Apa yang Dapat Dilakukan Supaya Pulih?
oleh Pdt. Dr. Vivian A. Soesilo
Kata kunci: Apa itu pengampunan, keputusan untuk mengampuni, pengampunan secara emosi, "Perasaan tidak mengampuni", rekonsiliasi
TELAGA 2024
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi dimana pun Anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (TEgur Sapa GembaLA KeluarGA). Acara ini diselenggarakan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) bekerjasama dengan radio kesayangan Anda ini. Saya, Yosie, akan berbincang-bincang dengan Ibu Pdt. Dr. Vivian A. Soesilo, beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling keluarga dan perbincangan kami kali ini tentang "Terluka, Mau Pulihkah?" bagian kedua. Kami percaya acara ini bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Y: Kita akan lanjutkan bagian kedua, ya, Bu. Kalau di bagian pertama kita sudah melihat berbagai tanda dan gejala orang-orang yang terluka batinnya, di bagian kedua ini akan dibahas bagaimana atau apa yang dapat dilakukan untuk pulih? Nah, apa Bu, silakan menjelaskan.
VS: Untuk pulihnya ini kita perlu tahu jalan pemulihan itu tidak mudah, pertama saya harus bicara, karena jalan pemulihan itu menyakitkan. Kadang orang tidak mau karena menyakitkan, tapi perlu tahu menyakitkan ini untuk disembuhkan daripada terus-menerus sakit, tapi ini untuk disembuhkan.
Y: Mengapa Bu dikatakan menyakitkan, jalan pemulihan ini?
VS: Karena menyakitkan ini untuk pulih itu orang harus kembali ke peristiwa yang menyakitkan, bukannya hidup disitu tapi harus mengunjungi. Untuk mengunjungi itu peristiwa itu diingat lagi lalu seperti dialami sebentar lagi, itu menyakitkan. Kalau bisa itu dikubur, saya tidak mau lihat, tapi justru dikubur tidak akan beres. Menyakitkan itu untuk menghadapinya, dikunjungi, dihadapi lalu dibereskan. Itu yang menyakitkan, tapi sudah beres malah belenggunya hilang semua. Jadi pemulihan ini karena menguras banyak energi, emosi dan berbagai aspek kehidupan kita, untuk kesana itu butuh keberanian dan ketekadan saya mau membereskan, maka kita perlu memunyai kemauan, memang aku mau, tapi ini adalah jalan yang sulit, begitu, supaya sembuh, supaya pulih. Untuk mau disembuhkan, sebelumnya klien perlu memunyai sikap, beberapa sikap yang penting. Satu, mau merendahkan diri di hadapan Tuhan, tidak sombong. Mengapa begitu? Karena ada orang yang menganggap, "Aku bisa mengurus diriku sendiri, tidak perlu Tuhan, tidak perlu siapa-siapa". Aku bisa menghadapi diri sendiri, tapi harus merendahkan diri dan supaya Tuhan tolonglah aku. Yang kedua, dia perlu memunyai kesediaan merasa dirinya tidak berdaya, perlu bantuan dari Tuhan dan sesama. Oleh karena itu tidak boleh sombong, merasa diri aku tidak bisa menghadapi ini, maka perlu bantuan Tuhan dan sesama saya. Sesama itu siapa? Bisa saja orang yang dia percayai, seorang konselor atau seorang pendeta, atau orang yang dia percayai, siapa saja, yang bisa diajak berdiskusi dan yang memunyai pandangan yang obyektif. Dan juga klien ini harus memunyai sikap tidak defensif, tapi dia mau menghadapi masalahnya, oh selalu defensif salahnya orang-orang, dia tidak mau.
Y: Defensif itu maksudnya membentengi diri, ya Bu?
VS: Iya, jadi membentengi sendiri, pokoknya aku di-‘defense’, yang salah selalu orang lain. Memang kesalahan orang, tapi kita juga punya tanggungjawab, jadi yang lain juga perlu klien ini perlu jujur, tidak ditutupi diri, apa yang terjadi jujur, tidak usah ditutup-tutupi. Ada orang seringkali, kalau aku jujur berarti membuang bau-bau yang jelek dari keluarga.
