TELAGA
Dipublikasikan pada TELAGA (https://www.telaga.org)

Depan > Hikmat Dalam Bersahabat II

Hikmat Dalam Bersahabat II

Kode Kaset: 
T330B
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 

Bersahabat bukanlah sesuatu yang hanya diberikan kepada orang tertentu; semua diberikan kesempatan untuk bersahabat. Di sini kita bisa melihat Firman Tuhan dan memetik tujuh pelajaran yang dapat kita terapkan dalam membangun persahabatan, dua diantaranya adalah

  1. berhati-hati memilih sahabat,
  2. Oleh karena persahabatan didirikan di atas kesetiaan, maka kita pun harus mengembangkan sikap setia.
Audio
MP3: 
3.4MB [1]
Play Audio: 
Your browser does not support the audio element.
Transkrip

 

Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen dan kali ini saya bersama Ibu Dientje Laluyan, kami akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini merupakan kelanjutan dari perbincangan kami terdahulu yaitu tentang "Hikmat dalam Bersahabat". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.

 

GS : Pak Paul, pada kesempatan yang lampau kita memperbincangkan tentang bagaimana kita harus berhikmat di dalam bersahabat, artinya kita tidak bisa sembarangan di dalam bersahabat, kita punya hak dan kewajiban dalam bersahabat, namun perbincangan itu belum tuntas dan kita akan tuntaskan pada perbincangan yang kedua ini. Namun agar para pendengar memunyai gambaran yang lebih lengkap mengenai perbincangan ini, bolehkah saya minta kesediaan Pak Paul untuk mengulas secara singkat apa yang kita perbincangkan pada kesempatan yang lampau ?

PG : Kita membicarakan tentang betapa pentingnya bersahabat, sebab kita tahu bahwa persahabatan sangatlah berguna dan penting dalam kehidupan kita terutama waktu kita mengalami kesulitan, di situlah kita bergantung kepada sahabat untuk memberikan dukungan kepada kita. Jadi kita membicarakan apa yang harus dilakukan untuk membangun persahabatan. Sebagai pembukaan kita harus berhati-hati dalam memilih sahabat, bukan berarti orang yang mau bersahabat dengan kita harus selalu kita terima. Kalau kita tahu orang ini membawa pengaruh buruk dan orang ini hanya mau memanfaatkan kita, maka kita tidak harus bersahabat dengan setiap orang. Yang kedua kita juga belajar membangun karakteristik dalam persahabatan, kita membicarakan tentang kesetiaan dan kerendahan hati karena persahabatan didasari atas dua faktor, orang ini harus setia dan juga harus mementingkan kepentingan sahabatnya. Kita juga bicara tentang kita harus menjaga mulut kita, sebab seringkali persahabatan itu runtuh gara-gara omongan kita yang tidak tepat, kita bicara sembarangan, kita bicara yang bukan-bukan tentang sahabat kita dan akhirnya sahabat kita menjadi marah. Jadi seringkali persahabatan itu dihancurkan bukan oleh perkara besar, tapi oleh perkara kecil yaitu mulut kita yang tidak kita jaga dengan baik.

GS : Setelah hal-hal yang pernah kita bicarakan, apakah masih ada hal lain yang perlu kita perhatikan dalam membina suatu persahabatan, Pak Paul ?

PG : Kita harus menyadari bahwa sebetulnya ujian dalam persahabatan adalah kesukaran. Amsal 17:17 [2] berkata, "Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran". Sewaktu kita berada dalam kesukaran secara alamiah kita akan menengok pada sahabat dan berharap pada pertolongannya, kita tidak akan menoleh kepada orang yang bukan sahabat dan kita tidak akan berharap apa pun darinya, kepada sahabat kita berharap. Maka ini menjadi ujian terbesar, bila kita misalnya menolak membantu atau menghindar agar tidak harus memberi bantuan maka saya yakin pada saat itu kita tengah memutuskan tali persahabatan, jadi jika kita ingin dikenal sebagai sahabat maka kita harus mendampingi teman, baik dalam suka atau duka. Kalau kita mau berteman hanya pada masa senang itu menandakan kalau kita bukanlah teman sejati. Saya melihat seperti yang saya sebut di dalam rekaman yang sebelumnya tentang seorang pendeta yang dikelilingi oleh begitu banyak sahabat, saya ingat dalam salah satu acara seorang hamba Tuhan yang lain bangkit berdiri dan berkata bahwa, "Waktu dia dalam kesusahan justru dia diajak makan oleh pendeta ini", jadi dia berkata, "Inilah seorang sahabat, waktu saya ditolak, dikucilkan ada orang yang menjangkau, menarik saya dan menerima saya". Jadi sekali lagi itulah ujian persahabatan adalah kesukaran, kalau kita belum menemui kesukaran bersama maka kita belum menemui ujian itu, kalau ada kesukaran dan orang itu bersama dengan kita dalam kesukaran maka kita bisa berkata dia sahabat kita.

