TELAGA
Dipublikasikan pada TELAGA (https://www.telaga.org)

Depan > Depresi dan Bunuh Diri 2

Depresi dan Bunuh Diri 2

Kode Kaset: 
T361B
Nara Sumber: 
Ev. Sindunata Kurniawan, M.K.
Abstrak: 
Bersamaan dengan kemajuan jaman, semakin banyak pula gangguan depresi yang dialami orang masyarakat sekarang. Pemicu awal depresi adalah stres, namun dari stres yang tidak terselesaikan itulah, kemudian mengarah ke depresi dan bisa sampai pada langkah yang terburuk yaitu mengambil tindakan bunuh diri. Bagaimana kita bisa mengetahui gejala depresi ? Agar tidak sampai bunuh diri, apa yang bisa kita lakukan untuk menolong orang yang sedang depresi?
Audio
MP3: 
3.4MB [1]
Play Audio: 
Your browser does not support the audio element.
Transkrip

Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Acara ini diselenggarakan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) bekerjasama dengan radio kesayangan Anda ini. Saya Hendra akan berbincang-bincang dengan Bapak penginjil Sindunata Kurniawan, M.K. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling keluarga. Perbincangan kami kali ini tentang “Depresi dan Bunuh Diri" bagian kedua. Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.

H : Pak Sindu, pada perbincangan kita yang sebelumnya Pak Sindu telah menjabarkan contoh-contoh, gejala-gejala depresi yang harus diwaspadai dan dipahami. Lantas kalau kita telah mendapatkan diri kita atau menemukan gejala tersebut pada orang lain yang berada di dekat kita. Apa yang perlu kita lakukan selanjutnya ?

SK : Dalam taraf yang ringan kita bisa menolongnya atau menolong diri kita yang mengalami depresi dengan cara mengangkat suasana hati kita yang suram dan kelabu untuk menjadi lebih cerah dan hidup. Maka praktisnya kita bisa usahakan untuk bangun pagi, berjemur di bawah matahari pagi dan kita berolahraga, bisa dalam bentuk lari-lari kecil, jogging dan lari pagi, senam sehat aerobik, berenang, bersepeda atau olah raga lainnya. Olahraga menolong jantung kita untuk lebih terpompa sehingga akan lebih banyak oksigen yang terserap dalam darah dan otak kita. Maka tubuh yang segar akan turut mengangkat suasana hati kita sehingga menjadi lebih cerah dan hidup. Itu sejalan dengan motto yang kita kenal, “Men sana in corpore sano", dalam tubuh yang sehat terhadap jiwa yang sehat.

H : Ternyata olahraga sangat besar kontribusinya untuk menolong para penderita depresi.

SK : Benar.

H : Pak Sindu, selain olahraga apa ada langkah yang lain ?

SK : Hal yang lain yang patut kita lakukan yaitu mengusahakan supaya masalah-masalah yang terasa menyumbat hati dan pikiran kita bisa dikeluarkan. Jadi pentingnya curhat (mencurahkan isi hati) maka kita patut untuk mendatangi orang lain, ceritakanlah masalah kita supaya lebih terurai duduk perkaranya dan menjadikan masalah yang terasa begitu kusut dan meraksasa itu bisa menjadi lebih kecil masalahnya. Jadi masalah yang besar bisa dipilah-pilah menjadi masalah yang lebih kecil, dengan masalah-masalah yang sudah dibuat lebih kecil itu maka kita bisa berbuat sesuatu secara lebih konkret, kita bisa membuat sebuah langkah demi langkah untuk menyelesaikan masalah demi masalah itu. Maka dalam hal ini sangat penting bagi kita apalagi kalau kita mengalami depresi untuk berjuang, berkoneksi, berhubungan dengan orang lain dan bukankah teman seperjalanan akan membuat beban hidup terasa lebih ringan daripada kalau seorang diri menempuhnya. Maka dalam hal ini saya mau katakan bahwa datang ke seseorang termasuk datang ke seorang konselor itu sesungguhnya bukanlah tanda kelemahan, malah justru orang yang bijak bersedia untuk datang mencari pertolongan, orang yang bijak bersedia untuk mencari pertolongan lewat konseling. Karena itu cara yang sehat untuk menghadapi masalah.

H : Pak Sindu, adakalanya ada orang-orang tertentu yang merasa sulit untuk mencurahkan isi hatinya kepada orang lain, kalau orang tersebut memutuskan untuk mencurahkan isi hatinya, mencurahkan pergumulan masalahnya hanya kepada Tuhan misalnya melalui Tuhan lewat doa atau saat teduhnya. Apa itu cukup menolong ?

SK : Benar. Saya juga sependapat dengan Pak Hendra, itu juga merupakan cara yang sehat, cara yang baik jadi selain kita bisa mencurahkan isi hati kita kepada orang lain, kita juga patut dan bisa mencurahkan isi hati kita kepada Tuhan bukankah Tuhan kita adalah pribadi yang berdaulat penuh, memiliki kekuasaan, kesanggupan untuk menolong kita, maka datang kepada manusia sesungguhnya bukannya meniadakan jalan usaha untuk datang kepada Tuhan. Tapi seperti yang disampaikan oleh Pak Hendra, kadang kita susah memercayai orang lain, tidak apa-apa kalau saat itu kita kesulitan memercayai orang lain dan lebih leluasa untuk hanya mencurahkan isi hati kita kepada Tuhan saja tidak apa-apa, tapi dalam hal ini silakan kita ungkapkan dalam doa kalau kita sulit memercayai orang lain, mari Tuhan mengurai akar masalah apa yang membuat saya sulit memercayai orang lain karena pada dasarnya Tuhan juga bekerja lewat keberadaan orang lain. Jadi cara kerja Tuhan bukan sekadar bersifat supranatural tapi lewat hal yang natural, hal yang alamiah yaitu perjumpaan, pertemanan, persahabatan kita dengan orang lain, Tuhan juga menyatakan Kemahakuasaan-Nya, pertolongan-Nya.

H : Terkadang Tuhan juga menggunakan orang-orang yang dekat dengan kita misalnya anggota keluarga kita sendiri. Jika yang mengalami depresi kita ini adalah anggota keluarga kita sendiri, kita sebagai bagian dari anggota keluarga tersebut, kira-kira peranan apa yang bisa kita lakukan untuk menolong anggota keluarga kita itu ?

SK : Dalam hal ini kita patut tidak memersalahkan, “Begitu saja tertekan, begitu saja sampai diam seribu bahasa, begitu saja sampai depresi, terlalu berlebihan sekali kamu itu, berlebihan sekali reaksimu ini". Justru yang terdekat dengan kita lebih mungkin untuk kita lukai karena kita merasa lebih mengenal seluk beluk hidupnya di masa lalu yang begitu panjang dengan kita karena hidup satu atap, kita malah lebih mudah untuk menambah tekanan. Maka dalam hal ini justru kita harus lebih hati-hati. Kalau anggota keluarga kita, baik itu saudara, orang tua, adik, anak, cucu sedang mengalami depresi, kita perlu lebih hati-hati karena semakin dekat seseorang maka semakin besar gema yang akan ditimbul- kannya dari setiap yang diperbuatnya terhadap orang tersebut. Artinya kalau orang itu melakukan intimidasi lewat kata dan tindakan maka yang diterima oleh orang tersebut berlipat-lipat akibatnya, daripada kalau itu dia terima dari orang lain yang bukan anggota keluarganya.

H : Kadang-kadang ketika kita melihat gejala tertentu dari orang yang mengalami depresi kita mungkin takut, gegabah atau menilai dia mengalami depresi dengan cepat-cepat dan kadang-kadang kita salah menilai apakah dia masuk dalam kategori depresi yang biasa atau berat. Bagaimana kita bisa melihat kadar depresi dalam diri orang tersebut ?

SK : Dalam hal ini memang bukan tugas kita mendiagnosa derajat depresi apakah ringan atau berat. Itu bagian dari medis atau seorang psikolog atau konselor yang diperlengkapi, bagian kita adalah kalau melihat ada perubahan pada hidup orang tersebut apalagi itu adalah kerabat kita, anggota keluarga kita maka kita sebaiknya, sedini mungkin melakukan usaha-usaha pertolongan. Jadi kalau kita melihat orang itu menarik diri, mengurung diri berhari-hari maka kita sudah harus punya alarm dalam diri kita, “Ini ada sesuatu". Sebaiknya kita datangi, tanyakan, “Ada apa, kalau boleh tahu, apa yang sedang kamu alami, saya lihat ada perubahan". Kalau orang itu tetap menutup diri maka kita perlu mengupayakannya mungkin menghubungi teman atau sahabatnya atau orang lain yang kira-kira cukup berkoneksi dengan orang tersebut, jadi kita tidak menyerah dalam situasi itu. Atau sebaliknya orang itu marah-marah, membanting-banting , memaki-maki dan melakukan tindakan yang brutal dan itu bukan gaya kepribadiannya, itu adalah perubahan mendadak dan terjadi dalam waktu beberapa hari maka kita pun sebagai orang yang mengasihi patut melakukan upaya-upaya pertolongan sedini mungkin.