Y: Membongkar aib, malu.
VS: Ada orang malu, orang tahu keluargaku seperti ini, dia tidak mau dan ini dia tahu harus jujur. Tuhan tahu apa yang sebenarnya, karena bila orang tidak jujur menghadapi masalahnya sendiri, itu tidak akan beres dan juga dia harus berani mengungkapkan dirinya terutama tadi bau busuk, apa adanya. Ada yang mengungkapkan itu memalukan, ini juga tidak hormat pada terutama bila berhubungan dengan orang tua. Nanti orang tua saya disalahkan, kita tidak menyalahkan, tapi kita menghadapi. Memang ada yang pernah terjadi, hal itu menyakitkan, tapi sekarang bukan untuk menyalahkan tapi menghadapi lalu dibereskan. Lalu klien juga mau bertanggungjawab. Pengalaman yang menyakitkan itu, tapi aku mau bertanggungjawab, apa yang bagianku, yang membuat menyakitkan, itu harus tanggungjawab. Dan juga mau tanggungjawab untuk membereskan, juga mau bekerjasama baik dengan konselor, mengikut arahan dari konselor. Siapa yang dia ceritai, mau bekerjasama dengan baik. Karena kalau orang tidak mau bekerjasama ya tidak sembuh. Kalau diarahkan dengan baik, dia mau mengerjakan PR-PRnya, lalu juga klien bersedia berjuang keras untuk menghadapi dan membereskan masalahnya dengan bantuan Tuhan. Ini tidak mudah, permulaan mau pulih perjalanan yang menyakitkan, tapi mau bekerja keras, mau menghadapinya, ini baru bisa dengan bantuan Tuhan. Juga dia tetap mau terus bersemangat mengikuti bimbingan dari konselor, meskipun menyakitkan, tapi ini menyakitkan untuk dipulihkan, tetap semangat, ada perubahannya itu seringkali tidak bisa langsung.
Y: Langsung instan.
VS: Tidak bisa. Perubahan sedikit demi sedikit tapi mengarah yang baik, itu akhirnya bisa sembuh. Jadi ada orang, "Lho kok tidak sembuh-sembuh ya?" Butuh waktu. Klien bersedia untuk melihat dari pandangan yang lain, selama ini pandanganku ya ini, tapi ini sekarang kita dibimbing, melihat pandangan lain, itu harus terbuka berarti bukannya orang yang punya pendirian sendiri. Inilah menganggap seperti itu, kita perlu memunyai pandangan yang benar, jadi pandangannya bukan melalui kacamata pengalaman yang menyakitkan. Pandangan tidak membandingkan dirinya dengan orang lain, karena setiap orang berbeda, situasinya berbeda, itu yang klien harus mau punya sikap seperti itu. Klien yang tidak punya sikap seperti itu, susah.
Y: Susah sembuh, karena itu pertanyaannya, "Mau pulihkah?" Tergantung tanggungjawab dan bagian kita sendiri.
VS: Betul, kalau kita sudah memunyai sikap yang benar seperti itu, sekarang dapat dibimbing melalui jalan pemulihan, yang saya tawarkan adalah jalan pengampunan. Itulah yang paling terbaik supaya kita dapat pulih. Jalan pengampunan itu sangat menyakitkan, karena mengenang kembali peristiwa yang menyakitkan, kalau bisa kita kubur. Jangan keluar lagi, tapi kalau dikuburkan, tidak dihadapi ya keluar lagi, meletus di sana sini, tapi dihadapi, dikeluarkan, dibereskan. Jadi pengampunan dapat merupakan jalan panjang, tetapi membebaskan dari pembelenggu, sehingga kita bisa berfungsi dengan baik.
Y: Menarik sekali ya, Bu. Seperti apa prosesnya jalan pengampunan itu?
