Selamat dari Salah Pilih Jurusan ( I )

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T530A
Nara Sumber: 
Ev. Sindunata Kurniawan, M.K.
Abstrak: 
Dengan menanamkan pengertian kesuksesan dari perspektif kekekalan, maka anak akan menjalani kehidupan mereka sesuai dengan tujuan hidup dan panggilan khusus dari Tuhan. Sebab kehidupan yang dijalani di dunia ini pada akhirnya akan dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan.
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Latar Belakang

Masih cukup mudah menemui pelajar SMA yang masih gamang dalam menentukan pilihan sehabis SMA mau ke mana. Sebagian karena siswa itu sendiri kurang mengenal diri, sebagian karena orangtua memaksakan diri. Jika ini dibiarkan, bisa berakibat fatal. Putus kuliah di tengah jalan, ganti jurusan atau tetap menyelesaikan kuliah namun bekerja di bidang yang berbeda. Atau mungkin tetap bekerja sesuai ijazah sarjananya namun tak menikmati pekerjaannya.

Kemungkinan orang tua bisa memaksakan diri karena batasan orang tua tentang apa itu sukses dan cara untuk mencapainya. Tantangannya ketika orang tua sudah membuat definisi dan batasan sempit terhadap sukses anak. Sukses itu harus berpenghasilan besar dan mapan. Dan sukses itu hanya dicapai lewat melanjutkan profesi ataupun bisnis orangtua. Jika orang tua dokter, anak harus jadi dokter. Jika orang tua pengacara, anak harus jadi pengacara. Jika pilihan orang tua dipaksakan, lebih cenderung anak tersebut di masa ke depan akan juga memilih pekerjaan yang berbeda dengan pilihan orang tua ataupun ketika bertahan dengan pilihan orang tua, sang anak akan lebih mudah merasakan kekosongan, kegelisahan dan kebimbangan dalam hidupnya. Mungkin orang tua berkelit dan berargumentasi: "Apa sanggup nantinya jika anak memilih jurusan dan profesi yang diminati, sang anak bisa beli mobil, bisa beli rumah di tengah harga yang makin mahal dan tak terjangkau? Saya jawab, tetap ada kemungkinan. Firman Tuhan mengatakan: Amsal 10:4 "Tangan yang lamban membuat miskin, tetapi tangan orang rajin menjadikan kaya". Amsal 10:22, "Berkat Tuhanlah yang menjadikan kaya, susah payah tidak akan menambahinya".

Ketika seseorang mengerjakan pekerjaannya dengan sepenuh hati, rajin dan kreatif, Tuhan bisa membuka saluran-saluran berkat-Nya sekalipun pilihan karier anak kita terkesan madesu?masa depan suram. Maka satu hal mendasar yang perlu dihayati orang tua itu sendiri dan ditanamkan orang tua pada anaknya sejak usia dini adalah perspektif kekekalan.

Perspektif Kekekalan

Hidup bukan sekadar soal kesementaraan di dunia. Bahwa setelah kematian fisik ada kekekalan yang dimasuki: apakah di surga atau di neraka. Maka, tak heran, Tuhan Yesus dalam Matius 16:26 mengatakan "Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?" Hidup juga bukan sekadar masuk surga. Firman Tuhan mengingatkan agar setiap kita yang telah menerima anugerah keselamatan dipanggil untuk menabur kekekalan dalam kesementaraan hidup di dunia. Bagi yang setia sampai garis akhir dan mengakhiri pertandingan iman dengan baik akan dikaruniai mahkota kebenaran (2 Timotius 4:8 Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan, Hakim yang adil, pada akhir-Nya, tetapi bukan hanya kepadaku, melainkan juga kepada semua orang yang merindukan kedatangan-Nya.)

Maka, hidup adalah karunia dan kesempatan dari Tuhan yang perlu dipertanggungjawabkan di akhir hidup di hadapan Tuhan. Maka, awalilah dengan Tuhan, tujukan untuk kemuliaan Tuhan, dan jalani bersama Tuhan. Termasuk di dalamnya orang tua perlu menyadari bahwa anak adalah pemberian Tuhan dan milik Tuhan yang orangtua perlu pertanggungjawabkan di Pengadilan Akhir kelak: apakah anak telah diasuh serta dididik menurut cara Tuhan serta untuk tujuan Tuhan? ( Lihat Matius 25:21 Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.)

Bahwa setiap anak telah diberi tujuan dan panggilan khusus oleh Tuhan. Bahwa untuk itu setiap anak ditanam dan dimodali oleh Tuhan hal-hal yang positif dan unik untuk panggilan hidup yang unik pula bagi kemuliaan Allah.

Salah satu cara mengenali keunikan anak dan panggilan khususnya yakni lewat lensa kecerdasan majemuk. Ada sembilan kecerdasan majemuk yaitu :

  1. Cerdas Logis Matematis,
  2. Cerdas Bahasa,
  3. Cerdas Musik,
  4. Cerdas Sosial,
  5. Cerdas Diri,
  6. Cerdas Tubuh,
  7. Cerdas Ruang,
  8. Cerdas Alam dan
  9. Cerdas Eksistensial.

Filosofinya: setiap anak dan setiap manusia itu cerdas. Pertanyaannya bukanlah seberapa cerdaskah kamu, melainkan seberapa banyak kecerdasan yang kamu miliki.

Orang tua perlu deteksi dini minat dan kecerdasan anak. Fasilitasi, ikutkan sanggar atau kursus, dampingi belajar dan pantau lewat masukan dan umpan balik guru serta orang-orang sekitar anak kita. Termasuk lewat kegiatan ekskul (ekstra kurikuler) sekolah.

Dalam perspektif kekekalan, muncullah etos hidup dan etos kerja: selalu memberi yang terbaik bagi Tuhan. Kolose 3:23-24 "Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Kamu tahu, bahwa dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah. Kristus adalah tuan dan kamu hamba-Nya."

Orang tua perlu menanamkan dan mengembangkan pada anak sebuah etos hidup dan etos kerja yang demikian: gigih, panjang menyerah, kreatif, bertanggung jawab, dan dapat dipercayai ini yang perlu diteguhkan orangtua dalam masa keemasan tumbuh kembang anak di usia 0-12 hingga usia 15 tahun.

Membentuk etos, misalnya, dalam mengerjakan tugas sekolah, beri kesempatan untuk anak mengerjakan sendiri. Puji dan hargai untuk tiap usaha baik dan tiap kreasinya. Murah hati untuk memberi apresiasi positif. Maka anak akan tumbuh menjadi pribadi yang memiliki rasa percaya diri yang sehat. Memandang diri positif dan dihargai sebagaimana Allah memandangnya berharga. Singkat kata, dengan orangtua menghayati perspektif kekekalan dan menanamkannya pada anak sejak dini maka akan tertanam 3 hal pada diri anak:

  1. Aku hidup untuk sebuah panggilan yang bernilai kekal (makna hidup)
  2. Aku hidup untuk memberi terbaik bagi Tuhan dalam segala sesuatu (etos hidup)
  3. Aku mampu mengerjakan bagianku bersama Tuhan (rasa percaya diri yang sehat)

Bagi yang mengerjakan panggilannya maka akan berlaku hukum pemeliharaan Allah sebagaimana dinyatakan Matius 6:33 "Carilah dahulu Kerajaan Allah dan Kebenaran-Nya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu".