Pubertas II: Mitos atau Realitas?

Versi printer-friendly
Juni

Berita Telaga Edisi No. 82 /Tahun VII/ Juni 2011


Diterbitkan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Sekretariat: Jl.Cimanuk 56 Malang 65122 Telp.: 0341-408579, Fax.:0341-493645 Email: telagaindo.net.id Website: http://www.telaga.org Pelaksana: Melany N.T., Dewi K. Megawati Bank Account: BCA Cab. Malang No. 011.1658225 a.n. Melany E. Simon



Begitu banyak masalah pernikahan yang terjadi dalam kurun usia tertentu, tepatnya usia 40-60. Pada umumnya kita mengaitkan gejala itu dengan pubertas II. Pertanyaannya adalah, apakah ada pubertas II dan jika ada, apakah yang dapat kita lakukan untuk mencegah terjadinya masalah dalam pernikahan?

Fakta

  • Sesungguhnya masalah yang dikaitkan dengan pubertas adalah masalah-masalah perubahan akibat perkem-bangan fisik. Masa remaja adalah masa pubertas yang sarat dengan perubahan fisik yang menyebabkan munculnya perubahan cara berpikir, keterampilan menjalin relasi dan pengelolaan emosi. Dalam pengertian ini, kita dapat menyandingkan pengalaman usia paro-baya dengan usia remaja di mana pada usia paro-baya terjadi banyak perubahan fisik pula. Perbedaannya adalah, perubahan fisik pada usia paro-baya ditandai dengan penyusutan kapasitas sedangkan pada masa remaja, karakter utama perubahan fisik adalah penambahan kapasitas.

  • Perubahan fisik pada usia paro-baya memunculkan pembatasan aktivitas fisik. Ada yang dapat menerimanya namun ada pula yang tidak dapat menerimanya. Perilaku kita yang tidak dapat meneri-manya ditandai dengan bertambahnya upaya untuk melestarikan usia muda, misalnya meningkatkan frekuensi berolah raga, memperhatikan berat tubuh, mengurangi kerut wajah dan sebagainya. Kerap kali perilaku inilah yang dikaitkan dengan perilaku "genit" dan pubertas II padahal motif utama di sini adalah memperlambat proses penuaan.

  • Namun, apakah ada yang bertambah genit dalam artian yang sesungguhnya sebagai akibat proses penuaan ini? Jawabnya ialah, ada. Jika kita tidak dapat menerima proses penuaan ini, mungkin saja kita lari kepada faktor daya pikat terhadap lawan jenis. Kita ter-perangkap ke dalam perilaku menguji "kesaktian": Apakah lawan jenis masih tertarik kepada kita? Dalam pengertian ini, memang ada kesamaan antara masa remaja dan masa paro-baya di mana di kedua kurun ini ada kebutuhan untuk mendapatkan peneguhan identitas diri.

  • Bertambah rawannya usia paro-baya terhadap godaan selingkuh juga disebabkan oleh bertambah mapannya kita secara sosial dan ekonomi. Kemapanan ini menambah daya tarik sebab cukup banyak lawan jenis dari usia yang lebih muda yang mendambakan kemapanan sosial dan ekonomi.

  • Bertambahnya godaan selingkuh juga ditimbulkan oleh bertambah matangnya emosi dan proses berpikir kita. Pada umumnya di usia paro-baya kita telah mencapai kematangan yang membuat kita lebih bijak dan stabil dalam menghadapi hidup. Ini adalah daya tarik bagi sebagian lawan jenis dari usia yang lebih muda. Mereka merindukan ketenteraman dan kita menawarkan ketenteraman.

  • Perubahan pada usia paro-baya dapat pula terjadi kebalikannya, yakni pada usia ini bukan kemapanan yang kita cicipi melainkan kejatuhan. Biasanya ini disebabkan oleh PHK atau kebangkrutan dan sudah tentu dampaknya dapat berbeda pula. Di tengah proses penuaan dan penyusutan kapasitas fisik, kejatuhan ekonomi membawa perubahan sosial yang besar. Tiba-tiba kita kehilangan lingkup perkawanan, baik karena perubahan lingkup kerja atau karena inisiatif pribadi untuk menarik diri.

  • Selain menarik diri, ada pula orang yang melarikan diri ke hal-hal negatif dan salah satunya adalah penerimaan lawan jenis dan kepuasan seksual sesaat. Di saat krisis, kelemahan purbakala cenderung muncul kembali dan daya tahan untuk mengatasi godaan cenderung menurun.

