TELAGA
Dipublikasikan pada TELAGA (https://www.telaga.org)

Depan > Mengisi Waktu Bersama

Mengisi Waktu Bersama

Kode Kaset: 
T327B
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Hal terpenting dalam mengisi waktu bersama adalah (a) SIKAP YANG SEHAT dan (b) KOMUNIKASI YANG TERBUKA DENGAN PASANGAN. sebagai contoh, misalnya kita baru saja kehilangan pekerjaan. Sudah tentu kita akan kecewa dan mungkin marah. Nah, pada saat itu sebetulnya kita tengah berhadapan dengan pilihan. Kita bisa memilih untuk mengumbar kemarahan serta menyalahkan istri karena ia “kurang mendukung kita” atau kita bisa memilih untuk pulang dan mencurahkan isi hati yang galau kepada istri. Pembahasan ini menjelaskan hal apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam menghabiskan waktu bersama.
Audio
MP3: 
3.5MB [1]
Play Audio: 
Your browser does not support the audio element.
Transkrip

Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen dan kali ini saya bersama Ibu Dientje Laluyan, kami akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang “Mengisi Waktu Bersama”. Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.

 

GS :   Pak Paul, problem yang cukup sering dihadapi oleh pasangan adalah bukan hanya mereka bersama-sama, tapi apa yang harus mereka kerjakan ketika mereka bersama-sama. Jadi katakan kedua-duanya punya waktu dan punya tekad untuk bersama-sama tapi mereka punya problem yang lain yaitu mau apa kita ini ? Ada yang hanya diam-diam saja atau punya kesibukan masing-masing dan itu tidak membangun kehidupan pernikahan mereka.

PG :   Ini point yang bagus sebab pada kenyataannya itu yang sering terjadi bahwa setelah kita menikah, sudah merasa nyaman dengan satu sama lain akhirnya suami di mana, istri di mana, mungkin satu rumah tapi yang satu menonton televisi dari jam enam sampai jam dua belas malam, yang satu mengurus anak-anak, akhirnya juga tidak ada komunikasi sama sekali. Itu sebabnya banyak pasangan nikah setelah menikah beberapa waktu lamanya, relasi mereka sebetulnya sudah berhenti dan tidak lagi bertumbuh. Itu sebabnya muncul masalah-masalah yang lain, karena sekali lagi relasi harus dibangun lewat membagi waktu bersama-sama dan mengisinya dengan hal yang positif, kalau tidak ada itu akhirnya relasi itu mudah sekali dirundung oleh masalah. Belum lagi zaman sekarang ada begitu banyak kasus perzinahan karena si suami atau istri tertarik dengan orang lain yang bisa mengisi kebutuhan mereka. Jadi benar-benar hal ini harus diperhatikan, bahwa relasi itu tidak bertumbuh dengan sendirinya, terlalu banyak di antara kita yang sudah menikah beranggapan bahwa kalau sudah menikah relasi itu akan bertumbuh dengan sendirinya, tidak seperti itu, tapi harus dipupuk, sama seperti kita harus memupuk tanaman agar bertumbuh dengan sehat.

GS :   Pada kesempatan yang lalu kita membicarakan tentang kualitas dan kuantitas dari kebersamaan itu. Jadi secara kualitas mungkin mereka banyak waktu bersama-sama bahkan berdua bisa pergi. Tapi setelah pulang dari bepergian mereka tidak melihat ada sesuatu yang membuat mereka lebih akrab, Pak Paul.

PG :   Betul.

DL :   Jadi hal apa yang penting dan harus diperhatikan dalam mengisi waktu, Pak Paul ?

