Kepemimpinan Dalam Keluarga 1

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T358A
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Kepemimpinan di dalam keluarga, dianugerahkan kepada kaum laki-laki. Dan rumus untuk bisa memimpin adalah laki-laki harus mengenal apa kelemahannya, sehingga kelemahan itu tidak menjerumuskan orang yang dipimpinnya. Apa saja kelemahannya? Disini diulas secara singkat dan jelas.
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Tuhan memanggil dan menetapkan laki-laki untuk menjadi kepala keluarga. Dengan kata lain, ia mesti memimpin keluarganya. Untuk menjadi pimpinan dalam organisasi atau perusahaan, kita dapat belajar atau bersekolah, namun khusus untuk menjadi pimpinan dalam keluarga, tidak ada sekolah untuk itu.

Sudah tentu ada banyak hal yang dapat dipelajari untuk mempersiapkan diri menjadi pemimpin tetapi terutama di antaranya adalah menyadari kelemahan kita. Pemimpin yang buta akan kelemahannya pastilah menjerumuskan orang atau organisasi yang dipimpinnya. Berikut akan dipaparkan beberapa kelemahan laki-laki.

Pertama adalah KEANGKUHAN. Pada umumnya laki-laki mendasarkan harga dirinya atas KEBERHASILANNYA. Itu sebabnya, perkataan "Saya bisa" begitu lekat pada laki-laki sedangkan pengakuan "Saya tidak bisa" begitu sulit keluar dari mulut. Tidak heran, kebanyakan laki-laki tidak suka diberitahukan oleh istrinya sebab bagi laki-laki, pemberitahuan identik dengan perkataan, "Engkau tidak bisa."

Berkaitan dengan hal ini, laki-laki pada umumnya peka dengan penilaian atas performanya, baik dalam hal SEKSUAL maupun FINANSIAL. Istri mesti mengerti bahwa kegagalan laki-laki untuk berhasil dalam segi finansial dan seksual berpotensi menghancurkan penghargaan diri laki-laki. Itu sebabnya khusus untuk dua hal ini, istri mesti bersikap sensitif.

Sebaliknya, setelah menyadari bahwa inilah titik rawannya, laki-laki pun mesti berusaha keras untuk tidak mendasarkan siapakah dirinya sepenuhnya pada kesanggupannya. Laki-laki mesti membiasakan diri mengakui KETERBATASANNYA dan menghargai KELEBIHAN ISTRI. Kegagalan laki-laki mengakui keterbatasannya dan penolakannya terhadap sumbangsih istri, malah akan makin menghancurkan bukan saja usahanya, tetapi juga pernikahannya.

Singkat kata, laki-laki mesti berani berkata, "Saya tidak bisa" dan "Saya membutuhkan pertolonganmu." Kedua pernyataan ini bukanlah pernyataan akan kegagalan. Sebaliknya, kedua pernyataan ini memerlihatkan bahwa ia dapat melihat dirinya apa adanya.

Kedua, berkaitan dengan kebutuhan lak-laki untuk menerima pengakuan akan kesanggupannya, BIASANYA LAKI-LAKI SULIT MENGUTARAKAN PIKIRAN DAN PERASAANNYA DALAM HAL-HAL YANG MERUPAKAN TITIK KELEMAHANNYA. Sebagai contoh, laki-laki tidak mengalami kesukaran bercerita kepada istri tentang tantangan yang dihadapi dalam pekerjaannya. Tetapi, ia akan menemui kesulitan bercerita tentang kegagalannya dalam pekerjaan. Daripada mengungkapkannya, ia lebih suka menyimpannya sendiri. Itu sebabnya kebanyakan laki-laki bermasalah dalam hal KEINTIMAN.

Sebagaimana kita ketahui keintiman menuntut keberanian untuk menyingkapkan diri sedalam-dalamnya, termasuk kegagalan dan rasa malunya. Tidak heran banyak istri yang mengeluh bahwa suaminya sulit intim secara emosional dan bahwa berbicara dengan suami mirip dengan menggali sumur untuk mendapatkan air.

Kesukaran laki-laki mengekspresikan dirinya berdampak pada dua area di dalam hidupnya yaitu hal SEKSUAL dan KEKERASAN FISIK. Oleh karena kesukarannya menyatakan keintiman lewat ucapan, kebanyakan laki-laki cenderung mengkspresikannya melalui relasi seksual. Di dalam hubungan seksual, laki-laki barulah dapat membiarkan dirinya terbuka tanpa perisai dan menikmati kedekatan dengan istrinya. Inilah kesempatan yang baik untuk istri menikmati keintiman dengan suami dan tidak menjauh darinya.

Selain dari relasi seksual, laki-laki cenderung mengungkapkan pikiran dan perasaannya lewat kekerasan fisik. Apa yang tak terungkapkan secara verbal akhirnya terlontar secara fisik. Itu sebab dalam berelasi dengan suami, penting bagi istri untuk menjaga agar konflik tidak berkembang ke arah fisik. Berilah waktu kepada suami untuk berpikir dan menjawab sebab memang laki-laki memerlukan WAKTU dan KESIAPAN untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya.