VS: Untuk prosesnya kita harus mengetahui dulu pengampunan itu apa? Ini ada orang menganggap punya pengampunan itu adalah suatu proses perubahan setelah terjadi suatu kesalahan-kesalahannya orang lain, kesalahan apa itu kita proses, lalu pengampunan tidak mengingkari sudah terjadi kesalahan atau pengalaman yang menyakitkan. Ada orang yang menganggap sudahlah dianggap tidak pernah terjadi.
Y: Mungkin kalau mengakui sakit tadi ya, Bu. Jadi seperti pura-pura tidak terjadi.
VS: Pengampunan justru harus menganggap tidak boleh seperti itu, tapi memang terjadi dan hal itu menyakitkan. Pengampunan juga bukan berpura-pura tidak pernah terjadi pengalaman yang menyakitkan. Bukan pura-pura. Tadi saya ceritakan bapak yang marah-marah dengan istri dan anak-anaknya, bukan "Oh tidak, tidak pernah papa mamaku meninggalkan". Ya memang papa mama meninggalkan tanpa pamitan, itu betul. Pengampunan bukannya melupakan apa yang pernah terjadi, suatu kesalahan atau kejadian yang menyakitkan, yang pernah dilakukan orang lain terhadap kita merupakan suatu sejarah, tidak dapat diingkari. Tidak mungkin melupakannya, kita sering dengar bahasa Inggris, "To forgive is to forget", jadi mengampuni itu ya melupakan. Justru mau sembuh, harus diingat. Pengampunan diingat lalu dihadapi, dibereskan. Kita harus menghadapi apa yang sudah pernah terjadi, kita tidak perlu melarikan diri dari kenyataan, pertama harus seperti itu. Dengan pengampunan kita tidak lagi dikendalikan oleh apa yang sudah pernah terjadi dan oleh hal yang melukai hati kita, tapi kita mengingat tidak dapat mengubah sejarah kita. Sejarah tidak bisa berubah, tapi yang dapat berubah bagaimana saya menghadapinya sekarang dan yang akan datang. Itu yang penting.
Y: Itu titik poin-nya.
VS: Ya, jadi membereskan sekarang untuk masa depan saya tidak terlukai terus. Jadi seharusnya kita tidak dikendalikan oleh apa yang sudah pernah terjadi atau apa yang kita alami, tapi kita kendalikan sedemikian rupa, supaya dipengaruhi oleh apa yang sekarang saya putuskan, apa yang saya mau lakukan sekarang untuk kemudian hari. Itu yang penting, seperti itu. Jadi pengampunan ini adalah hadiah yang diberikan secara cuma-cuma dan sadar oleh orang yang pernah disakiti, sehingga siklus batin yang terluka tidak terus-terus berulang, maksudnya tidak diteruskan kepada anaknya.
Y: Seperti tadi contohnya, terluka dari suami diturunkan ke anak, kalau tidak diampuni.
VS: Betul seperti itu. Pengampunan bukan menghilangkan akibat perbuatan kesalahan seseorang. Orang salah memang salah, tapi kita mengampuni. Orang yang salah memang harus bertanggungjawab terhadap apa yang dia perbuat. Jadi kita ingin melihat contoh Alkitab, ada orang yang bersalah, Tuhan juga tetap menghukum, tapi Tuhan bermurah hati, mengampuni dosanya, tapi dia harus bertanggungjawab terhadap perbuatannya. Kalau kita lihat contoh di Alkitab, raja Daud yang berzinah, anaknya memang meninggal. Juga perbuatannya itu membuat Tuhan marah, meskipun diampuni keluarganya lain kali banyak cekcok, ini Tuhan sudah meramalkannya. Itu adalah perbuatan yang harus kita tahu. Kalau menurut M.E.McCullough dan Everett L.Worthington, Jr. mengungkapkan dalam jurnal "Counseling and Value" no.39, ini dikatakan pengampunan adalah suatu fenomena yang kompleks, yang berhubungan dengan emosi, pikiran, tingkah laku, sehingga dampak dan penghakimannya yang negatif terhadap orang yang menyakiti dapat dikurangi, jadi kompleks, semuanya kena. Apa yang kena? Emosinya, pikiran, tingkah lakunya, jadi oleh sebab itu melalui pengampunan, suhu kemarahan orang itu dapat turun dengan drastik. Kalau orang marah suhunya tinggi sekali. Dengan pengampunan lalu turun, pengampunan dapat mengubah secara langsung emosi kemarahan orang dan membuahkan hasil yang positif. Everett L.Worthington, Jr. membuat perbedaan antara dua jenis pengampunan, yaitu keputusan untuk mengampuni dan pengampunan secara emosi. Juga ada perasaan tidak mengampuni dan juga rekonsiliasi. Apa keputusan untuk mengampuni ? Itu adalah suatu peristiwa yang menyakitkan terjadi, sekarang saya memutuskan saya mau mengampuni orang itu, tapi keputusan mengampuni ini, kita emosinya kadang-kadang masih terbawa-bawa.