PG :   Sudah tentu banyak hal yang bisa kita lakukan bersama. Jadi saya akan memberikan prinsipnya saja yaitu dua hal. Yang pertama adalah sikap yang sehat dan yang kedua adalah komunikasi yang terbuka dengan pasangan. Coba saya berikan sebuah ilustrasi, secara alamiah dalam hidup kita akan mengalami kekecewaan, akan mengalami kemenangan tapi juga akan mengalami kekalahan. Jadi inilah hidup dan hidup tidak hanya terdiri dari satu warna, tapi banyak warna. Jadi dengan kata lain, yang terpenting adalah bagaimanakah kita menyikapi semua yang nanti akan kita hadapi setelah kita menikah. Misalnya kita baru saja kehilangan pekerjaan, kita diberhentikan, sudah tentu reaksi pertama adalah kita kecewa dan mungkin juga kita marah dan pada saat itu sebetulnya kita tengah berhadapan dengan pilihan, kita bisa memilih untuk mengumbar kemarahan serta menyalahkan istri, setelah pulang ke rumah kita marah-marah kepada istri, kita kemudian katakan, “Dia tidak mendukung kita”, itu pilihan yang pertama. Atau pilihan yang kedua, kita bisa memilih untuk pulang dan mencurahkan isi hati yang galau pada istri, kita ceritakan, “Saya diberhentikan, saya rasanya terpukul sekali, mereka kenapa bisa seperti ini, mereka tidak melihat apa yang telah saya sumbangsihkan”. Jadi kita ceritakan, dan sewaktu kita menceritakannya pun sebetulnya kita tengah diperhadapkan dengan beberapa pilihan juga, misalnya pilihan untuk melihat andil yang membuat kita kehilangan pekerjaan atau pilihan yang lain adalah kita 100% menyalahkan perusahaan kita dan kita tidak mau melihat diri kita. Singkat kata, lewat peristiwa kehilangan pekerjaan itu kita diberikan kesempatan untuk memunculkan diri yang terbaik yaitu menyikapinya dengan sehat dan membagi derita kita dengan pasangan secara terbuka, atau sebaliknya yaitu kita menghadirkan diri yang terburuk yaitu dengan cara mengumbar kemarahan serta menyalahkan semua orang di muka bumi ini. Di dalam kita menghabiskan waktu bersama dengan pasangan, sikap seperti apa yang kita berikan dan kita tampilkan ? Jadi diri seperti apa yang nanti kita berikan kepada pasangan kita ? Itu yang nanti berperan sangat besar menentukan relasi kita. Jadi waktu kita berbicara tentang mengisi waktu dengan cara apa ? Yang saya mau katakan adalah kita harus mengisi waktu memberikan sikap-sikap yang sehat waktu kita menghadapi hidup ini, itu yang nanti akan bisa membangun sebuah sebuah relasi.

GS :   Biasanya kalau ada suatu permasalahan yang dihadapi oleh kita atau pasangan kita, itu lebih mudah. Kita punya alasan, kita punya suatu objek untuk kita bicarakan. Tapi kalau hal-hal itu terjadi secara rutin, malahan lebih sulit menemukan sesuatu yaitu pembicaraan, tindakan atau apa pun yang bisa menjadi suatu jalan untuk kita dekat dengan pasangan kita, Pak Paul.