H : Kalau saya simpulkan, gejala-gejala yang bapak sebutkan pada perbincangan sebelumnya, jika tiga gejala utama tersebut terdapat pada orang yang kita amati maka kita bisa simpulkan orang tersebut mengalami gangguan depresi ?

SK : Benar. Jadi ada tiga gejala utama yang telah saya bahas pada kesempatan yang lalu yaitu kehilangan minat pada hal-hal yang dulu disukai, yang kedua kehilangan energi, yang ketiga perasaan murung dan ini terjadi minimal dalam waktu 2 minggu, maka kita bisa menengarai bahwa orang tersebut mengalami gangguan depresi.

H : Bagaimana kalau kadar depresinya sudah sangat menekan ?

SK : Dalam hal ini sudah membutuhkan bantuan medis dokter, dokter akan memberikan jenis obat anti depresan. Dalam hal ini orang tersebut harus sepenuhnya mengikuti dosis pemberian obat yang diberikan sang dokter.

H : Jika dikaitkan dengan dokter, timbul kekhawatiran bahwa penggunaan obat untuk mengatasi depresi akan menciptakan ketergantungan obat dan sekaligus bukan merupakan tindakan yang memercayai kuasa Allah. Bagaimana pandangan Pak Sindu mengenai hal ini ?

SK : Dalam hal ini penting kita menggaris bawahi bahwa tindakan memercayai kuasa Allah bukan serta merta meniadakan prinsip akal sehat, kuasa Tuhan juga bekerja lewat prinsip akal sehat. Apakah karena memercayai kuasa Allah lantas kita dengan sembrono makan makanan yang tidak higienis, yang jelas mengandung zat yang membahayakan tubuh kita karena percaya, “Tuhan maha kuasa tentu Dia akan melindungi saya dari sakit perut atau berbagai bentuk keracunan", itu namanya mempermainkan Tuhan. Jadi dalam hal ini kita dapat katakan ditemukannya obat-obatan medis juga merupakan bukti bahwa kuasa Allah itu bekerja karena tanpa pertolongan dan hikmat Tuhan tentu tidak mungkin obat tersebut dapat ditemukan dan berkhasiat bagi pemulihan kita. Maka penggunaan obat atas anjuran dokter patut kita patuhi. Tadi Pak Hendra tanyakan, apakah punya efek ketergantungan ? Jawabannya adalah tidak. Penggunaan obat anti depresan dan obat-obatan lainnya yang diberikan dokter bukan untuk digunakan untuk selama-lamanya. Maka sejalan dengan perkembangan pasien yang semakin baik dengan sendirinya sang dokter akan mengurangi dosis obat-obatan tersebut setahap demi setahap.

H : Jadi seharusnya tidak perlu ada kekhawatiran tentang penggunaan obat-obatan ini ya. Apakah selalu orang yang mengalami depresi akan berujung bunuh diri dan orang yang bunuh diri pasti karena depresi ?

SK : Jadi memang penyebab bunuh diri 80% adalah karena depresi dan dalam hal ini memang bisa kita katakan bahwa mayoritas orang bunuh diri karena depresi sementara itu orang yang mengalami depresi dalam jangka waktu yang berkepanjangan bisa berujung pada tindakan bunuh diri.

H : Bagaimana mengetahui tanda-tanda orang yang mengalami depresi ini akan melakukan tindakan bunuh diri ?

