Media dan Keluarga 4

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T372D
Nara Sumber: 
Ev. Sindunata Kurniawan M.K.
Abstrak: 
Televisi telah menjadi “the other parent” (orang tua lain). Televisi memiliki kekuatan membentuk realita, merancang apa yang menjadi harapan, mengarahkan perilaku, membentuk citra diri dan mendikte tentang kepentingan, pilihan serta nilai-nilai. Banyak hal yang bisa membuktikan bahwa ada kaitan antara tayangan media dengan pola perilaku manusia. Media ternyata tidak bersifat netral. Tayangan mana yang aman ditonton anak? Apa saja pengaruh buruk media televise bagi keluarga? Apa kiat-kiat untuk mengatasi pengaruh buruk media tersebut?
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Kita bersyukur bahwa kita berada di abad ke-21, abad kemajuan media dan teknologi. Televisi adalah media elektronik yang paling luas dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Jenis media ini sebagai media audio-visual, tidak membebani banyak syarat bagi masyarakat untuk menikmatinya. Untuk masyarakat Indonesia, yang lebih kuat dengan budaya lisan, media televisi tidak memiliki jarak yang jauh. Menonton televisi berbeda dengan budaya baca-tulis.

Sebuah teori tentang kemampuan manusia dalam penerimaan pesan menyebutkan bahwa apabila sebuah pesan diterima hanya dengan perangkat audio atau indera pendengaran semata, maka kemampuan daya tangkapnya adalah 15 %. Sedangkan jika dengan audio-visual maka kemampuan daya tangkapnya sebesar 55%, dan akan meningkat hingga 95% jika selain audio-visual juga melibatkan emosional.

Media khususnya televisi, memang telah diakui mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam pembentukan kognisi seseorang. Kognisi adalah semua proses yang terjadi di pikiran, yaitu melihat, mengamati, mengingat, mengekspresikan sesuatu, membayangkan sesuatu, berpikir, menduga, menilai, mempertimbangkan dan memperkirakan sesuatu. Media khususnya televisi memberikan informasi dan pengetahuan yang menjadi ranah kognisi seseorang, yang pada akhirnya dapat membentuk persepsi, memiliki kekuatan yang besar untuk menanamkan ideologi atau mempengaruhi khalayak.

Televisi telah menjadi "the other parent" (orangtua lain). Televisi memiliki kekuatan membentuk realita, merancang apa yang menjadi harapan, mengarahkan perilaku, membentuk citra diri dan mendikte tentang kepentingan, pilihan serta nilai-nilai. Banyak hal yang bisa membuktikan bahwa ada kaitan antara tayangan media dengan pola perilaku manusia. Misalnya saja, banyak kajian yang menghubungkan kaitan antara terpaan tayangan kekerasan media dengan perilaku agresif. Media ternyata tidak bersifat netral.

Ada ungkapan dalam bahasa Inggris yang relevan tentang media: Garbage In, Garbage Out.

Prof. Dr. Sarlito Wirawan Sarjono memberi tanggapan bahwa televisi ibarat magnet yang telah menyita perhatian anak-anak Indonesia jauh lebih besar dari pada waktu yang digunakan untuk belajar di bangku sekolah. Pada sisi lain, seperti yang ditulis dalam Kidia (Kritis! Media untuk Anak) edisi 10 Mei 2007 "media, terutama televisi merupakan sarana yang sangat efektif untuk mentransfer nilai dan pesan yang dapat mempengaruhi khalayak secara luas. Bahkan, televisi dapat membuat orang kecanduan. Kini, media audio-visual ini telah menjadi narkotika sosial yang paling efisien dan yang paling bisa diterima. Hal tersebut menunjukkan bagaimana daya penetrasi media di tengah kehidupan masyarakat kitasekarang ini. Intensitas konsumsi media yang tinggi tersebut tentunya akan memengaruhi juga tingkat kecepatan transfer nilai dan pesan itu."

Selanjutnya, disajikan data jumlah jam yang dihabiskan anak-anak di depan pesawat televisi yang melebihi ambang batas ideal, 2 jam sehari. Di Indonesia, rata-rata setiap anak dapat menonton televisi selama 3,5-5 jam sehari. Tentu saja yang disaksikan anak-anak di televisi itu bukan hanya tayangan untuk anak-anak, melainkan juga ada tayangan iklan yang diselipkan di tengah tayangan untuk anak-anak dan tentu pula tayangan yang tidak ditujukan bagi anak-anak. Dari sekian banyak tayangan untuk anak pun ada yang dikategorikan "aman", "hati-hati" dan "berbahaya".

KATEGORI PROGRAM TELEVISI UNTUK ANAK

  • Kategori AMAN.

  • Tidak banyak kandungan adegan kekerasan, seks dan mistis. Kekuatan cerita sederhana dan mudah dipahami. Boleh nonton tanpa didampingi.
  • Kategori HATI-HATI

  • Mengandung kekerasan, seks dan mistis namun tidak berlebihan. Tema dan jalan cerita mungkin agak kurang cocok untuk anak SD. Perlu didampingi orang tua.
  • Kategori BAHAYA atau TIDAK AMAN

  • Banyak kandungan adegan kekerasan, seks dan mistis yang berlebihan dan terbuka. Daya tarik utama ada pada adegan tersebut, misalnya : Tom & Jerry (RCTI), Popeye (ANTV), Dragon Ball, Si Entong dan lain-lain. Sebaiknya anak tidak menonton.
  • KATEGORI FILM DI BIOSKOP

  • Jika anda gemar menyaksikan cuplikan trailer film, atau membaca informasi sebuah film di situs semacam imdb.com, mungkin akan memperhatikan icon kecil menyatakan rating seperti 'PG', PG-13', (Parents strongly caution)atau 'R'. Rating tersebut mewakili rentang usia yang diperbolehkan menyaksikan film yang bersangkutan. Pihak yang mengeluarkan rating tersebut adalah Motion Picture Association of America (MPAA). Di Indonesia, masyarakat mengenal dengan nama Lembaga Sensor Film (LSF). Selama puluhan tahun, MPAA telah mengalami beberapa kali penyesuaian dalam memberi rating usia untuk film-film yang beredar. Saat ini, ada 5 kategori rating usia yang umum diberikan MPAA, dan cenderung menjadi patokan bagi negara-negara di seluruh dunia yang akan menayangkan film-film terkait. Berikut penjelasan singkat mengenai kategori rating usia dari MPAA: Contoh-contoh film untuk remaja ke atas misalnya: 'Man of Steel', 'The Incredible Hook', 'Spiderman', 'Jurassic Park', 'Godzilla', 'Harry Porter II'.

    Film dengan kategori 'R' (restricted), orang tua diminta mempelajari tentang film ini sebelum mengajak anak-anak mereka (remaja awal – akhir, usia 13 – 17 tahun), tema cerita tindak kekerasan yang kuat, penggunaan obat-obatan terlarang serta unsur dan adegan seksual yang begitu dominan. Di LSF dikategorikan sebagai film-film untuk orang dewasa. Contoh : 'Final Destination', 'Underword' dan 'Basic Instinct'.

    Kalau kita ingin mengetahui lebih lanjut, bisa membuka imdb.com yaitu situs yang membahas film-film Hollywood, kita bisa membuka di bagian 'movie & theaters' dan akan muncul rating. Sebaiknya sebelum kita menonton, atau jika kita mau mengajak anak-anak untuk menonton, check lebih dulu untuk mengantisipasinya.