GS : Kenapa pada waktu kesukaran orang lebih mudah menoleh ke sahabat daripada kepada saudara kandungnya sendiri, Pak Paul ?

PG : Sebab kita tahu bahwa yang membuat kita dekat dengan seseorang dan percaya kepada seseorang bukanlah status, tapi karakternya atau kebaikannya, kesetiaannya. Jadi kalau kita tahu dia adalah orang yang setia dan baik, bersedia menolong, dia adalah orang pertama yang akan kita hubungi dalam kesusahan. Sedangkan kalau kita tahu saudara kita tidak memiliki karakteristik seperti itu maka kita tidak mau datang kepada dia karena nanti kita akan ditolak atau disuruh mengurus sendiri, jadi kita tidak mau.

DL : Itu benar. Pada waktu saya harus operasi lutut, sendi yang hancur, saya tidak lari kepada saudara saya tapi ada orang Kristen yang pernah mengatakan kepada saya, "Kalau Ibu membutuhkan maka saya bantu" dan ketika saya ke sana ternyata memang saya benar-benar tertolong sehingga saya bisa operasi dengan uang muka dan itu dipenuhi dan kemudian ada hamba Tuhan yang menutup semua itu. Saya masuk dengan hutang, tapi saya keluar tanpa hutang, puji Tuhan, itu saya melihat bahwa ini benar-benar sahabat dalam kesulitan pada waktu saya membutuhkan.

PG : Betul. Memang jadinya penyebab mengapa adakalanya kita tidak bersedia mendampingi teman dalam kesusahan adalah karena kita tidak mau disusahkan olehnya. Jadi dalam persahabatan, kesusahan teman seyogianyalah menjadi kesusahan kita pula, sudah tentu waktu kita memberikan pertolongan kepada teman maka kita harus merugi atau kehilangan sesuatu. Tadi Ibu cerita seperti itu maka jelas-jelas orang yang membantu Ibu akan harus kehilangan sesuatu entah itu dana dan sebagainya, jadi mereka harus berkorban, tapi justru itulah yang membuktikan persahabatan bahwa mereka mau menolong Ibu dalam kesukaran.

DL : Dan akhirnya hutang itu bisa saya ganti selama saya di rumah sakit, karena ada hamba Tuhan yang memberi dan saya tidak minta sama sekali.

PG : Jadi memang kesediaan kita untuk membayar harga, maksudnya menolong teman dalam kesukaran menunjukkan seberapa besar nilai yang kita berikan kepada persahabatan itu. Jika kita hanya bersedia membayar sedikit, atau menolong sedikit itu menandakan bahwa persahabatan itu hanya bernilai sedikit pula, sebaliknya jika kita bersedia membayar besar itu berarti kita memberi penghargaan yang tinggi pula pada persahabatan. Orang-orang seperti itu karena mereka rela memberi begitu besar kepada Ibu, maka itu menunjukkan atau menilai Ibu setinggi itu, dan mereka menilai Ibu seberharga itulah. Jadi sekali lagi orang yang dikelilingi oleh sahabat adalah orang yang memberi penghargaan tinggi kepada sahabatnya juga. Jadi kalau kita tidak memberi penghargaan tinggi pada sahabat kita, maka jangan berharap orang akan bersahabat dengan kita. Jadi benar-benar kita menghargai dia dan menganggap dia orang yang sangat bernilai.

GS : Tadi Pak Paul menyampaikan bahwa kita di dalam kesukaran menemukan sahabat, apakah di dalam kesenangan atau kebahagiaan kita tidak bisa menemukan sahabat ?

PG : Sudah tentu bisa, tapi kita tidak tahu sebab ujiannya adalah kesukaran. Dalam kesenangan kita tidak bisa tahu dengan pasti. Contoh yang paling klasik adalah bukankah pada waktu seseorang jaya, dia dikelilingi oleh begitu banyak teman dan sewaktu dia berkuasa banyak sekali temannya tapi begitu dia tidak berkuasa semua pada menghilang, jadi hanya sedikit yang akan bersamanya. Kita harus akui bahwa manusia itu tidak sempurna bahkan murid Tuhan Yesus pun lari pada waktu Tuhan ditangkap. Akhirnya yang mengikut dari jauh adalah Petrus dan Yohanes, tapi dari jauh sebab mereka takut. Jadi sekali lagi kita melihat mencari sahabat susah sehingga seperti kita baca dari firman Tuhan siapakah yang dapat menemukan sahabat ? Tidak banyak di dunia ini.

GS : Tapi ada orang yang menggunakan kesempatan itu, melihat teman (yang awalnya teman) mengalami kesulitan lalu mereka dekat sekali dengan orang ini dengan harapan dia bisa menjadi sahabatnya, sebenarnya dia punya motivasi lain.