SK : Dalam hal ini ada sejumlah tanda-tanda yang bisa kita tengarai, yang pertama orang tersebut mengasingkan diri dari lingkungan sosial dan mereka yang biasanya bergaul secara baik, akrab kemudian tiba-tiba mulai terjadi perubahan bersikap tertutup menyendiri, menarik diri dari lingkungan pergaulannya. Itu tanda yang pertama. Tanda yang kedua terjadi perubahan pola tidur, pola makan, yang ketiga sikap dan perilakunya berubah misalnya dulunya penurut tapi tiba-tiba menjadi orang yang brutal atau sebaliknya orang yang begitu sangat ceria, sangat aktif bekerja, sangat tanggap tapi kemudian terjadi perubahan dimana orangnya menjadi lesu, murung dan menjadi orang yang serba menghindar dari kehidupan sosialnya dengan orang lain. Yang keempat, orang tersebut kedapatan mulai sering terlibat dalam kegiatan yang membahayakan hidupnya. Jadi seperti mengendarai mobil atau sepeda motor, biasanya cukup aman dan stabil, tapi kemudian kita melihat perubahan yang drastis, dia begitu sembrono dan berulang-ulang. Jadi ada kesengajaan mencari cara untuk mencelakai dirinya. Dalam hal ini merupakan salah satu tanda bahwa orang itu ada kemungkinan sedang melakukan usaha tindakan bunuh diri. Selain itu tanda yang lain, orang tersebut sering kedapatan dalam percakapannya dengan kita atau orang lain menyalahkan dirinya sendiri, “Memang ini gara-gara aku sehingga keluargaku bermasalah, ini gara-gara aku sehingga perusahaan mengalami banyak kerugian". Ada rasa harga diri yang terasa semakin jatuh. Kemudian tanda yang lain, orang itu secara langsung atau tersirat mengungkapkan keinginannya untuk mati, “Biarlah aku cepat mati saja, karena orang pasti senang kalau tidak ada aku".

H : Bukankah kita sering mendengarkan hal itu diucapkan secara ringan oleh orang-orang di sekeliling kita, kadang dengan celetuk’an, “Saya ingin mati saja" apakah itu berarti mereka akan bunuh diri ?

SK : Benar, kadang itu diucapkan secara ringan dan secara alami terdorong untuk menertawakannya atau bahkan menyepelekannya ketika seseorang mengatakan dirinya ingin mati dan bahkan mengatakan ingin bunuh diri, reaksi kita, “Apa benar, coba kalau berani, kamu hanya bicara saja karena kamu sedang frustrasi saja, begitu saja dibuat repot". Kita menertawakan dan menyepelekannya. Justru dalam hal ini kita sepatutnya lebih waspada kalau kata-kata itu muncul sekali, dua kali, tiga kali, ini merupakan suatu indikasi sebenarnya orang itu sudah muncul gagasan untuk melakukan usaha bunuh diri, maka dalam hal ini kita harus lebih serius menanggapinya. Selain hal itu, ada tanda yang lain yaitu orang ini sudah melakukan usaha bunuh diri, misalnya mengiris urat nadinya, menabrakkan diri, usaha menggantung diri namun gagal, minum minuman pestisida dan gagal. Maka kita semakin tidak boleh bermain-main, karena dia sudah jelas-jelas melakukan usaha-usaha tindakan bunuh diri. Ada tanda yang lain yaitu orang itu sudah mulai membuat wasiat, warisan memang harus dilakukan secara awal tetapi ini dilakukan dalam situasi yang tidak lazim memberi kesan-kesan terakhir, berkali-kali bahkan kepada orang-orang, dia memang masih sangat muda dan energik, kita patut untuk mempertanyakan kalau orang itu sudah mulai muncul gagasan bunuh diri dalam benaknya.

H : Apa yang bisa kita lakukan untuk menolong orang yang ingin bunuh diri, Pak Sindu ?

SK : Yang pertama, kita bisa menjadi pendengar yang baik. Jadi cobalah menjadi pendengar yang baik. Dalam banyak kasus orang yang ingin bunuh diri biasanya menarik diri dan tertutup maka kita perlu mencoba mendekatinya, menyadari, merasakan kepedihan hatinya, keputusasaan yang sedang dia alami dan kita patut mendengar dan turut merasakannya dan kita patut mencoba secara halus, menyebutkan bahwa diri kita melihat beberapa perubahan sikap dan perilakunya dan kita mendorong dia untuk mencoba membuka diri, mencurahkan isi hati dan perasaannya kepada kita. Selain itu kita bisa melakukan usaha yang lain yaitu kita bisa menjauhkan orang tersebut dari benda-benda yang berbahaya yang bisa menjadi alat untuk melakukan usaha bunuh diri. Karena biasanya pelaku bunuh diri kalau melihat banyak alat yang bisa dipakai untuk melakukan tindakan bunuh diri itu ada di sekitarnya, itu membuat dirinya semakin mantap untuk melakukan usaha bunuh diri misalnya melihat tali, pisau, cutter, senjata api dan benda-benda tajam lainnya. Dan pertolongan yang bisa kita lakukan adalah meminta bantuan medis. Untuk kasus yang cukup ekstrem, segeralah kita memanggil bantuan medis untuk menangani masalah orang tersebut dan kita bisa mencarikan pertolongan dari Rumah Sakit, dari dokter dan bahkan dari polisi, dari orang-orang tertentu untuk segera mengamankan dan menangani secara medis.

H : Pak Sindu, apakah hanya dialami oleh orang-orang dewasa kasus depresi dan bunuh diri ini ?

SK : Memang hal yang membuat hati kita miris bahwa ternyata kasus usaha-usaha bunuh diri ini juga bisa dilakukan oleh orang-orang yang lebih muda, baik itu remaja dan bahkan anak-anak kecil. Dulu kita menengarai itu hanya terjadi di negara-negara yang maju misalnya di Jepang, Singapura dan sama-sama Negara Asia tapi dalam kondisi yang lebih maju secara teknologi dan perekonomiannya, dikatakan maju karena kehidupan semakin sejahtera tapi semakin sejahtera tekanan arti pentingnya sukses secara lahiriah itu sangat ditekankan dan mengalami kekosongan jiwa. Jadi anak-anak remaja atau usia SD bisa mengalami rasa kegagalan artinya tertekan depresi dan melakukan usaha bunuh diri karena gagal dengan sekolahnya dan itu artinya mereka gagal dalam seluruh hidupnya. Ternyata fenomena itu juga sudah semakin kita lihat di negeri kita, kasus-kasus bunuh diri di antara remaja dan anak-anak usia SD sudah semakin meninggi angkanya. Jadi memang kasus depresi dan bunuh diri tidak mengenal batasan usia, tidak mengenal batasan jenis kelamin, tidak mengenal batasan status sosial ekonomi, termasuk tidak mengenal batasan iman kepercayaan.

H : Pak Sindu, jika depresi dan bunuh diri ini tidak mengenal batas usia bagaimana kita bisa mengamati tanda-tanda itu dalam diri anak-anak yang jelas karakternya berbeda dengan orang dewasa ?

SK : Dalam hal ini penting bagi kita sebagai orang dewasa apalagi orang tua untuk rajin mengembangkan komunikasi dengan anak kita, kalau kita rajin melakukan komunikasi misalnya sepulang dia sekolah di sore hari, malam hari kita ngobrol, “Bagaimana kabarmu di sekolah nak, bagaimana temanmu yang bernama ini, bagaimana pelajaranmu ?" Dan itu sering kita lakukan dari hari ke hari, maka sebenarnya tanda-tanda apakah anak kita mengalami depresi atau tidak, sangat mudah kita kenali, perubahan suasana hatinya bisa cepat kita kenali. “Pa, aku tadi merasa gagal, aku tadi merasa tidak mampu mencapai ulangan yang seperti papa inginkan", itu adalah tanda kekecewaan, dan kita bisa katakan, “Tidak apa-apa yang penting kamu sudah berusaha". Dan itu sedini mungkin sudah kita lakukan pencegahan, belum sampai taraf depresi dengan cara itu kita kembali bisa melakukan deteksi awal. Maka sangat ironi kalau orang tua tidak bisa mengembangkan komunikasi, banyak terjadi di keluarga dimana situasi lebih sejahtera, yang penting aku berikan uang, aku berikan fasilitas, yang penting aku sekolahkan dia di sekolah yang baik, yang penting aku bawa dia ke Sekolah Minggu, ke gereja yang baik tapi cukup itu saja. Itu sangat salah karena anak butuh kita, butuh perhatian, komunikasi, anak itu butuh kita termasuk dorongan dan peneguhan-peneguhan serta kata-kata pujian kita, itu akan sangat menolong anak kita untuk lebih terhindar dari ancaman depresi apalagi tindakan bunuh diri.

H : Intinya dibutuhkan komunikasi dan kepekaan baik dari orang tua dengan anak maupun orang dewasa dengan orang dewasa.