Y: Betul, seringkali tidak terima, kok enak, saya yang harus mengampuni, bukankah dia yang menyakiti saya.
VS: Keputusan itu penting, suatu keputusan aku sudah memutuskan mau, emosinya butuh waktu. Kita mau karena Tuhan Yesus sudah mengajarkan kepada kita, kalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di surga akan mengampuni kamu juga, tetapi bila kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu. Lalu emosinya butuh perkembangan. Saya tadi ceritakan ibu yang dipukuli 30 kali lebih, tulangnya patah. Dia sangat sakit hati, saya katakan bagaimana kalau mengampuni suaminya? Wah, tidak bisa seperti itu. Saya jelaskan pengampunan itu untuk dirimu, supaya kamu tidak terbelenggu, marah-marah terus, supaya hidupmu tenang. Pengampunan untuk dirimu sendiri, akhirnya dia membutuhkan waktu. Dia katakan, "Ok, saya mau mengampuni".
Y: Setelah tahu bahwa pengertian pengampunan itu bukan untuk membebaskan pelaku dari kesalahan, tapi justru membebaskan diri kita dari belenggu tadi.
VS: Betul. Suaminya itu dipenjarakan di Australia, disitu dipenjarakan 16 tahun, jadi dia harus bertanggungjawab terhadap perbuatan kepada istrinya ini. Dia juga bukannya mengampuni lalu dia disuruh keluar, tidak, tetap mendekam disitu tapi ibu ini tidak usah seumur hidup terus marah-marah. Tapi dia sudah Ok, emosinya membutuhkan waktu. Kadang-kadang masih ada perasaan yang tidak bisa mengampuni. Perasaan tidak bisa mengampuni itu apa? Kadang-kadang masih ada perasaan sakit hati, benci, dengki, pahit, marah, takut, itu adalah sesuatu yang memangnya Ok, tapi dia tetap mau mengampuni. Wah, dampaknya luar biasa. Dia cerita pada saya, setelah hati saya sudah mengatakan, "Ok, saya mengampuni suami saya, malam itu saya bisa tidur tanpa minum obat tidur".
Y: Padahal masih keputusan, perasaannya, emosinya masih sakit, karena dihajar seperti itu.
VS: Betul, tapi malam itu dia cerita kepada saya, konseling selanjutnya. "Aku bisa tidur seperti bayi".
Y: Itu melegakan sekali untuk orang yang insomnia.
VS: Betul, padahal sekian lama setelah peristiwa itu dia harus tidur dengan obat tidur. Emosinya kadang-kadang masih timbul. Emosi marah, itu sesuatu yang normal, butuh waktu untuk itu. Seringkali bila timbul kita harus bicara pada diri sendiri, bahwa aku sudah mengampuni, malah Everett L.Worthington, Jr. mengajarkan, "Kamu harus menulis jurnal". Yaitu, "Saya hari ini, tanggal ini, saya sudah mengampuni". Jadi kalau kadang-kadang kembali, "Aku sudah mengampuni".
Y: Kembali ke keputusan tadi, ya Bu.
VS: Betul. Lalu ada hal yang lain, penting ada rekonsiliasi, tidak semua orang yang diampuni bisa rekonsiliasi, karena kalau keadaannya tidak memungkinkan dan masih bahaya, tidak bisa. Jadi istri ini dia katakan tidak mungkin rekonsiliasi dengan suaminya. Dia sudah mengampuni, tapi tidak bisa hubungan suami istri lagi kembali, nanti kalau 16 tahun lewat, dia tidak akan kembali. Begitu menyakitkan pengalamannya, tidak bisa.
Y: Dan itu tidak masalah, kadang menjadi beban, misalnya orang Kristen tapi kita perlu melihat itu sebagai dua hal yang berbeda, ya Bu.
VS: Betul, kalau suaminya tidak berubah ya tidak mungkin. Terlalu menyakitkan ini tidak bisa. Ada orang yang rekonsiliasi seadanya selingkuh, tapi dia tetap masih mau terus selingkuh ya tidak bisa. Tindakan penganiayaan ini masih belum tentu suaminya berubah, jadi dia tidak memilih tidak rekonsiliasi, jadi cerai. Waktu setelah keluar Rumah Sakit, dia sudah cerai dengan suaminya. Jadi kita melihat rekonsiliasi bukan untuk semua orang, tapi pengampunan untuk semua orang. Lalu jalannya pengampunan itu bagaimana? David Stoop dan J. Masteller mengajarkan yang mau mengampuni harus tahu yang diampuni itu apa?
Y: Mengenali luka kita, itu tadi.
VS: Ya, tahu apa, tidak bisa orang mengatakan, "Aku mengampuni semuanya". Semua itu apa? Yang mana? Harus tahu, yang mana. Terluka itu, seperti ibu tadi, dia terluka karena ia dipukuli sampai patah tulangnya, itu harus tahu peristiwa apa. Pertama harus tahu. Yang kedua tahu juga perasaannya, ada orang, ibu itu perasaannya marah, perasaannya takut dan juga perasaannya dia sedih. Mengapa perlu tahu perasaannya? Supaya tahu, oh inilah peristiwanya, inilah perasaanku, supaya jelas, maka harus jujur semuanya. Lalu setelah tahu hari yang ketiga mengeluarkan perasaan-perasaan yang tadi, yang saya katakan tadi, ini perlu tahu seperti racun dalam tubuh kita, itu harus dikeluarkan. Sekarang kalau orang ada racun di tubuhnya bagaimana tidak mau dikeluarkan?
Y: Mematikan.
VS: Jadi itu ‘kan harus dikeluarkan, bahaya, maka didalam orang mau mengampuni juga harus dikeluarkan. Dengan cara apa mengeluarkannya? Dengan cara ada orang yang menulis jurnal. Ibu ini orang yang senang melukis, jadi dia melukiskan itu dengan cat air.
Y: Melukiskan perasaan terlukanya.
VS: Betul, jadi dia kemarahannya dia memakai cat air yang warna merah. Warna hitam itu perasaanku, lalu juga dia merasakan ini keindahannya setelah mengampuni warna kuning. Waktu dia menggambarkan dirinya yang sudah mengampuni ada gambaran orang lalu dikelilingi oleh warna kuning. Dia sudah ada damai Tuhan, lalu juga ada kemarahan yang sudah diluar, hitam itu diluar. Ibu ini mengeluarkan kemarahannya dengan cara dia suka pakai ‘clay’. Jadi dia membentuk ‘clay’ dirinya sendiri yang tidak ada kakinya, karena apa? Sejak dipukuli dia tidak bisa jalan.
Y: Lumpuh ya ?
VS: Tapi bukan lumpuh total, masih bisa satu dua langkah, tapi ke mana-mana kalau jalan harus memakai kursi roda. Jadi menurut dia, "Inilah diriku yang terluka ini", dia mengeluarkannya dengan membuat bentuk dari ‘clay’, jadi ada orang yang dengan menyanyi. Tadi bapak yang saya ceritakan, dia membentuk cerita apa yang terjadi dengan menyanyi, menggubah lagu.