PG : Sekali lagi, kita harus berhati-hati atau menguji.

DL : Biasanya persahabatan seperti itu hanya singkat ?

PG : Biasanya karena ada maksud yang tersembunyi yang kurang baik biasanya tidak bertahan lama. Tapi kalau orang itu mau memanfaatkan kita maka dia akan terus bersikap seolah-olah dia seorang sahabat, jadi kita harus berhati-hati.

DL : Saya ingat waktu ayah saya masih hidup banyak orang yang dekat dengan dia tapi setelah dia meninggal barulah kita bisa menghitung satu-satu yang betul-betul menjadi sahabatnya papa yang datang, yang memerhatikan. Itu betul, Pak Paul.

PG : Betul. Secara berkala saya mengunjungi seseorang di rumah jompo, umurnya baru 50-an tapi dia lumpuh dari leher ke bawah karena 6 tahun yang lalu mobilnya mau dirampok, kejadian ini di Amerika dan kemudian dia ditembak dan pelurunya bersarang di leher sehingga melumpuhkan tubuhnya. Dia cerita bahwa dia mencatat tahun pertama atau bulan pertama setelah dia ditembak masuk rumah sakit dirawat, dia sebut ada berapa ratus atau berapa ribu orang yang datang menengok dia dan sekarang dia bilang sudah 5 atau 6 tahun ini yang datang mengunjungi dia hanya beberapa orang secara berkala. Dan dia berkata, "Inilah sahabat saya yang tetap memerhatikan saya".

GS : Itu ada faktor kesetiaan yang pernah kita bicarakan beberapa waktu yang lalu, Pak Paul.

PG : Betul. Pada saat di rumah sakit dan kalau saya tanya pada diri saya sebetulnya apa gunanya saya ke sana, sebetulnya dia lumpuh dan di kursi roda, apakah saya mendapatkan apa-apa dari dia dan sebenarnya memang saya tidak mendapatkan apa-apa. Jadi persahabatan yang sudah kita singgung harus mementingkan orang dan kita tidak mementingkan kepentingan diri. Kenapa saya menengok dia secara berkala, sebab dia memang butuh saya, dia butuh orang untuk datang menjenguknya, kalau tidak dia kesepian, jadi benar-benar bukan untuk kepentingan diri sendiri, tapi untuk kepentingan orang lain. Persahabatan dibangun di atas kerendahan hati dan sebuah kesiapan untuk berbuat demi orang lain dan bukan demi kita.

GS : Tapi kita kadang-kadang juga merasa dimanfaatkan oleh orang-orang yang mengalami musibah atau kesukaran atau bahkan penyakit. Jadi sebenarnya kita mau tetap bersahabat dengan orang ini, tapi karena merasa lama-lama hanya dimanfaatkan lalu menjauh dan persahabatan itu menjadi renggang karena hal-hal itu, jadi dibutuhkan hikmat.

PG : Saya kira kalau orang itu tidak meminta-minta maka kita lebih nyaman untuk memberi, yang membuat kita was-was kalau orang itu dalam keadaan sakit dan sebagainya, kemudian dia datang, dia meminta-minta hal itu yang membuat kita tidak nyaman. Kalau memang dia butuh dan dia tidak minta maka selayaknya kita menolong dan memberi. Jadi kita juga belajar di sini kalau kita dalam keadaan butuh maka jangan minta-minta, sebab kalau kita minta-minta maka akan membuat orang merasa dimanfaatkan. Jadi biarkan orang mengetahui kebutuhan kita dan biarkan dia sendiri yang menolong dengan sendirinya.

GS : Ini repotnya kalau orang di sekeliling kita mengatakan, "Dia adalah sahabatmu" tapi kita merasa ini sudah menyimpang dari apa yang sebenarnya, kita merasa ini pemanfaatan.

PG : Jadi selalu kita harus berhati-hati sebab antara kita diperlukan dan dimanfaatkan batasnya kurang jelas.

GS : Di sana digunakan antara hak dan kewajiban.

PG : Betul.

GS : Pak Paul, hal-hal apa lagi yang harus kita pikirkan baik-baik di dalam persahabatan ini ?

