Bagaimana Menghadapi Malapetaka

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T065A
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 

Malapetaka atau musibah atau kecelakaan dapat menimpa semua orang tak terkecuali orang Kristen. Akan tetapi di sini kita diajarkan bagaimana sebagai orang Kristen menyikapi hal itu. Dan bagaimana kita memposisikan Tuhan ketika kita menghadapi hal tersebut.

Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Ada 3 pandangan tentang bagaimana menghadapi malapetaka. Dan 3 pandangan ini belum tentu merupakan suatu pandangan yang tepat, justru adakalanya menurut saya pandangan-pandangan ini keliru.

  1. Yang pertama adalah orang beranggapan bahwa malapetaka merupakan suatu kebetulan. Kebetulan maksudnya adalah seolah-olah malapetaka ialah sesuatu yang terjadi karena melesetnya rencana atau kendali Tuhan dalam hidup kita.

  2. Yang kedua adalah kita berkata bahwa malapetaka itu merupakan suatu kemalangan. Artinya ialah, malapetaka merupakan bagian dari hukum alam di dalam kehidupan manusia sehingga kemalangan merupakan sesuatu yang harus terjadi dalam hidup kita. Penjelasan ini seolah-olah benar namun saya takut di belakang penjelasan ini sebetulnya tersirat suatu anggapan bahwa Tuhan itu berada di luar hukum alam.

  3. Yang ketiga, yang cukup populer di kalangan orang Kristen yakni adanya anggapan bahwa malapetaka merupakan hukuman Allah atas dosa kita.

Jadi ketiga penjelasan itu mempunyai suatu kelemahan, yakni kita mengeluarkan Tuhan dari permasalahan kita.

Sebagai orang Kristen kemalangan atau malapetaka itu harus kita hadapi dengan cara sebagai berikut:

  1. Kita harus siap untuk menggabungkan 2 atribut Tuhan yang tampaknya berseberangan atau tampaknya justru berkonflik. Yang pertama adalah atribut Tuhan yang kita sebut Maha Kuasa, Tuhan adalah Maha Kuasa itu berarti tidak ada 1 hal pun yang terjadi di luar kendali Tuhan, di dalam kuasa Tuhanlah semua itu terjadi. Yang kedua atribut Tuhan yang kita kenal Maha Pengasih, sebagai Tuhan yang Maha Pengasih Dia mencintai kita dengan sangat-sangat besar. Kesimpulannya, waktu kita menghadapi malapetaka tidak bisa tidak, kita tetap harus berkata, betapa pun itu pahit dan menyakitkan kita, itu terjadi dalam rencana dan kehendak Tuhan.

  2. Prinsip yang kedua ialah kita harus meyakini bahwa kita tidak mempunyai jawaban. Dengan kata lain waktu kita berkata cawan pahit ini datangnya dari Tuhan tidak berarti kita sudah menemukan jawaban yang spesifik.

  3. Yang ketiga adalah jangan sampai kita mendistorsi persepsi sendiri dengan mengatakan cawan yang pahit ini adalah cawan yang manis. Misalnya kita ditabrak atau kita dirampok jangan berkata puji Tuhan saya dirampok. Dirampok tetap dirampok itu berarti pengalaman pahit. Artinya, akui ini pengalaman memang menyakitkan kita, tapi tetap ingat satu hal meskipun cawannya pahit tapi tangan yang menghantarkan cawan itu kepada kita adalah tangan yang penuh kasih.

Yohanes 18:11, "Sarungkan pedangmu itu, bukankah Aku harus minum cawan yang diberikan Bapa kepadaKu."

Saya mau menggarisbawahi kata diberikan Bapa, sepahit apapun malapetaka itu terimalah dan percayalah bahwa itu diberikan oleh Bapa kita sendiri. Bapa yang penuh kasih, yang menyerahkan putra tunggalNya disalibkan demi kasihNya kepada kita. Terus pandang tangan yang menghantarkan cawan yang pahit itu dan terimalah. Jangan kita mengangkat pedang mau memberontak atau jangan kita mengangkat kaki melarikan diri atau mengelak, namun terimalah. Waktu kita menerima kita akan lebih mengenal Tuhan dan dikuatkan oleh Tuhan sendiri.