SK : Benar, Pak Hendra. Saya tambahkan, penting juga kita tambahkan sistem nilai, orang depresi dan kemudian melakukan tindakan bunuh diri karena apa ? Karena dia mengalami keputusasaan yang begitu mendalam dan dia merasa apa yang dialami itu sudah akhir dari segala-galanya, mungkin karena sakit-penyakit, kegagalan di sekolah, kegagalan dalam pergaulan, kegagalan dalam bisnis, pekerjaan, rumah tangga. Dia pikir karena gagal dalam hal-hal itu berarti dunia sudah kiamat, ini dikarenakan sistem nilai yang begitu dangkal dan sangat bersifat lahiriah, orang perlu memiliki sitem nilai yang bersifat kekal, melihat di balik hal-hal yang bersifat lahiriah ada hal-hal yang bersifat rohaniah yaitu tentang Tuhan, tentang firman, tentang keselamatan, tentang surga, jiwa yang bernilai tinggi lebih dari segala sesuatu. Kalau orang memiliki nilai itu dan meyakininya serta menghidupinya, mengejar hal-hal yang bersifat kekal maka kegagalan yang bersifat lahiriah tadi, itu tidak akan sampai membuat hidupnya terasa sudah berakhir.

H : Dengan kata lain bukan hanya komunikasi yang intens yang harus dibangun dengan sesama, tetapi komunikasi yang intens juga harus dibangun dengan Tuhan, Sang Pencipta kita, begitu Pak Sindu ?

SK : Benar, termasuk dalam hal ini kita perlu akrab dengan firman Tuhan, pikiran-pikiran Tuhan yang bisa kita baca dalam firman Tuhan itu patut mengisi pikiran hati dan sanubari kita sehingga sistem nilai, pola pikir yang sesuai dengan pikiran Allah itu benar-benar akan menjadi daya tangkal untuk kita bisa terhindar dari depresi, apalagi usaha-usaha bunuh diri.

H : Sebagai penutup, kesimpulan dari semua ini apa, Pak Sindu ?

SK : Dalam hal ini saya ingin membacakan dari 1 Korintus 10:13, bunyinya “Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampuai kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan keluar, sehingga kamu dapat menanggungnya". Depresi juga merupakan bagian dari pencobaan, dalam hal ini kita bisa belajar bahwa depresi yang kita alami itu ada dalam kendali Allah dan ketika kita mengalami depresi, kita harus meyakini depresi kita bukanlah akhir dari segala-galanya, justru ini menjadi alasan semakin kuat untuk kita datang kepada Tuhan dan sesama kita untuk mendapatkan pertolongan karena kita yakin di balik depresi kita ada jalan keluar yang Tuhan akan sediakan dan sudah sediakan sehingga kita bisa menghadapinya, menang atas depresi kita itu.

H : Terima kasih Pak Sindu untuk perbincangan ini. Para pendengar sekalian, terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Penginjil Sindunata Kurniawan, M.K., dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang “Depresi dan Bunuh Diri" bagian kedua. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami melalui surat, dialamatkan kepada Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org [2] kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org [3] Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.

Ringkasan

Gangguan depresi di tingkat internasional maupun nasional kini sudah menjadi suatu wabah bisu atau silent epidemics. Disebut wabah bisu karena telah semakin luas dialami banyak orang di berbagai negara namun dampak kematiannya tidak serta tampak sebagaimana misal wabah flu burung, infeksi virus SARS yang sempat menggegerkan dunia dan Indonesia beberapa tahun belakangan ini.

Saat ini diperkirakan 350 juta orang di seluruh dunia terjangkit depresi yang telah menjadi penyakit tidak menular global serius. Federasi Dunia untuk Kesehatan Mental menentukan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia yang jatuh tiap tanggal 10 bulan 10, khusus untuk tahun 2012 bertemakan "Depresi: Suatu Krisis Global". Sementara itu, posisi depresi sebagai beban penyakit global yang pada tahun 1990 menduduki peringkat ke-4, pada tahun 2020 bakal menempati peringkat ke-2 di bawah penyakit jantung koroner.

Perwujudan depresi di masyarakat dapat kita lihat pada tingginya konflik di masyarakat, agresivitas di jalan raya, kekerasan dalam rumah tangga, kesurupan massal baik di sekolah, di pabrik-pabrik, meluasnya penggunaan narkoba yang merupakan upaya pelarian dari tekanan jiwa, juga maraknya kasus bunuh diri. Semua hal ini menunjukkan adanya depresi baik yang bersifat individual atau perorangan, depresi yang bersifat massal maupun depresi yang bersifat terselubung, makin serius di Indonesia. Makin banyak orang yang cepat tersinggung, mengamuk dan makin agresif atau sebaliknya, menjadi mudah menyerah dan mengambil jalan pintas dengan bunuh diri. Orang yang mengalami gangguan emosional cepat mengambil tindakan kekerasan. Hal itu memicu gangguan kecemasan dan menjadi tanda awal depresi yang dapat menjadi keadaan patologis atau keadaan yang semakin parah jika berlanjut.