PG : Amsal 11:25 [3] berkata, "Siapa banyak memberi berkat, diberi kelimpahan, siapa memberi minum, ia sendiri akan diberi minum". Jadi ciri yang bisa kita lihat di sini adalah ciri orang yang murah hati. Orang yang mau menjadi sahabat dan dikelilingi oleh sahabat adalah orang yang murah hati. Dan ciri ini berbeda dengan kesediaan memberi pertolongan kepada teman dalam kesusahan. Dengan kata lain, orang ini siap dan senang memberi, dia memberi bukan hanya karena diminta bantuannya, tapi dia memberi oleh karena itulah sifat utamanya dan sewaktu memberi dia memberi dengan berkelimpahan. Salah satu sifat yang menjamin kepastian orang akan menjauh dari kita adalah sikap kikir. Orang yang kikir mungkin masih bersedia memberi, tapi kalau pun memberi itu dikarenakan dia terpaksa memberi, mungkin dia mendapat tekanan untuk memberi, mungkin karena kewajiban dan mungkin dia dimintai bantuannya dan dia sukar menolak, itu sebabnya dia memang memberi tapi dia memberi karena terpaksa. Selain dari itu orang yang kikir kalau memberi, memberi ala kadarnya dan memberi hanya untuk menunjukkan kalau dia telah memberi, tidak peduli apakah yang dia memberi mencukupi kebutuhan atau tidak. Sebaliknya dengan orang yang murah hati, dia memberi bukan karena terpaksa tapi karena tergerak, ini berbeda. Ia memberi bukan untuk memenuhi persyaratan atau tuntutan tapi karena dia bergembira dapat membagi berkat dengan sesama, itu sebabnya dia memberi dengan berkelimpahan dan jauh melebihi jumlah yang diharapkan. Orang yang murah hati akan dikelilingi oleh sahabat, dia tidak takut kehilangan teman sebab pada kenyataannya temanlah yang takut kehilangan dirinya. Itu sebabnya firman Tuhan berkata, "Siapa memberi minum, maka dia sendiri akan diberi minum", dengan kata lain oleh karena dia murah hati dia dikelilingi oleh banyak teman yang juga peduli dengannya dan juga menyayanginya, ketika dia memerlukan bantuan dan dorongan, teman selalu berada di sampingnya dan siap membantunya.

DL : Pak Paul, adakalanya sikap murah hati merugikan, karena terkadang orang itu terus meminta pertolongan padahal dia bisa mengatasi, tapi dia mengandalkan kita. "Dia pasti menolong, pasti memberi" dan akhirnya dia berpikir karena kita yang suka memberi pastilah kita akan melakukan, sehingga dia seperti itu. Apakah kita tidak membuat orang ini menjadi bergantung kepada kita ?

PG : Jadi kalau memang kita lihat orang itu memanfaatkan kita, maka kita bisa menyimpulkan bahwa dia bukanlah bersahabat dengan kita dan karena itulah kita bisa dengan tegas berkata "tidak" kepadanya. Kalau dia tidak bisa terima bahwa kita berkata "tidak" maka dia susah melihat dirinya, bahwa apa yang telah dia lakukan adalah tindakan yang memanfaatkan orang dan itu sebabnya orang tidak suka. Jadi kita juga harus belajar kalau kita butuh pertolongan orang maka kita harus hati-hati dan jangan sampai kita memanfaatkan orang, kita sendiri bisa tapi kita tidak mau orang lain lagi, mungkin orang lain bersedia sekali atau dua kali dimanfaatkan tapi lama kelamaan orang tidak mau, orang yang memanfaatkan orang lain adalah orang yang egois.

GS : Di dalam hal murah hati bukan hanya pemberian secara materi tapi juga hal-hal yang bersifat emosional, kedekatan dan sebagainya, itu juga punya nilai tersendiri di dalam persahabatan.

PG : Betul. Misalnya murah hati dengan waktu, waktu temannya membutuhkan teman untuk bicara maka dia bersedia untuk datang berkunjung dan mengorbankan waktunya, murah hati juga dengan tenaganya karena kadang-kadang kita lelah untuk mengunjungi orang, tapi kita tahu dia sedang butuh sehingga kita ke sana meskipun tubuh sudah letih. Jadi sekali lagi orang yang mau dikelilingi sahabat harus murah hati dan rela berkorban. Orang yang seperti itu justru disayangi dan orang-orang tidak mau kehilangan kita karena akan merasa rugi kehilangan kita, itu sebabnya persahabatan didasari oleh kemurahan hati, orang yang kikir tidak punya sahabat.

GS : Tetapi kepada orang yang bukan sahabat, seseorang juga bisa bermurah hati. Sebenarnya baru ketemu tapi dasarnya orang ini adalah murah hati walaupun bukan sahabat, tapi tetap dia memberikan apa yang orang lain butuhkan, Pak Paul.

PG : Ini poin yang bagus. Jadi orang yang murah hati, maka akan murah hati kepada siapa pun, dan justru orang yang seperti dialah yang akan dikelilingi oleh lebih banyak teman.

DL : Mungkin dia digerakkan Tuhan, Pak Paul.

PG : Betul, dia digerakkan Tuhan bahwa Tuhan telah memberkatinya kenapa dia tidak mau membagi dengan orang lain yang membutuhkan. Jadi pada dasarnya dia adalah seorang yang murah hati.

GS : Pak Paul, apakah ada ciri-ciri yang lain yang harus kita pelajari di dalam persahabatan ?