  • Godaan untuk selingkuh bertambah besar pada usia paro baya karena faktor kebosanan dan perbedaan biologis antara pria dan wanita. Pada usia paro-baya, aktivitas seksual mulai kehilangan kesegarannya dan tanpa kasih serta komitmen yang kuat, perubahan ini membuka peluang masuknya godaan. Juga ada masalah perubahan biologis yang dialami wanita akibat proses menopause sehingga tidak jarang gairah seksual berkurang dan kenikmatan seksual terganggu akibat rasa sakit. Tidak jarang pada masa ini pria tergoda mencari wanita lain untuk memenuhi kebutuhan seksualnya dan wanita menerima uluran tangan pria lain karena kesepian dan haus kasih sayang serta perhatian.

  • Godaan untuk selingkuh juga bertambah seiring dengan mengendornya ikatan keluarga—anak menginjak akil balig dan orang tua telah berusia tua atau meninggal. Perubahan ini menciptakan kebebasan dan jika tidak hati-hati, rasa pertanggungjawaban akan merosot pula.

Kesimpulan

  • Setiap perubahan menuntut penyesuaian, tidak terkecuali perubahan pada masa paro-baya. Penyesuaian menuntut kerendahan hati dan kesabaran. Tanpa kerendahan hati kita tidak akan bersedia menyesuaikan diri dan tanpa kesabaran, kita hanya menuntut orang lain untuk menyesuaikan diri dengan kita.

  • Setiap perubahan memunculkan krisis, baik dalam kadar yang kecil atau besar. Setiap krisis harus dilalui dengan ketabahan dan kerja sama. Krisis menimbulkan rasa sakit dan tidak berdaya, namun di saat ini kita mesti tabah alias bertahan dalam suasana yang tidak nyaman. Di masa krisis kita pun cenderung menyalahkan orang lain sedangkan yang sebenarnya diperlukan adalah kerja sama.

Firman Tuhan: "Aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan. Aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan. . . . Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." Filipi 4:11-13

Oleh : Pdt. Dr. Paul Gunadi

Catatan : Audio dan transkrip bisa didapat melalui situs Telaga dengan kode T178



Doakanlah

  1. Bersyukur untuk sumbangan yang diterima dari NN di Malang sebesar Rp 2.500.000,-.

  2. Bersyukur ada 2 judul booklet yang telah diterbitkan oleh Literatur SAAT, yaitu "Pornografi dan Bahayanya" dan "Anak Adopsi dan Permasalahannya". Doakan untuk pemasarannya.

  3. Bersyukur Sdri. Betty sudah selesai dengan ujian yang harus ditempuhnya, doakan agar berhasil dengan baik. Doakan juga untuk keikutsertaannya dalam "Cross culture Psychology Conference" yang diadakan di Istambul akhir Juni s.d. awal Juli 2011. Mudah-mudahan hal ini menjadi sarana membangun net-working di Eropa.

  4. Bersyukur ada 2 radio di Kediri yang sempat dikunjungi oleh Bp. Jusuf dan Ibu Melany pada tgl. 28 Juni, yaitu radio Syalom FM dan Surya Sejahtera FM. Pada umumnya program Telaga cukup digemari oleh para pendengar.

  5. Doakan agar ada tambahan radio yang mau bekerjasama menyiarkan program Telaga.

  6. Doakan untuk rencana menyebar-luaskan DVD Telaga, saat ini masih sedang ditanyakan kepada YLSA yang membantu menyiapkan DVD tersebut.

  7. Bersyukur untuk penerimaan dana dari donatur tetap dalam bulan ini, yaitu dari :
    001 – Rp 100.000,-
    003 – Rp 1.000.000,- untuk 5 bulan
    011 – Rp 300.000,- untuk 2 bulan



Telaga Menjawab

Tanya?

Saya anak pertama dari 3 bersaudara dan semua perempuan. Saya memunyai Mama (78 tahun) berperangai aneh, tidak tulus, diktator terhadap ayah (alm), anak dan pembantu, tidak punya teman, malas, sombong, suka menghina, dll. Setiap hari tinggal dengan pembantu, yang menerima gaji cukup besar hanya merawat mama saja. Setiap hari makanan selalu saya kirimi.

Apa yang harus saya lakukan karena suami menolak Mama untuk tinggal bersama saya, demikian juga adik-adik tidak mau menampung Mama karena perangainya itu.

Mama saya pergi ke gereja tapi semua firman atau khotbah tidak pernah masuk dalam hatinya, semasa mudanya senang pergi ke dukun. Kalau berbicara dengan Mama tidak bisa bertahan lama karena sedikit agak lama berbicara dengan Mama pasti akan memicu pertengkaran.

Dalam hal keuangan, berat bagi saya kalau harus membayar makelar untuk mencarikan pembantu setiap 2 bulan sebab pembantu sering keluar karena bertengkar dengan Mama.

Menghadapi masalah ini lambung saya sakit karena memikirkan Mama, makelar, pembantu, tetangga yang tidak suka dan masalah mengurus anak dan suami.