PG :   Jadi sudah tentu kita senang bahwa hal-hal yang berat itu tidak terjadi sering-sering, kalau terjadi sering-sering maka itu juga berat bagi kita. Sudah tentu hidup pada umumnya akan biasa atau rutin-rutin saja, yang saya maksud adalah waktu peristiwa itu muncul kita memberikan sikap yang baik. Memang penderitaan itu tidak harus seperti kita kehilangan pekerjaan, yang tadi saya sebut yaitu misalkan tentang kemenangan, kita melakukan sesuatu dan berhasil kemudian kita bagikan kepada pasangan, kita ceritakan. Atau kesedihan, kita tidak lepas dari kesedihan dan tidak harus kesedihan yang berat atau yang besar-besar dan mungkin saja yang kecil-kecil, misalkan kita mencoba bicara dengan anak dan anak salah sangka dan malahan marah kepada kita kemudian kita sangat sedih. Bagaimana kita menyikapi waktu hal itu terjadi ? Apakah kita akan marah-marah, atau kita berkata, “Tidak mau bertemu lagi dengan kamu, kamu jangan lagi tinggal di sini” bagaimana kita menyikapinya ? Hal-hal yang positif yang kalau kita lakukan, baik istri atau pasangan melihat, maka itu yang akan mengisi waktu dengan positif. Di luar hal-hal itu sudah tentu hal-hal rutin yang biasa kita lakukan, tetap harus kita lakukan dengan kesadaran bahwa hal-hal kecil berguna meskipun tidak harus memberikan dampak yang besar, tapi tetap harus berguna, karena setidak-tidaknya hal-hal kecil yang kita lakukan akan tetap merekatkan kita, misalnya kita duduk makan bersama, bicara dan sebagainya. Belum lama ini saya di sebuah restoran menunggu teman belum datang untuk makan bersama, saya melihat pasangan nikah umurnya mungkin sudah berumur 60 tahun ke atas, si suami baca koran dan korannya di depan muka menghalangi dia dengan si istri dan si istri menengok ke kanan dan ke kiri, terus seperti itu dan sampai lama sekali dan si suami membaca terus korannya. Tapi saya perhatikan sudah agak lama dan makanannya akhirnya datang, barulah suaminya menaruh korannya dan makan, istrinya bicara dan dijawab perlahan-perlahan. Meskipun kita akan berkata, “Apa gunanya makan bersama kalau yang satu baca koran dan satunya didiamkan begitu saja” tapi tetap sedikit banyak akan ada dampaknya yaitu mereka bersama-sama meskipun akhirnya bicaranya tidak begitu banyak, tapi tetap ada pembicaraan. Jadi hal-hal kecil seperti itu berguna, saya berikan contoh supaya jelas kegunaannya seperti apa, saya berikan contoh yang kebalikannya yaitu bayangkan kalau misalnya kita sedang makan bersama dengan pasangan kita, kemudian ribut soal misalnya, “Kamu masak seperti ini saja, dari dulu sampai sekarang” menjadi ribut. Hal yang tadinya begitu enak bisa makan bersama-sama menjadi tidak enak, jadi sesuatu yang rutin kalau dilakukan dengan baik maka akan berdampak besar, kalau tidak dilakukan dengan baik akan menimbulkan pertengkaran itu juga berdampak besar. Jadi kita anggap sepertinya remeh, hal-hal kecil seperti kita pergi jalan bersama, sebetulnya itu adalah hal-hal besar sebab tidak semua pasangan nikah bisa melakukan hal itu dengan mulus, cukup banyak dan bahkan ada yang tidak mau lagi makan sama-sama atau bahkan ada yang tidak mau lagi menjawab. Jadi hal-hal kecil seperti itu bagi sebagian pasangan menjadi amunisi untuk bertengkar. Hal kecil misalnya si suami bertanya, “Kenapa makanan belum selesai ?” si istri mungkin bisa menjawab dengan perkataan yang kasar, “Kamu tidak tahu kalau saya sibuk, kamu tidak bisa melihat dan kenapa kamu harus bertanya” menjadi ribut besar. Sekali lagi hal-hal kecil yang tidak bermakna ternyata bermakna kalau tidak menimbulkan pertengkaran atau konflik.

GS :   Dalam hal ini apa yang kita bicarakan beberapa waktu yang lalu tentang kebiasaan-kebiasaan kecil yang membuat kita bisa menerima sikap pasangan, seperti yang Pak Paul katakan walaupun suaminya baca koran, karena dia sudah terbiasa maka dia bisa menerima dan tidak menjadi masalah.

PG :   Betul.

GS :   Tapi untuk orang yang tidak terbiasa dengan hal itu bisa menjadi masalah ?

PG :   Betul. Rupanya dia sudah terbiasa dan dia sudah tahu suaminya seperti itu maka ketika makanan datang maka korannya ditaruh dan si istri berbicara dengan si suami dan si suaminya juga mulai menjawab. Jadi mungkin si istri juga sudah bisa menerima dan tidak masalah. Justru karena tidak ada pertengkaran maka hal yang sepele itu sebetulnya menjadi sebuah perekat di antara mereka, tapi kalau misalnya menjadi pertengkaran maka akan tambah buyar dan tidak mau lagi bersama-sama.

DL :   Jadi hal apa yang lebih baik jangan dilakukan pada waktu kita mengisi kebersamaan dengan pasangan kita itu, Pak Paul ?