PG : Ciri yang ketujuh dan terakhir adalah rajin. Amsal 10:4 [4] berkata, "Tangan yang lamban membuat miskin, tetapi tangan orang rajin menjadikan kaya". Secara alamiah kita ini tertarik untuk dekat dengan orang yang rajin dan menjauh dari orang yang malas. Kita tidak suka dekat dengan orang yang malas, sedangkan dengan orang yang rajin ingin kita dekati, mungkin secara naluriah kita tahu bahwa orang yang malas hanya akan membawa satu hal saja ke dalam persahabatan yaitu kemalasannya dalam pengertian dia hanya minta dilayani dan tidak mau melayani. Persahabatan dibangun di atas inisiatif kedua belah pihak. Ibarat roda persahabatan tidak berputar dengan sendirinya. Kita harus memutarnya bersama-sama, itu sebabnya kedua belah pihak seyogianyalah rajin-rajin memelihara komunikasi, rajin-rajin memerhatikan keadaan dan kebutuhan satu sama lain dan rajin-rajin mencari kesempatan untuk berbagi suka dan duka bersama. Orang yang malas bukan saja bersikap pasif dan hanya menunggu inisiatif dari pihak kita, tapi dia pun enggan mengeluarkan usaha ekstra untuk memerhatikan kondisi dan kebutuhan kita. Dia lamban memberi bantuan dan memberi bila diminta maka alhasil kita merasa bertepuk sebelah tangan, kita letih dan merasa persahabatan ini tidak lagi berimbang sebab beban berada di pundak kita saja. Sebaliknya dengan orang yang rajin, bukan saja dia dapat terus memercikkan api persahabatan, tapi dia pun akan menerima banyak penghargaan sebab pada dasarnya kita menghargai kerajinan, kita menghormati orang yang rajin sebab kerajinan adalah sebuah karakter yang indah. Sebaliknya dengan kemalasan kita tidak menghormatinya dan kita tahu bahwa persahabatan tidak didirikan di atas rasa tidak hormat, maka sekali lagi karakter rajin ini sangatlah penting.

DL : Jadi inti persahabatan adalah orang itu harus rajin, jujur dan rendah hati, tulus dan berintegritas, itu penting. Bagaimana kita sebagai seorang Kristen bisa menjadi seperti itu, Pak Paul ?

PG : Sudah tentu yang pertama kita harus bersedia belajar, bersedia melihat kekurangan diri sebab sekali lagi kita tidak memulai dengan kesempurnaan, saya kira sedikit orang yang mengerti bersahabat sejak awal. Mungkin kita pernah mengecewakan teman, "Harusnya saya menolong kenapa tidak menolong". Jadi kita menyesal dan berkata, "Lain kali saya akan lebih berkorban". Dari hal-hal seperti itulah kita belajar tentang persahabatan dan kita mesti lebih setia dan mengedepankan kepentingannya dan kita harus menjaga mulut kita. Jadi dari kegagalan-kegagalan kita banyak belajar sehingga nanti makin hari kita makin mengerti bagaimana menjaga persahabatan.

GS : Pak Paul, idealnya orang-orang yang serumah dengan kita adalah sahabat kita, jadi kalau kita suami maka harapannya adalah istri sebagai sahabat kita. Kalau kita orang tua maka anak-anak menjadi sahabat kita dan kita menjadi sahabat anak-anak. Tapi faktanya kadang-kadang kita lebih bisa bersahabat dengan orang yang ada di luar rumah kita daripada yang ada di dalam rumah kita. Ini kenapa ?

PG : Sebab sekali lagi persahabatan didirikan di atas karakter yang spesifik tadi, kalau tidak ada kemurahan hati, kesetiaan dan kerendahan hati maka tidak bisa bersahabat. Kalau tidak ada karakter itu bahkan dengan orang serumah pun maka tidak bisa bersahabat, maka tidak jarang dalam rumah tangga misalnya ada 5 atau 6 anak tidak ada yang dekat satu sama lain dan semua sendiri-sendiri sebab mereka egois dan mungkin mereka melihat satu-satu seperti itu dan tidak ada yang mau bersahabat dengan adik atau kakaknya.

GS : Jadi kalau begitu kesimpulan apa yang Pak Paul dapat sampaikan sehubungan dengan persahabatan ini ?

