Batasan yang Sehat

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T548B
Nara Sumber: 
Ev. Sindunata Kurniawan, M.K
Abstrak: 
Manusia didesain oleh Allah sebagai makhluk sosial dimana, manusia perlu berelasi, baik dengan Tuhan dan sesama manusia. Namun demikian tanpa adanya relasi dengan batasan yang benar maka kita akan membangun sebuah relasi tidak sehat dengan batasan yang tidak jelas, dengan cara mengikari apa yang menjadi milik kita dan mencoba mengaku-aku apa yang menjadi tanggung jawab orang lain. Oleh karena itu hal yang perlu dipelajari ialah kita perlu berelasi tanpa kehilangan identitas kita dan keunikan kita. Jadi setiap manusia membutuhkan relasi yang dalam, dimana relasi tersebut menerima keunikan dan identitas kita dengan berlandaskan pada kasih karunia.
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan
dpo. Ev. Sindunata Kurniawan, M.K.

Orang sehat hidup memiliki ikatan dan batasan. Ikatan adalah kemampuan untuk menjalin rasa keterikatan emosional dengan orang lain. Kemampuan untuk menjalin relasi dengan orang lain pada tingkat yang dalam. Sementara batasan (boundary) adalah kemampuan untuk memisahkan diri dan menjaga jarak yang sehat dengan orang lain. Berbicara tentang batasan adalah berbicara tentang kesadaran mengenai diri kita sendiri terlepas dari orang lain. Jadi batasan adalah mengenai siapa saya dan siapa bukan saya. Apa yang saya suka dan apa yang tidak saya suka. Apa yang saya inginkan dan apa yang tidak saya inginkan. Mana yang menjadi tanggungjawab saya, mana yang bukan menjadi menjadi tanggungjawab saya. Jadi batasan berkenaan identitas dan jati diri kita.

Dalam dunia fisik sekeliling kita, kita mengenal lintasan jalan, pembatas jalan dan marka jalan. Jika kita mau aman dalam menempuh perjalanan, kita akan mengikuti batasan-batasan tersebut. Demikian pula adanya pagar rumah dan batas parkir kendaraan berguna sebagai batasan untuk melindungi keamanan teritori kita yang ada di dalamnya dan sekaligus batasan untuk kita yang di luar tidak melampauinya. Dalam hal fisik, kulit sebagai bagian tubuh terluar adalah salah satu wujud batasan kita. Diri kita yang sehat akan memberi batasan siapa yang bisa menyentuh kulit kita dan kita akan melindungi kulit kita. Demikian juga secara fisik kita mengenal jarak psikologis untuk kita merasa aman berdekatan dengan orang lain. Jika kita berhadapan dengan orang lain, umumnya kita akan memberi jarak sekitar 1 meter. Jika merasa kurang aman dengan orang tersebut, akan memberi jarak lebih lebar. Sebaliknya jika merasa lebih aman dan intim, kita akan makin berdekatan.

Selain batasan fisik ada batasan yang bersifat abstrak yang di awal kita membahasnya tadi. Batasan menjelaskan diri kita yang terpisah dari orang lain. Siapa saya dan siapa bukan saya. Ketika kita menegakkan batasan secara sehat maka kita akan meningkatkan integritas kita dan kesehatan jiwa kita maupun orang lain.

Galatia 6:5 "Sebab tiap-tiap orang akan memikul tanggungannya sendiri." (tanggungan=beban)

Bertanggungjawab untuk diri sendiri. Sisi lain, bertanggungjawab untuk orang lain

"Bertolong-tolonglah menanggung bebanmu..." Galatia 6:2

Problem dengan batasan mencakup segala kebingungan tentang tanggungjawab dan kepemilikan dalam kehidupan kita." sebagaimana dikatakan oleh Henry Cloud dan John Townsend dalam bukunya yang berjudul "Boundaries".

Pemisahan merupakan aspek penting dari identitas kita sebagai manusia. Kita perlu berelasi dengan orang lain dengan tanpa kehilangan identitas dan individualitas atau kedirian kita. Dalam hal ini kita perlu menerapkan seni untuk menjadi diri sendiri dengan tanpa kehilangan orang lain. Antara menjadi diri sendiri dan menjadi diri yang diharapkan. Antara ikatan dan batasan.

Berbicara dengan ikatan dan batasan sesungguhnya merupakan pantulan dari sifat Allah sendiri. Allah kita adalah Allah Tritunggal yang memiliki ikatan dan batasan. Allah Bapa, Allah Putra dan Allah Roh Kudus merupakan satu Allah, satu Oknum Allah. Satu kesatuan. Bersamaan itu, masing-masing merupakan Pribadi-Pribadi yang berbeda dan terpisah. Masing-masing memiliki identitas dan batas-batas serta tidak kehilangan identitas dalam kesatuan di antara Mereka sebagai Allah.

Terhadap kita ciptaan-Nya, Allah terpisah dari ciptaan-Nya. Allah tahu siapa Diri-Nya dan siapa bukan Diri-Nya. Dia bukanlah Allah yang menyatu dengan ciptaan-Nya. Dia adalah Pribadi dari terpisah dari kita, ciptaan-Nya. Namun, Dia adalah Allah yang mampu memiliki relasi dengan kita. Allah yang merindukan kita dan mengasihi kita. Allah yang berduka oleh karena ketidaktaatan kita. Allah yang bahkan mengorbankan Putra-Nya Yesus Kristus untuk menyelamatkan kita.