PG :   Kita harus sadar bahwa waktu kita bersama dengan pasangan, hati-hati dengan yang namanya berbuat sekehendak hati dan jangan sampai kita ingin menjadi diri sendiri dan apa adanya, mulailah kita berbuat sekehendak hati, berbicara seenaknya, menyuruh seenaknya, tidak ada lagi rasa hormat, jadi hati-hati dengan tindakan-tindakan yang semaunya seperti itu. Harus ada batas dan pagar sehingga kita bisa tetap menghormati satu sama lain. Saya tadi sudah menyebutkan, bahwa kita perlu memunyai atau memberikan sikap yang sehat sehingga itu nanti akan mengisi relasi kita dengan lebih baik. Yang kedua, yang saya juga sebut adalah keterbukaan dengan pasangan, kita harus sering-sering bicara dan cerita dengan pasangan, kita bisa cerita tentang hal-hal yang kita anggap penting tapi juga hal-hal yang membangun. Jadi ceritakanlah karena makin banyak terjadi komunikasi dengan pasangan, maka nanti akan semakin memerkaya, kita harus membedakan diri kita dengan pasangan. Ada orang yang bisa dengan cepat kalau ada apa-apa langsung cerita, seperti istri saya kalau ada apa-apa dia langsung cerita, sedangkan kalau saya tidak seperti itu, kalau saya mengalami sesuatu maka saya perlu waktu beberapa jam untuk bisa mengutarakannya, sebab saya selalu memikirkan apakah nanti ini berdampak buruk atau baik, apakah perlu atau tidak perlu. Jadi biasanya saya harus bicara, tapi setelah saya putuskan saya akan bicara maka saya akan tunggu sampai waktunya tiba dan setelah saya merasa siap maka barulah saya bicara. Itu juga tidak apa-apa, jadi tidak harus saya bisa bicara dengan seketika waktu saya merasakan sesuatu, tapi istri saya berbeda dan dia mengerti hal itu. Kadang-kadang dia bisa melihat dan bertanya, “Ada apa Paul ?” saya bilang “Nanti akan saya ceritakan”. Dia menerima hal itu dan tidak apa-apa. Jadi yang penting bukan waktunya tapi yang penting adalah pada akhirnya kita bisa bicara, komunikasi yang terbuka benar-benar penting untuk kita mengisi waktu, di mana kita mulai menahan komunikasi dan tidak lagi waktu bersama.

GS :   Tapi kalau berdasarkan pengalaman, jadi beberapa kali kita bicara, tanggapannya selalu negatif atau menyakitkan maka orang akan cenderung tidak bicara, Pak Paul.

PG :   Memang ini ada macam-macam dan sudah tentu yang buruk adalah orang itu sengaja menyerang kita kembali. Kenapa orang menyerang kita kembali ? Banyak sekali alasannya, misalnya dia merasa diserang oleh kita, jadi ini kesempatan menyerang balik, ini terjadi pertengkaran. Tapi ada orang yang seperti ini yaitu ada orang yang cenderung sinis, mengatakan hal-hal yang akhirnya menyakiti hati orang, negatif. Ada orang yang tidak bisa bergembira bersama orang lain, tidak bisa bersukacita waktu orang bersukacita.  Selalu maunya negatif, selalu memunyai praduga bahwa ada yang tidak benar dan kalau misalnya seseorang menghasilkan sesuatu langsung yang disoroti adalah yang dia tidak bisa hasilkan, yang dia gagal lakukan, jadi selalu yang dia munculkan adalah yang buruk-buruk. Dan ada orang yang seperti itu, kenapa ada orang seperti itu besar kemungkinan itulah yang diterimanya waktu dulu masih kecil, jadi seringnya dikatakan kekurangan-kekurangannya sehingga akhirnya itulah yang dia tuntut dan soroti dari orang lain, akhirnya kalau berbicara dengan dia sangat tidak enak. Apa yang harus kita lakukan kalau itu yang terjadi maka kita harus mengkomunikasikan kepada dia, kita harus terus terang kepada dia, mungkin kamu tadi tidak bermaksud apa-apa bicara seperti itu tapi coba lain kali gunakan kata-kata yang lain, jangan sampai bicaranya terlalu tajam, itu menyakiti hati. Perlahan-perlahan diajarkan seperti itu maka ada orang yang menyadari kalau itulah masalahnya maka dia berubah. Tapi kalau tidak mau berubah dan tetap seperti itu, maka dapat dipastikan akhirnya tidak terjadi lagi komunikasi, karena untuk apa bicara kalau ujung-ujungnya sakit hati.