PG : Amsal 11:3 [5] berkata, "Orang yang jujur dipimpin oleh ketulusannya, tetapi pengkhianat dirusak oleh kecurangannya". Kata jujur yang digunakan disini merujuk pada integritas yang mengandung makna jujur dan tulus. Orang yang berintegritas bukan saja berarti apa adanya dalam dan luar tapi juga berakhlak tinggi. Dengan kata lain, kita tidak akan menyebut seorang perampok yang berkata apa adanya dan jujur sebagai orang yang berintegritas. Sebaliknya setinggi apa pun akhlak yang kita miliki kalau kita hidup munafik, maka kita bukanlah orang yang berintegritas. Jika kita ingin dicari orang sebagai seorang sahabat, maka kita harus memiliki karakter integritas dan memulainya dengan bersikap jujur dan membuang jauh-jauh kepura-puraan dan kata yang digunakan dalam ayat ini adalah pengkhianat, sebagai lawan dari kata jujur sebenarnya berarti bermuka dua. Firman Tuhan benar sekali sebab bukankah kebohongan dan akhirnya pengkhianatan diawali dengan bermuka dua, kita bisa menjadi sahabat baik kalau kita tidak bermuka dua, kita harus bersikap jujur kepadanya sebab kejujuran adalah landasan kepercayaan, tanpa kejujuran tidak akan ada kepercayaan dan tanpa kepercayaan tidak akan ada persahabatan. Namun disamping kejujuran kita harus memelihara akhlak yang tinggi, yaitu akhlak yang menyerupai karakter Kristus yaitu penuh kasih dan penyayang serta berani menyatakan kebenaran dan keadilan. Tanpa akhlak kita bisa disamakan dengan perahu layar tapi tanpa layar terbawa oleh angin, sebaliknya dengan akhlak yang mulia, kita dapat diibaratkan dengan perahu dengan layar, kita tahu dimana kita akan melangkah dan berhenti, inilah pribadi yang dicari dan dihormati teman, inilah pribadi yang dipakai Tuhan secara efektif untuk menjadi terang di dalam kegelapan.

GS : Memang kita membutuhkan sahabat dalam kehidupan ini, tapi kalau kita tanpa hikmat yang kita peroleh bukan sahabat tapi pengkhianat dan itu akan merusak dan membebani kehidupan kita selamanya. Terima kasih, Pak Paul untuk perbincangan kali ini dan saya percaya perbincangan ini menjadi berkat bagi para pendengar kita. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Hikmat Dalam Bersahabat" bagian yang kedua dan terakhir. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org [6] kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org [7]. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.

Ringkasan

Beberapa waktu yang lalu saya menghadiri sebuah pemakaman seorang hamba Tuhan. Lebih dari seribu orang yang datang melayat. Bahkan pada masa sakitnya pun, begitu banyak orang yang datang menjenguk sampai-sampai pihak keluarga harus membatasi jumlah pengunjung. Satu hal yang menarik adalah si hamba Tuhan bukanlah gembala sidang dari sebuah gereja yang besar. Dan, sepanjang saya mengenalnya, ia pun bukanlah seorang pengkhotbah dan pengajar bertalenta besar. Ia seorang yang bersahaja namun ia dikasihi oleh begitu banyak orang dan mempunyai begitu banyak sahabat.

Ada orang yang kadang mengeluhkan bahwa tidak ada orang yang bersedia bersahabat dengannya. Pada kenyataannya ada atau tidak adanya sahabat bergantung pada diri sendiri. Bersahabat bukanlah sesuatu yang hanya diberikan kepada orang tertentu; semua diberikan kesempatan untuk bersahabat. Nah, marilah kita melihat Firman Tuhan dan memetik beberapa pelajaran yang dapat kita terapkan dalam membangun persahabatan.

PERTAMA DAN MUNGKIN TERUTAMA ADALAH KITA HARUS BERHATI-HATI MEMILIH SAHABAT. Amsal 12:26 [8]. "A righteous man is cautious in friendship but the way of the wicked leads them astray." Tuhan tidak memerintahkan kita untuk bersahabat dengan siapa saja. Justru dari Kitab Amsal kita dapat melihat begitu banyaknya nasihat untuk tidak hidup berdekatan dengan orang yang tidak berhikmat dan berdosa.

Firman Tuhan dengan jelas mengatakan bahwa permulaan hikmat adalah takut akan Tuhan (Amsal 1:7 [9]) dan di dalam takut akan Tuhan kita menjauh dari dosa. Jadi dari sini kita bisa memetik satu pelajaran yang penting: DI DALAM MENJALIN PERSAHABATAN, KITA MEMUNYAI HAK DAN KEWAJIBAN UNTUK MEMILIH. Kita tidak harus selalu menerima uluran tangan orang untuk bersahabat dengan kita. Paulus dengan tegas mengingatkan bahwa teman yang tidak baik dapat merusak karakter kita yang baik (1 Korintus 15:33 [10]). Jadi, berhati-hatilah memilih sahabat.

KEDUA, OLEH KARENA PERSAHABATAN DIDIRIKAN DI ATAS KESETIAAN, MAKA KITA PUN HARUS MENGEMBANGKAN SIFAT SETIA. Amsal 20:6 [11]. "Banyak orang menyebut diri baik hati tetapi orang yang setia siapakah menemukannya?" Sebetulnya, ketidaksetiaan merupakan pertanda hadirnya sifat mementingkan diri yang kuat. Orang yang tidak setia mungkin tidak berniat atau berbuat jahat kepada sahabatnya. Namun yang pasti adalah orang yang tidak setia menempatkan kepentingan diri di atas kepentingan orang lain.

