Memelihara Karakter

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T567A
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Karakter bukan saja perlu dibangun, juga perlu dipelihara, ingatkan diri sendiri bahwa Tuhan belum selesai dengan diri kita selama kita masih hidup, fokuskan juga pada hal yang tidak baik, pelihara karakter dengan cara menjaganya dari pengaruh yang buruk.
Audio
MP3: 
Play Audio: 


Ringkasan

Sama seperti hal lainnya, karakter bukan saja perlu dibangun, karakter pun perlu dipelihara. Tanpa pemeliharaan, karakter akan berkarat dan akhirnya rusak. Kita sudah melihat begitu banyak contoh orang yang tadinya berkarakter baik akhirnya berubah menjadi buruk. Itu pertanda orang tersebut tidak memelihara karakternya.

Sewaktu karakter rusak, rusak pulalah segalanya, sebagaimana dikatakan oleh Pendeta Billy Graham, "Sewaktu kekayaan hilang, tidak ada suatu pun yang hilang. Sewaktu kesehatan hilang, ada sesuatu yang hilang. Sewaktu karakter hilang, segala sesuatu pun hilang." (When wealth is lost, nothing is lost. When health is lost, something is lost. When character is lost, everything is lost.) Berikut kita akan belajar bersama bagaimana memelihara karakter.

Pertama, memelihara karakter dimulai dengan kesadaran bahwa kita BELUM TIBA DI TEMPAT TUJUAN. Maksud saya, kita harus selalu mengingatkan diri bahwa Tuhan masih belum selesai dengan diri kita dan bahwa selama kita hidup, kita masih harus bertumbuh. Ibarat bangunan, kita adalah proyek Tuhan yang belum selesai; kita masih lebih dapat mengasihi, kita masih lebih dapat murah hati, kita masih lebih dapat berani mengakui kesalahan, dan sebagainya.

Kesadaran ini penting sebab begitu kita beranggapan bahwa kita sudah baik, tinggal masalah waktu sebelum kita akhirnya mulai merosot turun ke bawah. Tuhan tahu hal ini, itu sebab Ia senantiasa menghadirkan situasi demi situasi untuk mengingatkan bahwa kita belumlah seperti yang Ia kehendaki, dan bahwa kita tidak sebaik yang kita pikir. Dari pihak kita, seyogianyalah kita memelihara kepekaan sehingga kita dapat membaca dan mendengar bisikan-Nya.

Untuk tetap peka, penting bagi kita untuk memelihara hubungan yang erat dengan Tuhan, dan itu diperoleh lewat pembacaan dan perenungan Firman-Nya dan ketaatan pada pimpinan-Nya. Kita harus menjaga disiplin untuk tidak berhenti membaca dan merenungkan Firman Tuhan, sebab Tuhan berbicara melalui Firman-Nya. Sewaktu kita merenungkan Firman Tuhan, di saat itulah Roh Kudus membisikkan ke hati kita hal-hal apa yang dikehendaki-Nya. Dan, makin kita menaati suara-Nya, makin peka dan jelas kita mendengar suara-Nya berbicara ke sanubari kita.

Firman Tuhan di Filipi 3:12-14 mengingatkan, "Bukan seolah-olah aku telah memperoleh hal ini atau telah sempurna, melainkan aku mengejarnya, kalau-kalau aku dapat juga menangkapnya, karena aku pun telah ditangkap oleh Kristus Yesus. Saudara-saudara, aku sendiri tidak menganggap bahwa aku telah menangkapnya, tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus." Tuhan belum selesai; Ia masih terus memahat karakter kita, maka kita pun tidak boleh menganggap diri cukup baik. Selalu ada ruang untuk kita bertumbuh.

Kedua, untuk memelihara karakter kita mesti MEMFOKUSKAN PERHATIAN PADA APA YANG TIDAK SEHARUSNYA, dan bukan hanya pada yang seharusnya. Maksud saya, bukan saja kita memfokuskan pada membangun dan memelihara apa yang baik, kita pun perlu memfokuskan pada apa yang tidak baik yang ada pada diri kita. Mohandas Gandhi berkata, "Tidak seorang pun tanpa salah, bahkan orang-orang yang paling rohani sekalipun. Mereka menjadi orang yang rohani bukan karena mereka tanpa salah, melainkan karena mereka menyadari kesalahan mereka, mereka berusaha melawannya, mereka tidak menyembunyikannya, dan senantiasa siap untuk memerbaikinya." (There is no one without faults, not even men of God. They are men of God not because they are faultless, but because they know their faults, they strive against them, they do not hide them and are ever ready to correct themselves.)