GS :   Dalam mengisi waktu bersama ada hal-hal tertentu atau waktu tertentu yang memang perlu direncanakan, ada juga yang terjadi spontan seperti yang terjadi sehari-hari, tapi saya melihat kebersamaan yang direncanakan punya makna lebih besar di dalam hidup pernikahan. Misalnya kita merencanakan mau bepergian atau mau menyediakan waktu bersama nanti sore jam sekian, artinya jangan terima telepon atau jangan SMS waktu itu, kita bicara berdua.

PG :   Bagus sekali, Pak Gunawan. Betul sekali kita itu harus melakukan semuanya dengan kreatif. Jadi hal-hal yang spontan itu yang kita lakukan, tapi merencanakan pun juga harus dilakukan, misalnya merencanakan untuk pergi berlibur, perencanaan yang baik lebih berkemungkinan menghasilkan waktu kebersamaan yang lebih baik. Kalau tidak direncanakan dengan baik, maka berlibur, bertamasya akan berantakan. Jadi perencanaan itu penting. Sebelum saya pergi meninggalkan keluarga maka saya memutuskan untuk pergi menonton berdua, meskipun hanya singkat 2 jam sudah pulang tapi kami senang dan saya berkata, “Saya senang bisa pergi berdua” istri saya pun juga berkata, kalau dia senang. Itu adalah waktu yang memang direncanakan karena kami sudah tahu kalau kami akan berpisah untuk waktu yang lama, jadi sebelum kami berpisah maka kami pergi berdua dulu. Tapi hal-hal yang spontan dan bersifat seketika juga perlu, misalnya dulu saya senang mendengar lagu yang enak, karena saya senang dengan lagu-lagu seperti “country music” atau apa, saya suka mengajak istri saya, “Ayo dansa di dalam rumah kami”, dulu dia tidak mau dengan alasan malu, saya bilang, “Tidak apa-apa, saya juga tidak bisa dansa asal gerak-gerak saja” dan lama-lama dia terbiasa jadi kalau kami mendengar lagu yang enak, kadang-kadang saya mengajak dia dansa dan kadang dia yang menarik saya dan mengajak saya dansa. Hal-hal yang spontan juga penting tapi intinya perlu kedua-duanya yaitu hal-hal yang direncanakan dan juga hal yang spontan.

GS :   Pak Paul, tadi menyinggung tentang menjadi diri sendiri, di tengah-tengah kita mau mendekatkan diri. Ini seperti apa ? Jadi ketika kita mau menjadi diri kita sendiri tanpa merugikan pasangan kita, itu seperti apa ?

PG :   Jadi ada orang yang susah yaitu dia mau hidup seperti apa yang biasa dia lakukan, dia tidak peduli mau bangun jam berapa, dia mau pulang jam berapa, kalau dia ingin berbicara kasar dia tidak peduli, pasangannya berkata, “Jangan bicara kasar” dia tidak peduli. Hal seperti itulah yang membunuh kebersamaan, sehingga akhirnya pasangan tidak mau lagi menghabiskan waktu bersama dengan dia sebab ujung-ujungnya dia disakiti dan dikecewakan lagi. Atau misalnya pergi dengan anak, sudah tahu kalau anak-anak akan lari ke sana dan akan berbuat hal-hal yang menjengkelkan, tapi itu adalah bagian dari anak-anak dan ada orang yang tidak bisa terima, anak-anaknya harus mengikuti petunjuknya dengan sempurna, begitu anak melakukan hal yang tidak diharapkannya kemudian dia marah. Akhirnya waktu kebersamaan hilang, sehingga akhirnya suasana tidak enak. Kalau saja dia bisa lebih santai, “Anak-anak memang seperti ini” itu menjadi lebih enak, jadi kita harus ingat, kita tidak bisa menjadi diri kita semaunya, sekehendak hati. Kuncinya adalah apa yang harus kita lakukan untuk mengisi waktu sehingga waktu itu sungguh-sungguh bermakna, yaitu kita harus mengisinya dengan diri kita yang terbaik, benar-benar menjadi diri yang terbaik dan jangan menjadi diri yang semau kita, berikan kepada pasangan diri yang terbaik.

