustus 2025 pkl.21.00 WIB dengan topik "Menjahit Relasi dengan Remaja".
  11. Doakan untuk Telaga Pengharapan yang akan mengadakan Zoominar dengan topik "Love, Sex and Dating" pada tanggal 29 Agustus 2025 pk. 19.00 WIB dengan pembicara Bp.Hendra Liem, M.Th. in Counseling, dosen di STT SAAT Malang.
  12. Doakan untuk Ev. Sri Wahyuni dan Ev. Lidanial mewakili Telaga Pengharapan yang telah diundang oleh Sekolah Kristen Anugrah di Tanjung Pandan, Bangka Belitung untuk membekali para guru dan staf pada tanggal 17-19 September 2025 yang akan datang.