Sebagaimana kita ketahui kedua area ini menjadi titik kelemahan laki-laki. Banyak laki-laki jatuh dalam menghadapi godaan seksual dan banyak keputusan keliru diambil laki-laki dalam kemarahan. Oleh karena tidak mengalami kedekatan dengan istri, akhirnya suami jatuh ke dalam hubungan intim dengan wanita lain. Dan, oleh karena tersinggung dan merasa terhina, dalam kemarahan laki-laki bertindak gegabah dan merugikan banyak orang.

Ketiga, oleh karena laki-laki cenderung menggunakan rasio ketimbang emosi, laki-laki akhirnya menjadi sangat PRAGMATIS dalam bertindak. Masalahnya adalah tindakan yang mengedepankan hasil dan efisiensi akhirnya bukan saja mengorbankan perasaan orang tetapi juga kepentingan orang. Kadang laki-laki bertindak egois oleh karena terlalu berkiblat pada apa yang "terbaik" sehingga lalai melakukan kebaikan kepada istri dan anak-anaknya.

Di sinilah kerap timbul konflik antara suami dan istri. Banyak istri merasa frustrasi karena suami sukar memahami perasaannya. Dan, akhirnya kegagalan memahami emosi berakibat buruk—pertengkaran malah menjalar ke mana-mana padahal masalahnya relatif simpel. Laki-laki perlu duduk diam dan berupaya keras merasakan perasaan istri sebab hanya dalam bingkai inilah ia baru akan dapat mengerti mengapa istri melakukan dan mengatakan hal itu.

Keempat dan terakhir, oleh karena kesulitannya masuk ke wilayah perasaan dan kecenderungannya bersikap pragmatis, laki-laki SUKAR MENGEMBANGKAN MINAT TERHADAP HAL ROHANI. Segalanya diukur dari segi kegunaan sehingga ketika hal rohani tidak membuahkan hasil yang diharapkan, ia pun cepat undur dari kegiatan rohani.

Memang tidak bisa disangkal ada banyak hal rohani yang melibatkan perasaan, seperti rasa dikuatkan, rasa damai, rasa dijamah Tuhan, dan sebagainya. Nah, karena tidak mudah bagi laki-laki menyelami wilayah perasaan, kadang buatnya semua istilah ini tidak beda dengan istilah asing yang tak dipahaminya. Masalahnya adalah, kita kerap mengasosiasikan semua ini dengan kehadiran Tuhan di dalam hidup kita sehingga sewaktu kita tidak mengalaminya, kita pun beranggapan bahwa Tuhan jauh dari kita.

Laki-laki mesti menyadari bahwa kehadiran Tuhan lebih dari sekadar perasaan dan tidak mesti melibatkan perasaan. Laki-laki perlu mendasarkan pengalaman rohaninya pada Firman Tuhan dan ketaatan pada kehendak Tuhan. Perasaan boleh datang dan boleh pergi namun kehadiran Tuhan senantiasa bersama anak-anak-Nya yang menaati-Nya.

Berikut akan dipaparkan beberapa langkah yang perlu disiapkan dan diambil laki-laki agar ia dapat menjadi kepala dalam keluarga. Pertama, laki-laki mesti menyadari bahwa kepemimpinan yang dimaksudkan Tuhan adalah MELAYANI, BUKAN MEMERINTAH. Singkat kata, laki-laki mesti menempatkan kepentingan keluarga di atas kepentingan pribadinya. Dalam pengambilan keputusan laki laki harus senantiasa memikirkan yang terbaik buat istri dan anak-anaknya.

Kedua, laki-laki mengepalai keluarganya bukan dengan cara melebihi istri melainkan MELENGKAPI ISTRI. Jadi, bukannya memikirkan bagaimana membawa lebih banyak uang daripada istri melainkan bagaimana mengerjakan hal-hal yang tidak dapat dilakukan istri dengan baik. Singkat kata, laki-laki memimpin lewat kerelaannya menolong istri dalam kelemahannya.

Ketiga, oleh karena laki-laki hanya dapat memimpin dengan dukungan istri, maka laki-laki pun perlu MEMINTA PERTOLONGAN ISTRI, terutama dalam hal yang merupakan kelemahannya. Laki-laki tidak perlu malu atau gengsi mengutarakan kekurangannya atau kebutuhannya sebab pemimpin yang baik adalah seseorang yang menyadari keterbatasannya dan tahu meminta bantuan orang lain.

Keempat, laki-laki memimpin keluarganya dengan cara MELAKUKAN APA YANG MENJADI KEHENDAK TUHAN. Singkat kata laki-laki mesti memiliki hubungan yang erat dengan Tuhan sehingga apa pun yang dilakukannya merupakan pertanggungjawabannya kepada Tuhan. Terpenting bukanlah melakukan apa yang dikehendakinya melainkan apa yang dikehendaki Tuhan sehingga pada akhirnya satu keluarga turut berjalan di belakang Tuhan.

1 Petrus 5:3 mengingatkan, "Janganlah kamu berbuat seolah-olah kamu mau memerintah atas mereka yang dipercayakan kepadamu, tetapi hendaklah kamu menjadi teladan bagi kawanan domba itu." Tuhan telah memercayakan istri dan anak-anak kepada laki-laki, jadi, tuntunlah mereka lewat keteladanan kita.