Y: Menarik ya, jadi ekspresinya bisa macam-macam membuang racun tadi.
VS: Betul, tapi ada orang yang bercerita dengan konselor, "Ini lho kejadiannya begini-begini", ada orang yang bercerita kepada Tuhan dengan berdoa dengan konselor disitu, berdoa kepada Tuhan, sakit hatinya apa. Ada orang yang memakai kursi kosong, berbicara dengan orang yang menyakitinya. Lalu setelah begitu dikeluarkan lalu menghilangkan utang mengampuni, seakan-akan orang yang menyakiti itu berutang. Sekarang dengan kuasa Tuhan aku mau mengampuni, menghilangkan utang, sudah aku tidak perlu memerhitungkan lagi. Setelah itu dia memutuskan sudah tidak mau membuat batasan, melindungi diri. Batasannya apa, supaya ini tidak disakiti lagi kalau ada orang yang menyakiti tadi, saya pernah ada seorang klien, dia tinggal dengan papa mamanya, sudah dewasa, belum menikah, tapi papa mamanya sejak kecil sampai dia dewasa, dia bekerja sebagai manajer suatu perusahaan, itu dimarah-marahi, tapi perusahaannya papa mamanya. Jadi dia punya batasan, keluar dari perusahaan papa mamanya, dia bisa menjadi manajer di tempat lain. Itu yang dia lakukan untuk membatasi supaya tidak dimarah-marahi terus, itu batasannya.
Y: Itu boleh, ya Bu.
VS: Boleh. Lalu dia juga batasan yang lain, tapi masih dimarahi karena masih tinggal di rumah papa mama, lalu dia memutuskan untuk beli rumah kecil-kecilan sendiri, disitu tapi bukan putus hubungan. Dia masih bila hari libur, berkunjung, hubungan dengan orang tua baik, sekarang dia diperlakukan sebagai tamu, bukan sebagai anak yang dimarah-marahi. Yang terakhir kalau bisa rekonsiliasi, tidak semua bisa rekonsiliasi, tapi yang tadi saya katakan, manajer ini bisa rekonsiliasi dengan orang tuanya, baik. Hubungannya ada batasan. Itulah setiap orang kalau mau dipulihkan harus melewati jalan pengampunan ini, dengan ini dipulihkan. Itu bisa bebas bekerjasama antara klien dengan konselor, bisa dibebaskan dan belenggu-belenggu yang dulu membuatnya sulit berjalan.
Y: Tadi ketika pengampunan dilepaskan, gejala-gejala yang mengganggu, tanda-tanda itu juga kelihatan berkurang. Ibu sudah mengalami banyak di proses-proses konseling dengan klien.
VS: Bukan hanya hilang itu seperti tadi, sudah sembuh, ada beberapa orang yang menceritakan, saya dulu pemarah, sekarang saya menjadi sabar. Juga dulu bebannya berat sekali, sekarang hilang. Semua berton-ton di pundaknya hilang, wah bebas, senang, gembira dari Tuhan.
Y: Luar biasa ya Bu, kalau benar-benar kita mau punya sikap hati yang benar dan mau memproses jalan pengampunan meskipun tidak mudah, tapi dampaknya sangat luar biasa didalam hidup kita, disembuhkan.
VS: Betul.
Y: Luar biasa, terima kasih banyak, Bu Vivian, untuk pemaparannya. Saya percaya hari-hari ini pun masih sangat diperlukan pengajaran atau edukasi seperti ini supaya setiap orang yang terluka boleh dipulihkan.
Para pendengar sekalian, terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Ibu Pdt. Dr. Vivian A. Soesilo dalam acara Telaga (TEgur sapa gembaLA keluarGA) dan kami baru saja berbincang-bincang tentang "Terluka, Mau pulihkah?" bagian kedua. Bagi Anda berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan menghubungi kami melalui surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK), Jl. Cimanuk 56 Malang atau Anda juga dapat mengirimkan email ke telaga@telaga.org ; kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org ; saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.