Pertanyaan-Pertanyaan untuk Mencari Pasangan Hidup 2

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T040B
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 

Lanjutan dari T40A

Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Kita semua menyadari betapa pentingnya menemukan seorang pendamping atau pasangan hidup yang tepat, dan tentunya yang diperkenan oleh Tuhan. Tetapi masalah yang sering dihadapi adalah bagaimana kita menemukan pasangan itu. Berulang kali saya menemukan kasus-kasus mana masalah yang terjadi di antara suami-istri adalah masalah yang mereka bawa dari awal pernikahan dan seharusnya hal-hal itu sudah mereka sadari sebelum mereka menginjak ke jenjang pernikahan. Tapi karena tak terselesaikan akhirnya mereka harus bergumul dengan masalah yang sama tahun demi tahun.

Kalau kita mendefinisikan pernikahan secara praktis, sebetulnya pernikahan adalah hidup bersama, karena mencintai hidup bersama, kita ingin membagi hidup dan sukacita dengan seseorang. Jadi kalau orang bertanya apa tujuan berpacaran, tujuannya adalah menjajaki apakah kita bisa hidup bersama atau tidak, itu intinya berpacaran. Pacaran bukanlah untuk menikmati satu sama lain, pacaran bukanlah untuk menikmati malam yang indah, pacaran bukanlah agar ada orang yang kita kunjungi pada hari Sabtu malam atau Minggu malam. Pacaran bukanlah untuk membagi sukacita kita dengan seseorang, pacaran bukanlah supaya kita dicintai oleh orang lain. Tapi masa pacaran adalah masa kita menjajaki, belajar dan melihat dengan baik-baik apakah kita bisa hidup bersama dengan dia untuk selama-lamanya atau tidak.

Beberapa pertanyaan yang patut dijadikan tolok ukur atau pedoman untuk menemukan pasangan hidup.

  1. Apakah waktu kita berpacaran justru kita ini merasa didekatkan dengan Tuhan? Apakah kedua belah pihak itu saling menolong untuk bertumbuh dan hidup lebih dekat dengan Tuhan? Kalau kita makin hari makin jauh dari Tuhan gara-gara berpacaran, maka jelas itu bukan suatu hubungan yang diperkenan Tuhan. Sebab prinsipnya ialah segala hal yang kita lakukan haruslah memuliakan Tuhan. Jadi kalau dalam berpacaran kita tidak memuliakan Tuhan, yaitu terbukti dengan makin menjauhnya kita dari Tuhan, dapat kita pastikan bahwa hubungan itu bukanlah hubungan yang Tuhan restui.

  2. Seberapa banyakkah perbedaan yang membuat kita semakin sulit berkomunikasi? Berkomunikasi adalah aspek yang sangat penting. Karena berbicara satu sama lain akan menunjukkan banyak hal. Misalnya: Kesamaan minat, kalau keduanya tidak memiliki kesamaan minat mereka akan susah bicara panjang lebar.

  3. Seberapa mampukah kita bekerja sama? Salah satu wujud kerjasama bisa dilihat dari kemampuan pasangan mengambil keputusan bersama pada waktu menghadapi masalah. Kalau mungkin yang sering timbul justru adalah perbedaan pendapat, berarti mereka harus mampu mengambil keputusan bersama. Dengan demikian berarti mereka "lulus" dalam faktor kebersamaan.

  4. Apakah kita mampu untuk berekreasi atau menikmati waktu luang bersama? Jangan sampai pasangan kita itu sangat berbeda dengan kita, sehingga benar- benar tidak ada titik temu untuk menikmati hidup bersama. Misalkan yang satu senangnya nonton bola, yang satu senangnya dengar lagu-lagu rock and roll, yang satu senangnya ramai dan berkumpul, yang satu senangnya diam di rumah, akhirnya apa yang terjadi tidak pernah menikmati hidup bersama. Yang penting adalah bukan memulai kesamaan, tetapi bagaimana mencocokkan diri dalam perbedaan itu dan saling menghargai perbedaan yang ada.