Riset Kesehatan Dasar 2007 menyebutkan di Indonesia prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk berusia 15 tahun ke atas 11,6 persen. Paling tinggi di Provinsi Jawa Barat 20 persen, terendah di Kepulauan Riau 5,1 persen.

Gangguan mental emosional itu terutama adalah kecemasan dan depresi. Prevalensi depresi global berkisar 5-10 persen dan angka di Indonesia tak jauh berbeda. Prevalensi 5-10 persen itu sudah besar dan sudah bisa menjadi masalah masyarakat. Jika penduduk Indonesia 220 juta jiwa, maka mencapai 11-22 juta jiwa!

Sementara itu dalam Simposium Nasional Bunuh Diri yang diadakan di tahun 2009 diungkapkan bahwa pada tahun 2004 tercatat di Indonesia 1.030 orang melakukan percobaan bunuh diri, 705 orang di antaranya tewas. Tahun 2005, Benedetto Saraceno, Direktur Departemen Kesehatan Mental dan Penyalahgunaan Substansi WHO, menyatakan, kematian rata-rata karena bunuh diri di Indonesia 24 kematian per 100.000 penduduk. Dengan asumsi penduduk Indonesia 220 juta jiwa, maka didapatkan angka 50.000 kasus kematian akibat bunuh diri. Ironisnya, baik pemerintah maupun masyarakat justru mengabaikan dan lalai dalam menghadapi calon krisis nasional ini. Sayangnya, hingga kini belum ada program khusus bagi penanganan depresi. Program kesehatan yang dekat masyarakat, seperti puskesmas, tidak memasukkan kesehatan jiwa sebagai satu dari enam program pokoknya. Padahal, depresi sangat berpengaruh terhadap produktivitas.

Maka menjadi tugas kita sebagai gereja dan warga masyarakat untuk proaktif mengantisipasi wabah ini. Pertama, kita perlu memahami gejala-gejala depresi dan mensosialisasikan secara meluas.

Tiga gejala utama depresi :

  1. Kehilangan minat terhadap hal-hal yang dulu disukai. Kalau dulu suka nonton bola ramai-ramai, maka tiba-tiba menarik diri dari kegiatan nonton bareng tersebut, bahkan sama sekali juga tak ada minat sama sekali nonton sepak bola.
  2. Kehilangan energi, meski mestinya sudah cukup tidur dan makan tapi badan terasa lelah, lemah, lunglai dan tak berdaya.
  3. Suasana perasaan murung. Hal-hal yang dulu bisa membangkitkan keceriaannya kini sama sekali tak ada pengaruh. Sepanjang hari, sepanjang waktu terasa suasana hati muram, kelabu dan sendu.

Selain tiga gejala utama ini masih bisa disertai dengan gejala-gejala lainnya seperti: kesulitan konsentrasi, masalah tidur: bangun lebih pagi (insomnia), atau tidur berlebihan (hipersomnia), perubahan pola makan, fantasi atau bayangan-bayangan melakukan bunuh diri bermunculan di pikirannya.

Dalam taraf depresi yang ringan kita bisa menangani dengan mengangkat suasana hati kita yang suram dan kelabu menjadi lebih cerah dan hidup, yaitu dengan cara :

  • Usahakan bangun pagi dan berolahragalah. Tubuh segar akan mengangkat suasana hati kita menjadi lebih cerah dan hidup.
  • Masalah-masalah yang terasa menyumbat hati dan pikiran kita, patut kita keluarkan. Datangilah orang lain, ceritakan masalah kita untuk bisa lebih terurai dan menjadikannya masalah-masalah yang lebih kecil. Teman seperjalanan akan membuat beban hidup terasa lebih ringan daripada seorang diri menempuhnya. Datang ke konselor bukan sebagai tanda kelemahan, justru tanda orang yang ingin hidup sehat.
  • Sediakan waktu untuk Firman Tuhan setiap hari dan bangun relasi intim dengan Tuhan. Pola pikir yang bersifat negatif akan mulai tergantikan dengan perkataan-perkataan positif dari Firman Tuhan. Utarakan beban masalah kita di dalam doa. Izinkan kehadiran Tuhan mengisi diri kita.

Kalau taraf depresinya sudah sangat menekan, membutuhkan benar bantuan medis dokter. Dokter di antaranya akan memberikan obat jenis antidepresan. Ikutilah sepenuhnya saran dan dosis pemberian obat yang diberikan dokter.

Meski tidak semua orang melakukan bunuh diri karena mengalami depresi, tetapi 80 persen penyebab bunuh diri adalah depresi. Maka kita patut mewaspadai kemungkinan tindak bunuh diri yang bisa dilakukan penderita depresi.

Berikut ini tanda-tanda yang umumnya terjadi bagi seseorang yang kemudian mengambil tindak bunuh diri:

  • Mengasingkan diri dari lingkungan sosial. Mereka biasanya mulai bersikap tertutup dan menyendiri.
  • Kebiasaan makan dan tidur yang berubah.
  • Sikap dan perilaku berubah. Misalnya dulu penurut, tiba-tiba jadi pembangkang.
  • Mulai sering terlibat dalam kegiatan yang membahayakan kehidupan seperti tidak lagi takut mati.
  • Sering menyalahkan diri sendiri dan merasa tidak berharga.
  • Sering mengungkapkan secara langsung maupun tersirat bahwa ia ingin mati saja.
  • Pernah melakukan percobaan bunuh diri. Ini merupakan tanda yang cukup serius.

Jangan tertawakan atau sepelekan ketika seseorang mengatakan menyatakan ingin mati, atau bahkan mengungkapkan ingin bunuh diri. Bahkan meski ungkapan tersebut hanya secara sambil lalu. Ini bisa jadi ungkapan hatinya yang terdalam yang harus segera mendapat respon. Kata-kata seperti, "Saya sudah tidak tahan lagi", "Mereka tidak perlu mengkhawatirkan saya", atau "Mereka akan lebih baik tanpa saya", merupakan contoh pernyataan yang umum diungkapkan oleh mereka yang akhirnya bunuh diri.

Hal yang bisa kita lakukan untuk menolong orang yang ingin bunuh diri:

• Jadi pendengar yang baik

Cobalah jadi pendengar yang baik. Dalam banyak kasus, orang yang ingin bunuh diri biasanya menarik diri dan tertutup. Cobalah mendekatinya dan sadarilah bahwa kepedihan atau keputusasaan yang sedang ia rasakan benar-benar nyata. Coba secara halus menyebutkan bahwa Anda melihat beberapa perubahan sikap dan perilakunya sehingga dapat menggerakkan dia untuk membuka diri dan mencurahkan perasaannya kepada Anda.

• Berempati

Coba dalami perasaannya, dan katakan bahwa ia sangat berarti untuk Anda maupun orang lain. Jika ia bunuh diri, hal ini akan membuat Anda hancur dan orang lain juga.

• Jauhkan benda berbahaya

Jauhkan darinya benda berbahaya apapun yang bisa menjadi alat untuk bunuh diri. Pelaku bunuh diri biasanya melihat banyak alat yang tersedia di sekitarnya membuatnya memantapkan tekad untuk bunuh diri. Misalnya tali, pisau, cutter atau bahkan senjata api.

• Minta bantuan medis

Untuk kasus yang sudah cukup ekstrem, segeralah memanggil bantuan medis untuk menangani masalahnya. Misalnya sudah terjadi gangguan mental yang serius, Anda bisa segera menggunakan bantuan medis seperti psikiater atau rumah sakit jiwa yang tahu cara terbaik menanganinya.

Ev. Sindunata Kurniawan, M.K. [4]
Audio [5]
Masalah Hidup [6]
T361B [7]

URL sumber: https://www.telaga.org/audio/depresi_dan_bunuh_diri_2

Links
[1] http://media.sabda.org/telaga/mp3/T361B.MP3
[2] mailto:telaga@telaga.org
[3] http://www.telaga.org
[4] https://www.telaga.org/nara_sumber/ev_sindunata_kurniawan_mk
[5] https://www.telaga.org/jenis_bahan/audio
[6] https://www.telaga.org/kategori/masalah_hidup0
[7] https://www.telaga.org/kode_kaset/t361b