GS :   Dan itu menuntut pengorbanan, Pak Paul, entah itu perasaan atau waktu kita ?

PG :   Betul. Saya berikan contoh misalnya kita tahu kalau kita tadi bicara menyakiti hatinya, kita akhirnya datang kepada dia dan berkata, “Maaf ya, saya salah” perkataan maaf benar-benar mengisi waktu dengan begitu baik karena di depannya atau setelah itu mereka akan langsung cair, hubungan mereka kembali hangat dan bisa kembali berbicara. Tapi bayangkan kebalikannya misalnya kebalikannya adalah kita tidak mau meminta maaf dan kita hanya diam saja, berarti selama mungkin 1 minggu, atau selama seharian tidak ada lagi komunikasi, masing-masing merasa jengkel jadi akhirnya waktu bersama itu tidak ada lagi yang kita isi, justru kita mengisi waktu bersama dengan kemarahan dan kepahitan kita. Maka kita harus menjadi diri yang terbaik dan jangan mengikuti diri yang buruk, tapi berikanlah diri yang terbaik kepada pasangan.

GS :   Tapi kalau sudah menjadi pola di dalam kehidupan keluarga walaupun kita yang tidak terbiasa melihat merasa ini adalah suatu pola yang tidak betul, tapi ketika ditanya, “Itu suamimu tidak minta maaf ?” dan dijawab, “Memang seperti itu, dia tidak mau minta maaf” baru nanti dia akan berbaik-baik sendiri, jadi diterima saja.

DL :   Karena memang ada yang seperti itu dan tidak mau minta maaf, karena dia merasa bahwa dirinya tidak salah.

PG :   Memang ada yang seperti itu. Yang penting adalah relasi dibangun di atas sejuta hal-hal kecil-kecil, misalnya banyak hal lain yang baik dan ini bisa mengimbangi kekurangannya sehingga meskipun si istri berkata, “Suami saya memang tidak pernah meminta maaf”, tapi dia ingat ada sejuta hal lain tentang suaminya yang baik dan itu yang menyeimbangkan, relasi itu mulai goncang atau mulai menimbulkan masalah kalau seseorang itu mulai merasa bahwa pasangannya tidak ada yang baik, semuanya tentang dia hanya yang jelek-jelek saja, itu akan menggoncangkan. Jadi selama masih banyak hal yang baik, kebanyakan orang akan menerima. Kalau memang orangnya sehat pasti akan menerima tapi kalau tidak sehat biasanya tidak mau terima karena semua harus sesuai dengan keinginan dia.

GS :   Kebersamaan menjadi kebutuhan seseorang dan ini kebutuhan emosional, kebutuhan emosional terus meningkat. Jadi kalau suatu saat mereka merasa “Apalagi yang harus kita lakukan supaya ini terus meningkat ?” Bagaimana ini, Pak Paul ?

PG :   Meskipun nantinya kebutuhan itu meningkat tapi sebetulnya kemampuan kita untuk memenuhinya pun juga bertambah. Contoh misalnya pada waktu kita baru menikah, kita itu belum mengerti bagaimana memenuhi kebutuhan istri kita untuk disayangi, tapi karena kita terbiasa dan kita mengerti yang dia butuhkan apa maka kita juga lebih bisa mengisinya sehingga meskipun kebutuhan makin bergantung dan membesar, tapi sedikit banyak kita lebih mampu mengisinya dan akhirnya istri kita pun waktu menerima dari kita meskipun tidak tahu seperti apa, tapi dia cepat sekali untuk bisa dia gunakan dalam mengisi kebutuhannya sehingga dia kembali tenang. Jadi betul, kebutuhan bisa meningkat tapi kemampuan kita memenuhi juga biasanya makin hari makin baik.

GS :   Itu karena dasarnya sudah cukup baik untuk bisa melanjutkan bangunan ini dengan kepingan demi kepingan lagi.

PG :   Itu sebabnya kalau itu tidak terjadi di awal menikah, tadi sudah dikatakan kebutuhan meningkat, tapi tidak pernah ada usaha memenuhi dengan baik maka tinggal tunggu waktu berantakan, berantakan karena kebutuhan meningkat sedang yang satunya kebutuhan untuk memenuhinya makin tidak ada, akhirnya terjadilah ketimpangan yang sangat besar dan masalah muncul.

GS :   Salah satu kebersamaan yang cukup bermutu adalah kebersamaan rohani ketika mereka sama-sama berdoa, bersama-sama membaca Alkitab. Dalam hal ini, dalam perbincangan ini apakah ada ayat firman Tuhan yang ingin Pak Paul sampaikan ?

PG :   Saya akan bacakan dari Roma 6:20-22, “Sebab waktu kamu hamba dosa, kamu bebas dari kebenaran. Dan buah apakah yang kamu petik dari padanya? Semuanya itu menyebabkan kamu merasa malu sekarang, karena kesudahan semuanya itu ialah kematian. Tetapi sekarang, setelah kamu dimerdekakan dari dosa dan setelah kamu menjadi hamba Allah, kamu beroleh buah yang membawa kamu kepada pengudusan dan sebagai kesudahannya ialah hidup yang kekal”. Firman Tuhan di sini mengatakan kepada kita bahwa dulu kita memang hidup dalam dosa, jadi kita memang bebas dari kebenaran tapi sekarang kita telah dimerdekakan dari dosa dan telah menjadi hamba-hamba Allah maka kita telah memeroleh buah yang membawa kita kepada pengudusan. Kalau kita terapkan kepada pembahasan kita di sini adalah karena kita ini telah dibebaskan dari dosa, kita telah masuk ke dalam pengudusan dan kita telah menjadi diri yang lebih baik dan inilah yang harus kita berikan kepada pasangan kita, karena diri yang lebih baik akan mengisi waktu sehingga membuat waktu bersama itu sesuatu yang baik, sesuatu yang positif dan menumbuhkan kita. Jangan sampai kita sudah dibersihkan Tuhan lewat penebusan-Nya di kayu salib, tetap hidup di dalam dosa dan hidup yang berdosa itu yang kita berikan kepada pasangan kita, itu salah.

GS :   Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan ini. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang “Mengisi Waktu Bersama”. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org [2] kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org [3]. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.

Ringkasan

Berikut akan dijelaskan hal apa saja yang mesti diperhatikan dalam menghabiskan waktu bersama. Untuk memudahkan saya akan memberi ilustrasi membangun rumah. Rumah yang telah jadi tampak bersih dan indah, namun sesungguhnya di balik dinding yang bersih dan indah terdapat semen dan kayu yang kotor. Relasi tidak dibangun di atas interaksi yang teratur dan terencana. Relasi dibangun di atas relasi yang berkembang secara alamiah.

Secara alamiah dalam hidup kita mengalami kekecewaan, kemenangan, kekalahan, dan pelbagai situasi lainnya. Terpenting dalam menghadapi semua peristiwa yang mengunjungi hidup adalah (a) SIKAP YANG SEHAT dan (b) KOMUNIKASI YANG TERBUKA DENGAN PASANGAN. Coba saya jelaskan dengan sebuah contoh. Misalkan kita baru saja kehilangan pekerjaan. Sudah tentu kita akan kecewa dan mungkin marah. Nah, pada saat itu sebetulnya kita tengah berhadapan dengan pilihan. Kita bisa memilih untuk mengumbar kemarahan serta menyalahkan istri karena ia "kurang mendukung kita" atau kita bisa memilih untuk pulang dan mencurahkan isi hati yang galau kepada istri.