Jadi, dari sini kita dapat menyimpulkan jika kita ingin membangun karakter setia, terlebih dahulu kita harus mengikis sifat egois. Selama ego memerintah dengan kuat, semua keputusan diambil berdasarkan satu kriteria saja: "Apakah memberi manfaat buat saya atau tidak?" Selama menguntungkan, kita akan terus berteman. BIla tidak, kita pun dengan cepat meninggalkannya. Jika kita adalah orang yang berego besar, hampir dapat dipastikan pada akhirnya kita tidak mempunyai sahabat.

KETIGA, BANYAK PERSAHABATAN RETAK BUKAN KARENA PERBUATAN JAHAT—SEPERTI FITNAH ATAU DUSTA— MELAINKAN KARENA OMONGAN YANG TIDAK TEPAT. ITU SEBABNYA FIRMAN TUHAN MENGAJARKAN KITA UNTUK BERHATI-HATI DENGAN PERKATAAN. Amsal 17:27 [12]. "Orang yang berpengetahuan menahan perkataannya, orang yang berpengertian berkepala dingin". Jangan sembarang menegur atau mengeluarkan perkataan yang tidak bijak. Jangan beranggapan bahwa oleh karena ia adalah sahabat maka ia akan mengerti isi hati kita—bahwa kita tidak berniat buruk.

Kalau kita ingin dikelilingi sahabat, jagalah mulut. Jangan bicara sembarangan dan seenaknya kepadanya atau tentang dirinya kepada orang lain.

KEEMPAT, PERSAHABATAN DIDIRIKAN DI ATAS KESEDIAAN UNTUK MENDAHULUKAN KEPENTINGAN SATU SAMA LAIN DAN ITU HANYA DAPAT TERJADI BILA KITA RENDAH HATI. Amsal 18:12 [13]. "Tinggi hati mendahului kehancuran tetapi kerendahan hati mendahului kehormatan". Banyak persahabatan diawali oleh kesiapan untuk mendahulukan satu sama lain. Sayangnya seiring dengan berjalannya waktu masing-masing mulai menaruh kepentingan pribadi di atas kepentingan yang lain. Jika kita ingin melanggengkan persahabatan, kita harus mendahulukan kepentingan sahabat dan menomorduakan kepentingan sendiri. Salah satu alasan mengapa pada akhirnya kita mendahulukan kepentingan sendiri adalah karena kita merasa telah berjasa. Orang yang dicintai sahabat adalah orang yang tidak menghitung pengorbanan dan bersedia untuk memberi lebih besar kepada temannya. Oleh karena ia rendah hati, ia bersedia untuk mengedepankan kepentingan temannya. Oleh karena ia rendah hati, ia tidak melihat diri sepenting itu. Sebaliknya, ia melihat temannya penting dan memerlakukannya sebagai orang yang penting.

KELIMA, UJIAN PERSAHABATAN ADALAH KESUKARAN. Amsal 17:17 [2], "Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran." Sewaktu kita berada di dalam kesukaran, secara alamiah kita akan menengok kepada sahabat dan berharap pada pertolongannya. Kita tidak akan menoleh kepada orang yang bukan sahabat dan tidak berharap apa pun darinya. Kepada sahabatlah kita berharap dan inilah menjadi ujian terbesar. Bila kita menolak membantu atau menghindar agar tidak harus memberi bantuan, yakinlah bahwa pada saat itu kita tengah memutuskan tali persahabatan. Jadi, jika mau dikenal sebagai sahabat kita mesti mendampingi teman, baik dalam suka maupun duka. Bila kita mau berteman hanya pada masa senang, itu menandakan bahwa kita bukanlah teman sejati. Singkat kata, sebenarnya kesusahan menjadi penguji persahabatan sebab kesusahan teman menuntut kita untuk membayar harga. Kesediaan kita untuk membayar harga menunjukkan seberapa besar nilai yang kita berikan pada persahabatan itu.