PENGARUH NEGATIF TV TERHADAP ANAK
  1. Mempengaruhi perkembangan otak dan daya pikir anak
    • Gangguan bicara, kemampuan baca verbal dan pemahaman (usia 0-3 tahun).
    • Hambatan ekspresi pikiran lewat tulisan, agresivitas dan kekerasan, sulit membedakan realitas dan khayalan (usia 5-10 tahun).
    • Pola pikir linier dan kreativitas minim.
    • Konsentrasi rendah (GPP= Gangguan Pemusatan Perhatian) Penelitian yang diekspos di halaman pertama Harian Kompas beberapa tahun lalu: dampak negative tayangan TV beriklan. Konsentrasinya semakin pendek.
  2. Konsumtif. Anak menjadi ingin memiliki mainan, makanan, cara berpakaian dan lain-lain.
  3. Sikap terpengaruhi. Hingga usia tiga tahun, anak belum pandai menyaring apa yang mereka tonton. Akibatnya, mereka mudah sekali terpengaruh oleh apa pun yang ditonton.
  4. Semangat belajar turun.
  5. Obesitas ; asyik menonton didampingi oleh makanan yang asyik.
  6. A-sosial ; kurang mampu menempatkan diri dalam relasi dengan orang lain.
  7. Cepat matang secara seksual, karena telah menonton tayangan-tayangan yang sebenarnya mengeksploitasi seksual dimana anak belum bisa menyaring. Pola pikirnya akan terangsang.
PENGARUH NEGATIF MEDIA BAGI ANAK DAN ORANG DEWASA
  1. Konsumtif dan Pasif-Statis bisa membuat kita menjadi orang Kristen sekuler.

  2. Konsumtif cenderung suka berbelanja sedangkan pasif-statis mempengaruhi agar kita menjadi relaks, malas untuk berpikir. Pola pikir 'entertainment' masuk dalam dunia bergereja.
  3. Menjadi Kristen Sekuler dan Duniawi

  4. Khotbah Minggu -> Media Sekuler --> Senin-Sabtu tanpa Firman
  5. Kecanduan Media,

  6. gejala kecanduan media misalnya :
    1. Pikiran terus-menerus tertuju pada media, misalnya tayangan televisi dan lain-lain.
    2. Cenderung menambah waktu demi meraih kepuasan yang pernah dicapai sebelumnya.
    3. Berulang kali gagal mengontrol atau menghentikan pemakaian.
      Firman Tuhan dari Efesus 5:15-17, "Karena itu perhatikanlah dengan seksama bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal tapi seperti orang arif dan pergunakanlah waktu yang ada karena hari-hari ini adalah jahat sebab itu janganlah kamu bodoh tapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan". Ini peringatan Firman Tuhan yang relevan bagi jaman kita dimana kita perlu memerhatikan apa yang kita pakai, apa yang kita nikmati.
    4. Rasa tidak nyaman, murung, cepat tersinggung ketika berusaha menghentikan pemakaian media.Ketika berhenti malahmerasa gelisah.
    5. Pemakaian media telah membawa resiko hilangnya relasi yangberarti, pekerjaan, kesempatan studi dan meraih prestasi, kesempatan untuk mengembangkan karier.
    6. Media digunakan untuk melarikan diri dari masalah atau meredakan perasaan-perasaan negatif seperti rasa bersalah, kecemasan, depresi dan sebagainya.

    Menurut survei yang dilakukan di Amerika Serikat ditemukan 63% orang menonton televisi sambil makan malam termasuk 76% berusia 8 – 24 tahun. Televisi sudah dijadikan kebutuhan. 29% orang jatuh tertidur sementara televisi tetap menyala. 42% orang menyalakan televisi setiap kali masuk ke ruang di rumahnya. Hal ini menunjukkan gejala-gejala kecanduan televisi.

  7. Memiskinkan Relasi Keluarga

    1. Ibu yang bekerja di luar rumah hanya memberi waktu 11 menit untuk anak, sedangkan ibu rumah tanggamemberi waktu 30 menit untuk anak setiap hari.

    2. Penjelasan: waktu yang dimaksud adalah untuk membacakan buku, bercakap-cakap dan bermain.
    3. Ayah hanya menyediakan waktu 8 menit untuk anak, 5 menit untuk anak remaja.

    4. Penjelasan: sejak usia dini, anak-anak dididik orangtua untuk menempatkan media sebagai pengisi waktu luang: TV, game computer, Tablet, iPad, berbagai gadget. Maka ketika usia sekolah mottonya : media bikin happy, orang tuabikin boring(menjemukan);kelompok sebaya bikin happy, waktu bersama keluarga bikin stres.Apakah serta merta anak bahagia dengan media? Tidak! Anak-anak ini tumbuh menjadi anak, remaja dan orang dewasa yang kesepian! Rentang dengan berbagai penyimpangan hidup dan pribadi yang kurang sehat secara kejiwaan dan emosional. Pada dasarnya manusia diciptakan bukan untuk media tapi sebagai makhluk sosial, berelasi dengan sesama manusia.
    5. 50% keluarga mengakui kekurangan waktu untuk pasangan.