Dengan kata lain, kita memelihara karakter dengan cara terus memerhatikan kelemahan diri, dan bukan hanya dengan cara memerhatikan kekuatan kita. Sewaktu kita mengabaikan kelemahan diri, itulah saat di mana kita mulai lengah dan membuka diri terhadap kejatuhan. Kita memelihara karakter bukan saja dengan cara membangun karakter yang baik, tetapi juga dengan cara mengikis karakter yang tidak baik. Itu sebab kita tidak boleh mengabaikannya.

Pada umumnya kita tidak mau memerhatikan kelemahan diri sebab kita TIDAK SUKA melihat kelemahan diri kita. Kelemahan diri mengingatkan kita akan diri yang tidak kita sukai, akan masa dalam hidup ini di mana kita terpuruk, dan akan perlakuan orang terhadap kita yang tidak baik gara-gara kelemahan diri ini. Memang tidak menyenangkan mengingat kelemahan dan kegagalan, tetapi itu perlu. Melupakan kelemahan sama dengan menyambut kejatuhan. Firman Tuhan di 1 Korintus 10:12 mengingatkan, "Sebab itu siapa yang menyangka bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh."

Berkali-kali Tuhan Allah lewat hamba-Nya Musa mengingatkan Israel untuk tidak berdosa. Salah satu caranya adalah mengingatkan mereka akan kelemahan mereka dan akan masa di mana mereka jatuh berulang-kali ke dalam dosa. Pada akhirnya sebelum Musa meninggalkan mereka, sekali lagi Musa mengingatkan mereka akan masa kelam dan masa di mana mereka terpuruk, sebagaimana dicatat di Kitab Ulangan, salah satunya adalah Ulangan 9:7, "Ingatlah, janganlah lupa, bahwa engkau sudah membuat Tuhan Allahmu gusar di padang gurun, Sejak engkau keluar dari tanah Mesir sampai kamu tiba di tempat ini, kamu menentang Tuhan."

Tuhan ingin kita mengingat kelemahan kita bukan untuk membuat kita dirundung rasa bersalah dan terus terpuruk di dalam kubang kelemahan. Bukan ! Tuhan ingin kita mengingat kelemahan kita supaya terus berjaga-jaga dan tidak lengah. Tuhan tidak mau kita jatuh kembali; Ia terlalu sayang kepada kita untuk melihat kita jatuh ke dalam dosa. Ia tahu betapa dampak dosa merusak dalam kehidupan kita.

Terakhir, kita memelihara karakter dengan cara menjaganya dari pengaruh yang buruk. Firman Tuhan di 1 Korintus 15:33 mengingatkan, "Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik." Kata "kebiasaan" di sini dapat juga diterjemahkan "karakter." Jadi, ayat ini dapat pula diterjemahkan, "Pergaulan yang buruk merusakkan karakter yang baik." Saya kira kita semua dapat mengamini peringatan ini; betapa seringnya kita terpengaruh oleh pergaulan yang berakhlak tidak baik. Namun selain pergaulan, kita pun perlu mawas diri terhadap pengaruh pengalaman hidup. Adakalanya kita mesti mengalami sesuatu yang buruk, misalkan kita dipecat dari pekerjaan secara tidak adil. Jika tidak berhati-hati, pengalaman demi pengalaman tidak menyenangkan dapat menanamkan benih kepahitan dalam diri kita. Akhirnya kepahitan ini menguasai dan mewarnai pandangan kita terhadap hidup dan orang. Tadinya kita melihat orang sebagai orang yang layak dipercaya; sekarang tidak lagi. Kalau dulu kita mudah percaya, sekarang kita cepat mencurigai maksud baik orang. Bila dulu kita sigap menolong sesama, sekarang kita tidak mau menolong sama sekali. Jika dulu sabar dan pengampun, sekarang pemarah dan pendendam.

Kesimpulan :

Kita perlu memelihara karakter sebab karakter tidak tumbuh begitu saja dan tidak terus bertahan tanpa usaha untuk menjaganya. Kita mesti melindunginya dari pengaruh yang buruk dan kita pun harus menanam serta menumbuhkannya. Selain itu, kita tidak boleh lalai mengikis karakter yang buruk; kita tidak boleh lupa bahwa kita belum selesai. Tuhan masih terus membentuk dan mengasah kita. Jadi, mintalah kekuatan dan pertolongan Roh Kudus untuk terus mengubah dan menumbuhkan karakter kita agar terus menghasilkan buah Roh, sebagaimana dicatat di Galatia 5:22-23, "kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri."