Orangtua Baru dan Tantangannya

Versi printer-friendly
Juli

Berita Telaga Edisi No. 152 /Tahun XIII/Juli 2017


Diterbitkan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Sekretariat: Jl.Cimanuk 56 Malang 65122 Telp.: 0341-408579, Fax.:0341-493645 Email: telagatelaga.org Website: http://www.telaga.org Pelaksana: Melany N.T., Rr. Fradiani Eka Y. Bank Account: BCA Cab. Malang No. 011.1658225 a.n. Melany E. Simon





ORANGTUA BARU DAN TANTANGANNYA


Menjadi orangtua untuk pertama kalinya adalah suatu pengalaman yang tak terlupakan. Rasa senang bercampur takut biasanya muncul menyambut kelahiran anak pertama. Kita senang karena diberikan hadiah tak ternilai dari Tuhan tetapi kita pun takut karena kita tidak tahu apakah kita akan sanggup menjadi orangtua yang baik bagi anak kita. Berikut akan dipaparkan beberapa tantangan yang mesti dihadapi orangtua baru dan bagaimana cara menanganinya.

TANTANGAN FISIK MENJAGA DAN MERAWAT ANAK.
Pada dasarnya satu hal yang mesti kita ketahui adalah merawat dan menjaga anak kecil adalah tugas yang berat secara fisik. Di samping berkurangnya waktu istirahat, ada sejumlah tugas lain yang mesti dilakukan untuk menjaga anak. Dan, semuanya menguras tenaga. Itu sebabnya perlu hikmat untuk mengatur waktu dan kesediaan untuk saling tolong. Godaan terbesar adalah menyerahkan seluruh tanggung jawab membesarkan anak kepada inang pengasuh. Mungkin ada yang harus kembali bekerja sehingga tidak bisa berada di rumah untuk merawat anak. Atau, mungkin ada yang mengalami stres berat gara-gara merawat anak. Sudah tentu semua ini patut dipertimbangkan. Hidup tidak ideal, jadi, kadang kita mesti mengambil keputusan yang praktis. Sungguhpun demikian, sedapatnya terlibatlah dalam hal pengurusan anak. Berilah waktu untuk menggendong dan memberikannya makan. Bercakap-cakaplah dan bersenandunglah seraya memeluk dan membelainya. Semua sentuhan dan suara akan ditangkap anak dan disimpan di dalam kalbu sebagai sentuhan dan suara yang dikenalnya. Pada akhirnya lewat sentuhan dan suara inilah tali kasih antara anak-orangtua terjalin.

TANTANGAN MEMELIHARA RELASI SUAMI-ISTRI YANG SEHAT.
Kehadiran anak menyita bukan saja waktu dan tenaga, tetapi juga minat dan perhatian. Dengan terkurasnya waktu dan tenaga, keinginan untuk mengerjakan aktivitas yang biasa kita kerjakan untuk dan dengan pasangan juga berkurang. Akhirnya dengan berjalannya waktu, perhatian terhadap relasi pernikahan surut. Sudah tentu di sini dibutuhkan pengertian dan kerelaan untuk mengorbankan kepentingan pribadi. Kita harus memahami bahwa anak kecil membutuhkan perhatian yang besar dan mau tidak mau, siap tidak siap, kita harus menyediakannya. Namun, sedapatnya berbagilah waktu dengan pasangan walau kualitas dan kuantitas tidak lagi sama. Bila dulu dapat pergi ke luar seminggu sekali, mungkin sekarang hanya dapat dilakukan sebulan sekali. Jika dulu hubungan badan dapat dilakukan seminggu dua kali, mungkin sekarang hanya dapat dilakukan dua minggu sekali. Itu pun dilakukan tidak dengan intensitas kenikmatan yang sama. Meskipun demikian, melakukannya tetap lebih baik daripada tidak melakukannya sama sekali.

TANTANGAN PENYESUAIAN CARA MEMBESARKAN DAN MENDISIPLIN ANAK.
Kita dibesarkan dalam keluarga berbeda dan dengan cara berbeda. Tidak bisa tidak, itu akan kita bawa ke dalam keluarga baru ini; tidak jarang perselisihan pun terjadi. Tidak apa, terpenting adalah kita membicarakannya. Secara khusus ada satu area di mana kita sering berselisih paham yaitu dalam hal kemandirian anak. Sebagai contoh, kita berpendapat kita tidak lagi harus menyuapi anak tetapi pasangan tidak setuju. Ia ingin terus menyuapi anak. Mungkin pertimbangannya adalah anak belum sanggup makan sendiri sedang kita beranggapan bahwa anak sudah siap makan sendiri. Atau, pertimbangan lainnya adalah anak perlu makan cukup; kalau tidak disuapi, ia tidak makan cukup. Pertimbangan lainnya adalah soal waktu; menyuapi anak akan mempercepat waktu makan dan itu akan menolongnya mengerjakan tugas rumah tangga lainnya. Sebagaimana dapat kita lihat, tidak mudah menyesuaikan cara membesarkan anak karena pendapat dan kepentingan kita juga berbeda. Nah, masalah akan bertambah kompleks sewaktu anak bertambah usia dan kita mulai harus mendisiplinnya. Kita dapat berbeda pendapat mulai dari soal apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan oleh anak sampai pada hukuman apakah yang tepat buat anak. Kunci penyelesaiannya adalah mendengar satu sama lain. Kita perlu mengutarakan pendapat dan alasan mengapa kita berpendapat demikian dan berusaha mengerti pasangan. Selain itu kita pun harus melihat dampak disiplin pada diri anak. Bila anak bertambah tertekan atau malah bertambah memberontak, mungkin kita mesti mengkaji ulang cara pendisiplinan yang selama ini kita gunakan. Singkat kata, pada masa ini kita perlu mencoba dan belajar dari kesalahan. Tidak ada jalan lain. Jika kita tekun menyuarakan dan menyelaraskan pendapat, pada akhirnya kita akan mulai memandang masalah dari sudut yang sama. Sebaliknya, bila kita sukar diajak kerja sama dan tidak bersedia menerima masukan, akhirnya relasi mulai mengalami keretakan. Pasangan pun menyimpan amarah melihat cara kita membesarkan dan mendisiplin anak.

BERKAITAN DENGAN BAGAIMANAKAH KITA MENGASIHI ANAK.
Sekali lagi, kita dibesarkan dalam keluarga berbeda dan mengalami kasih secara berbeda pula. Itu sebab cara kita mengungkapkan kasih kepada anak juga tidak sama. Sebagai contoh, buat kita, apa yang kita lakukan adalah mengasihi; buat pasangan, apa yang kita lakukan adalah memanjakan. Atau, buat kita apa yang kita lakukan adalah mendewasakan; buat pasangan, apa yang kita lakukan adalah kejam alias tidak mengasihi anak. Kita tidak setuju membelikan mainan, pasangan ingin membelikan mainan. Kita tidak setuju menyediakan banyak barang perlengkapan bayi, pasangan menganggap itu keharusan. TIdak bisa tidak, pada tahap ini perteng-karan mudah ter-jadi. Belum lagi jika kita melibatkan orangtua. Sebagai kakek dan nenek, pastilah mereka senang menyambut kehadiran cucu dan ingin berbagi kasih dengannya pula. Nah, ini dapat menimbulkan masalah bila kita tidak setuju dengan cara mereka menyatakan kasih kepada anak kita. Sebagaimana dapat kita lihat, masa ini masa indah tetapi masa ini dapat pula menjadi masa buruk. Relasi pernikahan kita akan menerima ujiannya dan lulus atau tidaknya kita akan berakibat panjang. Tidak heran ada orangtua yang akhirnya tidak mau tahu atau tidak mau terlibat dalam proses membesarkan anak karena tidak mau terus bertengkar dengan pasangan. Pada tahap ini sebagai orangtua baru, kita perlu duduk dan berbicara baik-baik. Kuncinya adalah bersedia untuk menyesuaikan. Jika tetap tidak menemukan jalan keluar, bicaralah dengan seorang konselor yang dapat menolong kita.

Nasihat Firman Tuhan Amsal 22:6 berkata, "Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu." Dari Firman Tuhan ini dapat kita simpulkan bahwa apa yang kita lakukan pada anak pada masa kecilnya, berdampak panjang. Jika kita mendidiknya dengan baik dan benar, maka setelah besar ia akan membawa dan mempraktekkan apa yang diterimanya. Tugas menjadi orangtua adalah berat, apalagi bagi orangtua baru. Kita mungkin takut salah dan takut merugikan anak. Tetapi ingatlah bahwa Tuhan tidak meninggalkan kita sendirian membesarkan anak. Ia ada di dalam keluarga kita pula asalkan kita mengundangnya masuk. Ia akan menuntun kita lewat Firman-Nya dan Ia akan terlibat di dalam hati, baik hati kita maupun hati anak. Mazmur 18:31 berkata, "Adapun Allah jalan-Nya sempurna; janji Tuhan adalah murni; Dia menjadi perisai bagi semua orang yang berlindung pada-Nya." Tuhan akan menunjukkan jalan-Nya kepada kita dan Ia akan menjadi perisai bagi keluarga kita.

Oleh : Pdt. Dr. Paul Gunadi
Audio dan transkrip secara lengkap bisa didapatkan melalui situs www.telaga.org dengan kode T493 A.

TELAGA MENJAWAB

TANYA

Shalom,

Saya seorang wanita yang memiliki anak berusia 4 tahun. Dulu suami saya seorang guru dan saya karyawan swasta. Pada waktu anak kami lahir, terpaksa kami titipkan anak kami pada ibu kandung saya. Pagi hari saya antar ke rumah neneknya, sore saya jemput pulang. Kebiasaan ini berlangsung hampir 3 tahun.

Masalahnya, kami melihat bayi kami ini memiliki perilaku yang kurang baik. Kalau disapa atau didekati orang lain, dia akan marah, menangis, bahkan memukul atau melemparkan benda yang dipegangnya. Apakah ini pengaruh dari neneknya yang tidak pernah mengijinkan orang lan kecuali keluarga untuk menggendong atau bermain dengan bayi kami karena kuatir disakiti? Beliau memang sangat memanjakan anak kami sampai-sampai tidak berani menolak keinginannya. Lebih parahnya lagi, waktu kami menjemput anak, ibu saya ini dengan kasar mengusir-usir kami. Apakah sikap ini wajar?

Beberapa bulan ini suami saya menjadi pengangguran. Dengan demikian suami punya banyak waktu untuk mengasuh anak, sementara saya bekerja. Suami mengatakan bahwa mendidik anak adalah tugas orangtua dan dia mau meluangkan waktunya untuk itu. Setelah beberapa bulan menghabiskan lebih banyak waktu bersama ayah daripada dengan nenek, anak saya jadi lebih terbuka dan ramah pada orang lain. Sayangnya, kami diteror dengan sikap Ibu saya. Ibu menuduh suami saya memperlakukan anak kami dengan tidak baik sampai jadi kurus, menuduh suami memukuli anak kami., dan lain-lain yang tidak mengenakkan. Mengapa Ibu saya seperti ini?


JAWAB

Shalom,

Kami dapat memahami permasalahan yang Ibu hadapi, yaitu anak ibu yang pernah dititipkan kepada neneknya waktu ibu dan suami bekerja dan sekarang neneknya merasa "kurang terima" karena cucunya tidak lagi dititipkan pada beliau.

Sebenarnya apa yang dinyatakan oleh suami Ibu itu benar, pendidikan anak adalah tugas dari orangtuanya, dalam hal ini tugas suami dan Ibu sendiri. Jadi, Ibu patut bersyukur bahwa sementara suami belum mendapat pekerjaan baru ia bersedia mengasuh anaknya dan tingkah laku anak ibu menjadi lebih baik setelah diasuh ayahnya di rumah.

Menghadapi orangtua yang "kurang mau mengerti" sebaiknya Ibu dan suami tidak terlalu mempermasalahkan hal itu namun perlu dipertahankan agar Ibu dan suami tetap menghormati orangtua, sekalipun saat ini orangtua belum bisa menerima kenyataan bahwa cucunya adalah kewajiban ayah dan ibunya untuk mendidiknya. Disamping itu, Ibu bersama suami sebaiknya membawa permasalahan ini dalam doa, supaya Tuhan sendiri yang bekerja dalah hati dan pikiran orangtua sehingga pada akhirnya diharapkan orangtua bisa mengerti dan Ibu sendiri diberi hikmat dan bijaksana untuk bisa bertahan menghadapi sikap dan kata-kata orangtua yang kadang menyinggung perasaan.

Kami tahu ini tidak mudah tapi percayalah pada pertolongan Tuhan, Ibu pasti dimampukan mengatasi ma

salah ini. Tuhan memberkati Ibu dan keluarga.

Salam : Tim Pengasuh Program TELAGA

MENGENAL LEBIH DEKAT

RADIO VOZ 89.5 FM Dili, Timor Leste

Radio Voz berdiri pada tanggal 16 Nopember 2003. Radio ini didirikan oleh misionaris dari Brasil yang pada saat itu didukung oleh CV (Christian Vision). Radio Voz adalah media Kristen pertama di Dili.. Dengan berjalannya waktu, para misionari dari Brasil kembali ke negara mereka dan kini Radio Voz sudah dikendalikan oleh warga Timor Leste khusus penyiar. Sumber dana operasional berasal dari UCB (United Christian Broadcast) dan iklan. Banyak pihak sudah mengenal Radio ini mulai dari Pemerintah dan lembaga-lembaga yang ada di Timor Leste karena Radio ini tampil beda dengan nuansa program yang berbeda pula.

Banyak mujizat terjadi di program-program khususnya yang disiarkan malam hari. Penyiar mendoakan pendengar yang menelepon langsung maupun pendengar yang mengirim SMS. Sejak 15 Juli 2017 Program Telaga disiarkan oleh Radio VOZ 89.5 FM setiap hari Sabtu dan Minggu pukul 23.00 WTL. Semoga Program Telaga bisa berdampak positif bagi para pendengarnya. Amin.

DOAKANLAH:

  1. Bersyukur buku Telaga-4 yang berjudul "Transformasi Karakter" telah terbit pada pertengahan bulan Juli ini, doakan agar buku ini diminati oleh orang-orang yang memerlukannya.
  2. Bersyukur berkat pertolongan Bp. Rocky Manuputty dari Sending WEC Indonesia yang telah membawa 2 DVD untuk radio VOZ FM di Dili, Timor Leste, akhirnya program Telaga bisa disiarkan di Timor Leste mulai pertengahan bulan Juli 2017. Ini merupakan tambahan radio yang pertama di tahun 2017.
  3. Bersyukur Sdr. Jethro Elia telah berhasil mengunggah 2 video berjudul "Orangtua Baru dan Tantangannya" dan "Menyiapkan Anak Berpacaran" di Youtube Telaga namun tetap kita doakan untuk koneksi internet agar bisa stabil sehingga semua file video bisa diunggah.
  4. Dalam tahun 2017 baru diadakan 2x rekaman bersama Ev. Sindunata Kurniawan sebagai narasumber. Doakan untuk rekaman lanjutan dalam bulan Agustus dan September 2017 dengan Ibu Yosie atau Ibu Mega sebagai penanya.
  5. Untuk mewujudkan kerjasama dengan radio Dian Mandiri FM di Ambon, dalam waktu dekat akan dikirimkan CD-MP3 dengan harapan bisa diketahui kapan program Telaga akan mulai disiarkan. Tetap doakan untuk rencana kerjasama ini.
  6. Bersyukur Sdri. Betty T.S. telah mengikuti konperensi regional Eropa IACCP (International Association of Cross Cultural Psychology) di Warsawa, Polandia dimana ada kesempatan untuk mempresentasikan penelitiannya. Doakan agar akhir tahun ini dapat menyelesaikan penulisan disertasi Ph.D. untuk ujian pada pertengahan tahun 2018. Doakan juga untuk rencana memulai pusat konseling di Den Haag awal tahun 2018.
  7. Tidak terasa sudah hampir setahun, Telaga membuat rekaman video yang kemudian dilengkapi dengan fragmen karena itu doakan untuk rencana mengadakan evaluasi dalam bulan Agustus 2017.
  8. Bersyukur untuk donasi yang diterima dalam bulan ini dari donatur tetap, yaitu dari :
    006 – Rp 100.000,-
    011 – Rp 150.000,-
    015 – Rp 2.000.000,- untuk 4 bulan
BUKU BARU
Telaga-4
TRANSFORMASI KARAKTER
Harga @ Rp. 48.500,-/eksemplar
Pemesanan
Sekretariat LBKK
Jl. Cimanuk 56 Malang
Telp (0341) 408579
Email: telaga@telaga.org