    6. TV dan berbagai 'gadgets' membuat suami dan istri makin sibuk. Membuat mereka merasakan hubungan yang renggang, dangkal dan rawan konflik yang tidak sehat. Televisi dan teknologi media menjadi pengganti keintiman antar pasangan atau pun antar orang tua dan anak.
    7. TV & media teknologi pengganti keintiman pasangan dan anak.

    8. Media berteknologi tinggi menjadi ancaman bagi komunikasi keluarga berteknologi rendah. Banyak anggota keluarga dengan gembira menghabiskan lebih banyak waktu untuk media elektroniknya dan mereka meninggalkan komunikasi satu sama lain. Kaya media tapi miskin komunikasi. Sebuah ironi. Terlalu banyak waktu senggang digunakan untuk konsumsi media dan terlalu sedikit waktu untuk percakapan yang berharga dengan keluarga, juga untuk bercerita dan mendengarkan.

      Keluarga menjadi tidak lebih daripada unit ekonomi dengan tanpa mempraktekkan karunia Allah yang luar biasa untuk berkomunikasi secara verbal dan non-verbal. Keluarga bukan lagi sekelompok individu yang saling mengasihi, saling membagi nilai-nilai dan kepercayaan maupun saling melayani dengan tanpa pamrih.

      Orangtua memenuhi waktu luang mereka dengan mengkonsumsi media dan juga mendorong anak-anak untuk melakukan hal yang sama. Mungkin menjadi hal lumrah jika kita saksikan misalnya: sang ayah asyik dengan remote TV, sang ibu dengan Blackberry dan sang anak dengan Ipad-nya. Mereka ada dalam satu ruangan namun tidak terjadi komunikasi di antara mereka. Jadi, adalah sebuah MITOS atau KEBOHONGAN BESAR bahwa dengan lebih banyak teknologi otomatis waktu luang akan meningkat dan kehidupan keluarga akan berkembang makin harmonis, mendalam dan berkualitas. TV dan perkembangan teknologi media termasuk media sosial bukan lagi mempersatukan keluarga, tapi lebih mungkin mencerai-beraikan keluarga. Sudah saatnya kita memenangkan kembali anak-anak kita dari media. Dalam hal ini, membutuhkan komitmen bersama untuk membangun hubungan yang mendalam dan bermanfaat antara satu dengan yang lain maupun dengan sahabat-sahabat terdekat.

  8. Penipuan
  9. Penipuan lewat SMS dan lain-lain. Kemajuan teknologi tanpa disertai kecerdasan pemahaman menjadi ajang penipuan.
    Kolose 3:12,Kolose 3:14"Karena itu sebagai orang-orang pilihan Allah, kenakanlah belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati dan kesabaran dan di atas semuanya itu kenakanlah kasih sebagai pengikat yang menyatukan dan menyempurnakan".
    Manusia membutuhkan kasih dan kasih inilah yang utama, media tetap kita butuhkan tapi media tidak pernah menggantikan kasih, tidak pernah menggantikan relasi. Relasi jauh lebih penting daripada media.
KIAT MENGATASI PENGARUH NEGATIF MEDIA
  1. Batasi waktu dan selektif.
  2. Bukan berarti karena hal-hal negatif dan akibat negatif media maka serta-merta kita membuang semua media dari hidup kita dan menjadi seperti kaum Kristen Amish di Amerika yang anti kemajuan zaman atau kaum Badui di Jawa Barat. Contoh : waktu menonton televisi 1 jam, gunakan waktu untuk bersama dengan anak 3 jam. Lebih banyak waktu digunakan untuk relasi antar keluarga.
  3. Puasa media.
  4. Terlalu banyak informasi yang tidak kita butuhkan. Sayang otak kita harus menampung hal-hal yang tidak perlu, apalagi memicu emosi yang bikin boros energi.
    Media itu penting, tapi ada hal-hal yang memang tidak berguna bahkan seringkali justru merusak. Mungkin bisa diungkapkan dengan bahasa kekinian : KITA HIDUP BUKAN DARI MEDIA TAPI DARI SETIAP FIRMAN YANG KELUAR DARI MULUT TUHAN. Maka kita melatih sikap hati demikian dengan sesekali menjaga jarak dengan kebisingan media.
    Jadi, berpuasa untuk era digital ini, bukan sebatas puasa dari makan atau minum, tapi juga dari media. Saya pun bisa hidup bahagia dan eksis tanpa media. Membangun kesadaran bahwa "Aku bisa hidup tanpa media".
  5. Jadilah hedonis Kristen.
  6. Katekismus Westminster, yang merupakan salah satu dokumen intisari pengajaran iman Kristen dan merupakan penggalian dari berbagai teks Alkitab, menyimpulkan bahwa: Tujuan utama manusia adalah memuliakan Allah dan menikmati Dia selamanya. Jadi memuliakan Allah dan menikmati Allah selamanya, merupakan satu tujuan, satu kesatuan. Sebagaimana dikatakan di I Korintus 10:31 "Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah." Memuliakan Allah sepatutnya menyatu dengan hal-hal yang kita nikmati.
  7. Tingkatkan interaksi sehat keluarga.
  8. Waktu yang bermutu seharusnya tidak disamakan dengan kegiatan-kegiatan khusus karena hal itu akan mengakibatkan para orangtua gagal melihat nilai kehidupan sehari-hari sebagai suatu kesempatan untuk berkomunikasi dengan anak-anak. Terasa mudah bagi orangtua yang sibuk untuk berpura-pura bahwa sedikit "waktu yang bermutu"dapat menggantikan "waktu secara kuantitas".
    Sebagai pria harus disadari bahwa pada umumnya pria kurang terbuka terhadap kebutuhan relasional orang dan lebih tertarik pada peralatan teknologi, termasuk media.
  9. Cari pertolongan bagi yang kecanduan media
  10. Kenyataan adanya orang-orang yang kecanduan media tidak bisa dipandang remeh. Membutuhkan penyelesaian dan pertolongan serta pendampingan. Orang bijak peduli konseling. Beberapa kasus merupakan pelarian dari sebuah kondisi yang kosong dan hampa di dalam dirinya.
  11. Orangtua perlu mengenali karakteristik alat-alat media ('gedget') yang diberikan ke anak dan memantau penggunaannya.

  12. Fenomena orangtua hanya memberi gadget sebagai alat hiburan padahal bersifat interaktif. Saya tak khawatir fenomena gereja setan, tapi jauh lebih perlu waspada pada kesesatan dalam kamar anak-anak kita. Kasus: pelacuran anak via internet online di Filipina.
KIAT MENGATASI PENGARUH NEGATIF MEDIA
Beberapa AKSI KELOMPOK misalnya :
  1. Sekolah jemaat dan pemuridan intensional serta kembangkan komunitas sejati di dalam gereja: autentik, peduli dan saling membangun.
  2. Layanan titipan anak secara Kristiani.
  3. Kegiatan bermain yang bersifat edukatif Kristiani di luar jam belajar.
  4. Pendidikan media, diskusi film & acara TV.
  5. Klub pecinta internet kristiani.
  6. Klub pembuat media kristiani.

Pendidikan Media adalah istilah yang digunakan untuk pembelajaran bagi khalayak media sehingga menjadi khalayak yang berdaya hidup di tengah dunia sesak-media, khalayak dalam hal ini adalah bisa para pelajar, bisa orang dewasa khususnya orangtua dan para pendamping anak-anak di rumah.

FILIPI 4:8-9, "Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu. Dan apa yang telah kamu pelajari dan apa yang telah kamu terima, dan apa yang telah kamu dengar dan apa yang telah kamu lihat padaku, lakukanlah itu. Maka Allah sumber damai sejahtera akan menyertai kamu". "Garbage In Garbage Out" – hukum tabur tuai, menabur pikiran menuai perbuatan, menabur perbuatan menuai kebiasaan, menabur kebiasaan menuai karakter, menabur karakter menuai nasib akhir. Apa yang kita tabur dalam pikiran jangan dianggap remeh, itu sangat penting. Ada rentetannya. Biarlah diri kita menjadi media yang baik bagi anak-anak kita.