KEENAM, CIRI BERIKUT INI MERUJUK KEPADA ORANG YANG MURAH HATI. Amsal 11:25 [3]. "Siapa banyak memberi berkat diberi kelimpahan, siapa memberi minum ia sendiri akan diberi minum". Ciri ini berbeda dari kesediaan memberi pertolongan kepada teman dalam kesusahan. Dengan kata lain, ia siap dan senang memberi. Ia memberi bukan hanya karena diminta bantuannya; ia memberi oleh karena itulah sifat utamanya. Dan, sewaktu memberi, ia pun memberi dengan berkelimpahan. Salah satu sifat yang menjamin kepastian orang akan menjauh adalah sikap kikir. Orang yang kikir mungkin masih bersedia memberi tetapi kalaupun ia memberi itu dikarenakan ia terpaksa memberi. Mungkin ia mendapat tekanan untuk memberi mungkin itulah kewajiban. Atau, mungkin karena ia dimintai bantuannya dan ia sukar menolak. Itu sebabnya ia memberi karena terpaksa.Selain dari itu orang yang kikir memberi ala kadarnya. Ia memberi hanya untuk menunjukkan ia telah memberi, tidak peduli apakah pemberiannya mencukupi kebutuhan atau tidak. Sebaliknya dengan orang yang murah hati—ia memberi bukan karena TERPAKSA namun karena TERGERAK. Ia memberi bukan untuk memenuhi persyaratan atau tuntutan tetapi karena ia bergembira dapat membagi berkat dengan sesama. Itu sebabnya ia memberi dengan berkelimpahan, jauh melebihi jumlah yang diharapkan.Orang yang murah hati akan dikelilingi oleh sahabat. Ia tidak takut kehilangan teman sebab pada kenyataannya temanlah yang takut kehilangan dirinya. Itu sebabnya Firman Tuhan berkata, "siapa memberi minum, ia sendiri akan diberi minum."

KETUJUH, SALAH SATU KARAKTERISTIK YANG DICARI ORANG DALAM PERSAHABATAN ADALAH RAJIN. Amsal 10:4 [4],"Tangan yang lamban membuat miskin, tetapi tangan orang rajin menjadikan kaya." Secara alamiah kita tertarik untuk dekat dengan orang yang rajin dan menjauh dari orang yang malas. Persahabatan dibangun di atas inisiatif kedua belah pihak. Ibarat roda, persahabatan tidak berputar dengan sendirinya; kita mesti memutarnya—bersama-sama. Itu sebabnya kedua belah pihak seyogianyalah rajin-rajin memelihara komunikasi, rajin-rajin memperhatikan keadaan dan kebutuhan satu sama, dan rajin-rajin mencari kesempatan untuk berbagi suka dan duka bersama.

KESIMPULAN

Amsal 11:3 [5] berkata, "Orang yang jujur dipimpin oleh ketulusannya, tetapi pengkhianat dirusak oleh kecurangannya." Kata jujur yang digunakan di sini merujuk kepada integritas yang mengandung makna, jujur dan tulus. Orang yang berintegritas bukan saja berarti apa adanya dalam dan luar, tetapi juga berakhlak tinggi. Jika kita ingin dicari orang sebagai seorang sahabat kita pun mesti memiliki karakter integritas ini. Kita mesti memulainya dengan bersikap jujur dan membuang jauh-jauh kepura-puraan. Kata yang digunakan dalam ayat ini, "pengkhianat" sebagai lawan dari kata "jujur" sebenarnya berarti "bermuka dua." Benar sekali firman Tuhan sebab memang bukankah kebohongan dan akhirnya pengkhianatan diawali oleh "bermuka dua"?

Kita tidak bisa menjadi sahabat baik kalau kita bermuka dua. Kita harus bersikap jujur kepadanya sebab kejujuran adalah landasan kepercayaan. Tanpa kejujuran, tidak akan ada kepercayaan. Dan, tanpa kepercayaan tidak akan ada persahabatan. Namun, di samping kejujuran, kita pun harus memelihara akhlak yang tinggi yaitu akhlak yang menyerupai karakter Kristus—penuh kasih dan penyayang serta berani menegakkan kebenaran dan keadilan.

Pdt. Dr. Paul Gunadi [14]
Audio [15]
Pengembangan Diri [16]
T330B [17]

URL sumber: https://www.telaga.org/audio/hikmat_dalam_bersahabat_ii

Links
[1] http://media.sabda.org/telaga/mp3/T330B.MP3
[2] http://alkitab.sabda.org/?Amsal+17:17
[3] http://alkitab.sabda.org/?Amsal+11:25
[4] http://alkitab.sabda.org/?Amsal+10:4
[5] http://alkitab.sabda.org/?Amsal+11:3
[6] mailto:telaga@telaga.org
[7] http://www.telaga.org
[8] http://alkitab.sabda.org/?Amsal+12:26
[9] http://alkitab.sabda.org/?Amsal+1:7
[10] http://alkitab.sabda.org/?1+Korintus+15:33
[11] http://alkitab.sabda.org/?Amsal+20:6
[12] http://alkitab.sabda.org/?Amsal+17:27
[13] http://alkitab.sabda.org/?Amsal+18:12
[14] https://www.telaga.org/nara_sumber/pdt_dr_paul_gunadi
[15] https://www.telaga.org/jenis_bahan/audio
[16] https://www.telaga.org/kategori/pengembangan_diri_0
[17] https://www.telaga.org/kode_kaset/t330b