Menyikapi Berita yang Membanjir

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T502B
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Belajarlah membedakan antara fakta dengan opini, fakta dengan fitnah, fakta dengan fantasi, dan fakta dengan sensasi. Inilah cara menyikapi berita yang membanjiri kita.
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Kemajuan teknologi telah membuat arus informasi berjalan dengan sangat cepat dan mudah. Setiap orang memunyai akses dan kapasitas untuk menyebarkan informasi tanpa harus melalui gerbang pemeriksaan—apakah berita itu benar atau tidak. Alhasil, informasi bukan saja bisa simpang siur, tetapi juga kadang tidak benar. Berikut akan dipaparkan beberapa masukan agar kita dapat menyikapi membanjirnya berita dengan bijak.

  1. Kita mesti membedakan antara FAKTA dan OPINI. Di dalam publikasi resmi dan tepercaya, kedua hal itu dipisahkan. Sewaktu penulis atau lembaga media ingin menyajikan opini, maka ditaruhlah pendapat pribadi itu di dalam ruang terpisah supaya pembaca tahu bahwa itu bukanlah fakta melainkan opini belaka. Di dalam ruang maya yang hampa pertanggungjawaban, batas antara fakta dan opini kabur. Alhasil pembaca sulit membedakan keduanya dan mudah menyimpulkan bahwa apa yang didengar atau dibacanya adalah fakta. Menyimpulkan opini sebagai fakta dapat berakibat buruk, sama buruknya dengan menyamakan dugaan dengan fakta. Sebagai contoh, ada beda besar antara melaporkan hilangnya uang dan mengatakan bahwa pastilah uang itu telah diambil orang. Atau, ada beda besar antara melaporkan dua anggota memprotes keputusan rapat dan mengatakan bahwa semua anggota tidak setuju dengan keputusan rapat walau hanya dua orang yang menyuarakannya. Jadi, berhati-hatilah menyimpulkan berita yang didengar dan dibaca sebab belum tentu itu adalah fakta, bisa jadi, itu adalah opini atau dugaan belaka.

  2. Kita mesti membedakan antara FAKTA dan FITNAH. Adakalanya orang dengan sengaja menyebarkan berita yang sama sekali tidak benar untuk memfitnah atau menyerang seseorang. Sekali informasi keluar, kita tidak dapat menariknya kembali sebab informasi itu dapat menjadi bagian dari keyakinan orang. Itu sebab memfitnah atau menyerang orang lewat penyebaran informasi biasanya berhasil, sebab selalu ada saja orang yang percaya. Salah satu cara untuk memastikan apakah informasi yang kita dengar atau baca itu fakta atau fitnah adalah dengan memerhatikan nada atau emosi yang terkandung di dalamnya. Makin tidak berimbang dan kasar, makin besar kemungkinan bahwa tujuannya adalah untuk menyerang, bukan melaporkan. Mungkin saja di dalamnya ada fakta, namun tetap sasaran utamanya bukanlah menyajikan berita, tetapi menyerang orang. Itu sebab fakta disajikan dengan kekuatan emosi untuk memengaruhi opini orang. Jadi, berhati-hatilah.

  3. Kita mesti membedakan antara FAKTA dan FANTASI. Mungkin orang tidak berniat buruk namun kadang tindakan mereka memasukkan elemen fantasi ke dalam berita yang disebar dapat berakibat buruk. Orang dapat memercayainya sebagai fakta. Memang seharusnya orang mengerti bahwa tambahan yang diberikan bersifat fantasi tetapi adakalanya orang tidak tahu. Jadi, akhirnya aspek fantasi dianggap sebagai fakta. Sebagai contoh, beberapa waktu yang lalu terdapat lubang yang besar di sebuah jalan di mana saya tinggal. Nah, ada orang yang memotretnya dan memasukkannya ke dalam media sosial supaya masalah ini mendapat perhatian dari pihak pengelola jalan. Tidak lama setelah itu, ada orang menambahkan animasi ikan keluar dari lubang itu dan melompat-lompat. Saya berharap orang dapat menikmati aspek humor dari animasi itu tetapi saya pun tidak akan terkejut bila ada orang yang sungguh percaya bahwa memang ikan keluar dari lubang itu. Kemajuan teknologi membuat batas antara fakta dan fantasi menjadi kabur—fantasi dapat tampil begitu riil. Ini pula yang kadang menimbulkan masalah sebab sekarang orang dapat memasukkan wajah siapa saja ke dalam sebuah peristiwa seakan-akan dia berada di situasi itu. Di tangan yang salah, fantasi bisa menjadi senjata ampuh untuk menjatuhkan orang.

  4. Kita mesti membedakan antara FAKTA dan SENSASI. Ada orang yang memang ingin menjadi "berita" dan untuk itu ia akan membuat sensasi. Mungkin ia mengeluarkan perkataan yang kontroversial atau mungkin ia melakukan tindakan yang mengagetkan orang. Tujuannya adalah untuk mencuri perhatian. Kita harus berhati-hati dengan berita yang sensasional agar kita tidak menyuburkannya dan tidak memenuhi harapan si pembuat berita. Cara terbaik menghadapi berita dan orang seperti ini adalah mendiamkannya. Jangan memberi tanggapan.

Terakhir kita harus bersikap adil sebelum menjatuhkan vonis. Adakalanya kita menerima berita yang berdasarkan kenyataan; semua dipaparkan secara jelas dan disertai bukti yang kuat. Dalam kasus seperti itu pun kita tetap harus bersikap bijak. Kita harus menunggu tanggapan dan penjelasan dari pihak yang satunya sebab fakta tidak selalu mengungkapkan semuanya. Mungkin ada alasan atau situasi yang belum terungkap. Jadi, sejelas dan sekuat apa pun fakta yang disajikan, kita tetap harus menahan reaksi dan tidak mengumbar penghakiman. Di Alkitab dicatat sebuah kejadian korban fitnah, namanya Yusuf. Sebagaimana kita ketahui, ia dijual oleh kakak-kakaknya karena iri hati sebab ia adalah anak kesayangan si ayah, Yakub. Sebagai budak akhirnya Yusuf melayani di rumah Potifar, seorang kepala pengawal raja. Pada awalnya hidupnya membaik; ia disenangi tuannya karena kesetiaan dan kerajinannya. Tapi sayang, semua itu berakhir secara tragis. Istri Potifar mengajaknya berselingkuh tetapi Yusuf menolak karena ia menghormati Potifar dan karena ia takut Tuhan. Istri Potifar, yang merasa malu atas penolakan Yusuf, menyebarkan berita bahwa Yusuf mencoba memerkosanya. Yusuf ditangkap dan dijebloskan ke penjara, tanpa proses peradilan. Orang tak bersalah menjadi korban berita bohong. Namun dengarlah apa yang terjadi, "Tetapi Tuhan menyertai Yusuf dan melimpahkan kasih setia-Nya kepadanya" (Kej 39:21). Kita harus berhati-hati agar tidak cepat memercayai berita yang kita dengar dan tidak memberi respons gegabah. Jangan sampai kita menjadi seperti Potifar. Bila kita adalah korban berita tidak benar, ingatlah, Tuhan menyertai kita dan akan melimpahkan kasih setia-Nya.