Selain berdoa, langkah KONKRIT apa yang harus saya lakukan?

Jawab

Tampaknya ibu sudah terlalu lelah memikirkan sang Mama. Mungkin juga perasaan marah pada sang Mama dan ingin untuk berhenti dari tanggung jawab yang berat. Ibu mungkin ingin berkata, "sudah cukup" tapi tidak mampu, karena merasa tidak tega, merasa bersalah, takut dan sebagainya.

Di dalam diri ibu sendiri masih ada kebimbangan apakah akan terus melakukan apa yang saat ini dilakukan atau berkata "cukup" dan "berhenti". Masalah mencari pembantu, membayar gajinya, mengurus makan dan sebagainya cukup berat untuk ibu. Tinggal bersama juga berat dan saudara-saudara menolak untuk menerima Mama. Satu-satunya orang yang mengatakan "ya" adalah ibu. Ibu berusaha untuk menjadi anak yang baik, namun sang Mama malah makin membuat ibu merasa frustrasi dengan kata-kata Mama yang menyakitkan hati Ibu.

Ibu sebenarnya sudah memilih suatu cara untuk merawat Mama, yaitu mengijinkan Mama tinggal sendiri dengan pembantu dan ibu mengirimkan makanan setiap hari. Namun untuk menjalankan keputusan ini ternyata tidak mudah. Ada banyak kendala dan rasanya berat, karena konsekuensi dari keputusan ini berhubungan dengan beban keuangan dan beban perasaan menghadapi sakit hati para pembantu yang keluar dan sebagainya.

Jadi, apakah ibu memilih mengambil tanggung jawab atau tidak, akan tetap memunculkan rasa sakit dalam hati ibu. Setiap keputusan ada konsekuensi yang berat. Yang dapat ibu lakukan adalah membuat rencana dan strategi agar dampak dari keputusan tersebut dapat dijalani, paling tidak meskipun berat tetap ada kekuatan untuk menjalaninya.

Misalnya ibu terus menjalankan keputusan yang sekarang (Mama tinggal di rumahnya sendiri, diberi pembantu dan dikirimi makanan), maka lakukan beberapa rencana untuk memperingan konsekuensi yang timbul dari keputusan ini :

  1. Masalah dana : coba minta kesediaan saudara-saudara untuk dapat ikut mendukung dana secara rutin.

  2. Lelah berurusan dengan makelar : pikirkan apakah ada orang lain yang dapat dipercaya untuk mengurus ini, apakah saudara atau tante, atau siapa pun yang dapat dipercaya, agar beban ibu berkurang. Atau dilakukan secara bergantian. Kalau ibu bersedia melakukannya, lakukanlah dengan hati yang rela dan bersukacita.

  3. Masalah makanan : kalau ibu lelah memasak sendiri, sesekali meminta bantuan orang lain untuk memasakkan entah itu memesan dari orang lain, atau membeli makanan.

  4. Tenaga, pikiran, fisik dan perasaan ibu terbatas. Artinya hal ini juga membutuhkan perhatian. Ibu perlu sesekali lepas dari sang ibu, melakukan hal-hal yang menyenangkan untuk sejenak melepaskan diri dari tekanan karena memikirkan Mama. Sebaiknya suami adalah tempat berbagi dan sahabat pendukung dalam menanggung beban kehidupan. Lakukan sesuatu yang menyenangkan bersama suami dan anak-anak secara rutin (misalnya setiap Sabtu, setiap hari libur, dsb)

Selain itu ada beberapa hal yang perlu ibu perhatikan :

  1. Ampuni diri ibu sendiri jika memang ibu tidak menyenangkan Mama. Percayalah bahwa ibu juga memiliki ketidak-mampuan untuk selalu menyenangkan hati Mama.

  2. Ampuni Mama dan terima apa adanya. Pikirkan strategi dan cara bagaimana menghadapi karakter Mama yang sulit. Diskusikan dengan suami, adik-adik atau sahabat yang mengenal Mama dengan baik. Atau diskusikan dengan konselor, karena konseling lewat surat sangatlah terbatas.



Judul Baru

T319 Keagungan Sang Pencipta
       Tujuan Hidup

T320 Memimpin adalah Mengarahkan
       Memimpin adalah Memecahkan Masalah

T321 Menolong adalah Mengingatkan (I)
       Menolong adalah Mengingatkan (II)

T322 Iri Terhadap Saudara Sendiri
       Tidak Mau Mengalah

T323 Proses Berpacaran (I)
       Proses Berpacaran (II)

T324 Rayakan Kesetiaan (I)
       Rayakan Kesetiaan (II)

T325 Komunikasi dalam Keluarga
       Latar Belakang Keluarga dan Karunia

T326 Kebahagiaan Keluarga dan Murah Hati
       Kebahagiaan Keluarga & Mengampuni