Sewaktu menceritakannya kita pun diperhadapkan dengan beberapa pilihan, misalnya pilihan untuk melihat andil yang membuat kita kehilangan pekerjaan atau pilihan lain adalah kita menyalahkan perusahaan. Singkat kata, lewat peristiwa kehilangan pekerjaan itu kita diberi kesempatan untuk memunculkan diri yang terbaik—yakni menyikapinya dengan sehat—dan membagi derita dengan pasangan secara terbuka. Atau, sebaliknya, kita menghadirkan diri yang terburuk—mengumbar kemarahan dan menyalahkan semua orang kecuali diri sendiri.

Makin sering kita memilih untuk menyikapi suatu peristiwa secara sehat dan makin terbuka kita untuk mengkomunikasikannya dengan pasangan, makin bertumbuh relasi pernikahan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya FAKTOR YANG MENGISI DAN MENUMBUHKAN RELASI LEWAT WAKTU BERSAMA ADALAH DIRI KITA SENDIRI. Bila kita mengisinya dengan diri yang buruk, hasilnya akan buruk. Sebaliknya, jika kita mengisinya dengan diri yang baik, maka hasilnya pun akan baik.

Kita tahu bahwa kita tidak sempurna dan tidak selalu berhasil menyikapi suatu peristiwa secara sehat. Kita pun tidak senantiasa sanggup berbagi kisah dengan pasangan secara terbuka dan sehat. Sudah tentu semua ini akan menjadi bagian dari berbagi waktu bersama dengan pasangan. Namun, MAKIN BESAR DAN BANYAK PORSI BERBAGI DIRI YANG SEHAT, MAKA MAKIN POSITIF PERKEMBANGAN RELASI ITU PULA.

Nah, berdasarkan pemahaman ini, dapat pula disimpulkan bahwa satu hal yang sedapatnya JANGAN sampai dilakukan dalam menghabiskan waktu bersama pasangan adalah BERBUAT SEKEHENDAK HATI. Jangan sampai kita berkata, "Ah, saya bebas berbuat apa saja sebab bukankah memang seharusnyalah saya menjadi diri saya apa adanya?" Memang benar bahwa kita mesti bersikap otentik dan memang benar bahwa kita tidak selalu mampu untuk menyikapi segalanya secara positif namun sedapatnya, berusahalah sekeras mungkin untuk memunculkan diri yang terbaik. Kendalikan kemarahan, ketika marah. Kendalikan frusrasi dan jangan sampai merusak hidup orang. Kendalikan kesedihan sehingga tidak terus berlarut. Jagalah hati sehingga tidak jatuh hati sembarangan. Singkat kata, JADILAH DIRI SENDIRI NAMUN BERIKANLAH DIRI YANG TERBAIK. Jangan berbuat sekehendak hati dan bersikap semena-mena. Materi yang sehat akan membuat waktu bersama sehat pula.

Firman Tuhan? "Sebab waktu kamu hamba dosa, kamu bebas dari kebenaran. Dan buah apakah yang kamu petik daripadanya? Semuanya itu membuat kamu merasa malu sekarang karena kesudahan semuanya itu adalah kematian. Tetapi sekarang, setelah kamu dimerdekakan dari dosa, dan setelah kamu menjadi hamba Allah, kamu memperoleh buah yang membawa kamu kepada pengudusan dan sebagai kesudahannya adalah hidup yang kekal" ( Roma 6:20-21) [4]

Pdt. Dr. Paul Gunadi [5]
Audio [6]
Suami-Istri [7]
T327B [8]

URL sumber: https://www.telaga.org/audio/mengisi_waktu_bersama

Links
[1] http://media.sabda.org/telaga/mp3/T327B.MP3
[2] mailto:telaga@telaga.org
[3] http://www.telaga.org
[4] http://alkitab.sabda.org/?Roma+6:20-21
[5] https://www.telaga.org/nara_sumber/pdt_dr_paul_gunadi
[6] https://www.telaga.org/jenis_bahan/audio
[7] https://www.telaga.org/kategori/suami_istri_0
[8] https://www.telaga.org/kode_kaset/t327b