  5. Apakah teman-teman kita bisa diterima oleh pasangan kita dan apakah kita juga bisa menerima teman-teman pasangan kita? Salah satu dari pasangan pada suatu saat harus mengajak calonnya untuk diperkenalkan kepada sahabat-sahabatnya. Jadi masing-masing harus melihat dengan jelas siapakah teman-teman pasangannya, karena itu mencerminkan siapa dia sebenarnya. Prinsipnya adalah kita harus berpasangan dengan orang yang bisa kita presentasikan ke hadapan orang lain. Kita tidak bisa berpasangan dengan seseorang yang ingin kita sembunyikan dari khalayak ramai karena kita merasa malu. Kita harus memiliki kebanggaan waktu bersanding dengan dia, jalan dengan dia, dan mempresentasikan dia di hadapan lingkungan kita, entah ditengah-tengah teman-teman, keluarga, maupun kolega kita.

  6. Apakah kita berdua mempunyai nilai moral yang sama? Sebab nilai moral itu sebetulnya merupakan poros dan keputusan-keputusan kita dalam hidup adalah jari-jarinya. Sama seperti poros, nilai moral itu sangat penting sekali. Itu akan menentukan apakah misalnya kita akan membeli rumah yang besar atau yang kecil.

  7. Apakah kita bisa menerima dan menghargai keluarga masing-masing? Ini merupakan salah satu pertanyaan yang penting sekali, apalagi dalam konteks kita di Timur. Kita yang menikah tidak bisa berkata, saya hanya menikahimu dan sebodoh amat dengan keluargamu.

  8. Apakah faktor ekonomi kita mempunyai perbedaan yang terlalu jauh? Perbedaan kemampuan ekonomi yang terlalu jauh akan mempengaruhi kehidupan pernikahan.

  9. Apakah masalah-masalah di masa lalu kita sudah diselesaikan dan dituntaskan? Sebaiknya pasangan kita mengetahui dengan jelas siapa kita, termasuk masa lalu kita. Kalau masa lalu kita sangat kelam, misalnya sebelum kita bertobat kita hidup dalam kehidupan seksual yang sangat bebas. Kita harus mengakui semuanya dengan jujur karena itu penting untuk diketahui oleh pasangan atau calon kita.

  10. Apakah kita bisa menghadapi dan menyelesaikan pertengkaran bersama-sama? Dalam masa berpacaran pertengkaran tidak harus dihindari. Sebab ada orang berkonsep bahwa hubungan yang sehat adalah hubungan yang bebas dari pertengkaran. Sebetulnya hubungan yang sehat bukanlah hubungan yang bebas pertengkaran, tapi hubungan yang sehat juga bukanlah yang sarat dengan pertengkaran, itu sama-sama tidak sehatnya. Indikasi hubungan yang sehat adalah hubungan yang kadang-kadang ada pertengkaran tapi yang pasti bisa diselesaikan. Jadi kata kuncinya justru adalah bisa diselesaikan bersama-sama.

  11. Apakah kita mau membicarakan dan bisa merencanakan masa depan bersama? Masa depan bersama adalah hal yang baik untuk dibicarakan, jadi dua-duanya harus membicarakan aspirasi ke depan. Saling bertanya dan membahas nanti ke depan mau apa, apa yang kau rindukan dalam hidup ini, apa yang dikejar dalam hidup. Itu penting.

Amsal 27:1,2 mengatakan: "Janganlah memuji diri karena esok hari, karena engkau tidak tahu apa yang akan terjadi hari itu. Biarlah orang lain memuji engkau dan bukan mulutmu, orang yang tidak kaukenal dan bukan bibirmu sendiri."

Dua hal dalam ayat ini akan saya kaitkan dengan hubungan berpacaran:

  1. Yang pertama adalah janganlah memuji diri karena esok hari, jadi jangan terlalu bermegah akan esok hari. Banyak orang yang berpacaran terlalu positif akan hari esok, bahwa hubungan mereka itu akan cemerlang, pasti cocok, pasti tidak ada masalah, karena kami saling mencintai. Tidak, jangan terlalu memuji diri akan hari esok. Lihatlah hari esok dengan realistik.

  2. Yang kedua, biarlah orang lain memuji engkau dan bukan mulutmu. Ini akan saya artikan jangan kita ini sebagai pasangan berkata bahwa hubungan kita paling kuat, paling sehat karena kita saling mencintai. Biar orang lain yang memuji kita, jadi artinya terimalah dan mintalah tanggapan-tanggapan dari orang lain. Semakin sehat suatu hubungan, semakin berani mereka menerima masukan dari orang lain. Suatu hubungan semakin tidak sehat dan rapuh bila mereka takut menerima masukan dari orang lain.

Comments

nice writting, membuatku berpikir dan intospeksi :)