Profil Pelaku Kekerasan Dalam Rumah Tangga 1

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T385A
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Tidak ada gading yang tak retak; tidak ada pernikahan yang tidak pernah mengalami masalah. Apapun masalah yang dihadapi, apabila ditambah dengan kekerasan, maka masalah itu berubah bukan saja menjadi lebih rumit tetapi juga lebih membahayakan. Itu sebabnya masalah ini penting untuk dibahas dan kali ini kita akan meneropongnya dari sisi si pelaku sendiri. Selain itu, kita akan belajar mengatasi masalah ini berdasarkan pengalaman hidup salah satu tokoh di Alkitab yang menyaksikan penindasan terhadap bangsanya sendiri, yaitu Musa.
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Tidak ada gading yang tak retak; tidak ada pernikahan yang tak pernah mengalami masalah. Di antara semua masalah mungkin yang terberat adalah kekerasan dalam rumah tangga. Apa pun masalah yang dihadapi, apabila ditambah dengan kekerasan, maka masalah itu berubah bukan saja menjadi lebih rumit tetapi juga lebih membahayakan. Sebagaimana kita ketahui, tidak jarang kekerasan dalam rumah tangga berakhir dengan pemenjaraan, dan dalam beberapa kasus, kematian. Itu sebabnya penting bagi kita untuk membahas masalah ini dan kali ini kita akan meneropongnya dari sisi si pelaku sendiri.

Hal pertama yang hendak kita lihat adalah latar belakang si pelaku. Kendati semua manusia—baik pria maupun wanita—mempunyai potensi untuk melakukan tindak kekerasan, namun ada beberapa latar belakang yang memperbesar kemungkinan tersebut.

  • DIBESARKAN DALAM KELUARGA YANG SARAT KEKERASAN.
    Bila kita sering mendengar dan menyaksikan kekerasan dalam keluarga, besar kemungkinan benih kekerasan sudah tertanam di dalam diri kita. Kemarahan yang kita saksikan di antara ayah dan ibu DAN kemarahan yang muncul sebagai respons terhadap ketegangan yang terjadi begitu seringnya, membuat kita menjadi seseorang yang mudah tersulut. Oleh karena jarak antara kemarahan yang kuat dan kekerasan fisik hanyalah sehelai benang, tidak heran hanya dalam hitungan menit kemarahan pun berkembang menjadi kekerasan.
  • BERTUMBUH DALAM LINGKUNGAN YANG KERAS.
    Yang dimaksud dengan lingkungan yang keras bukan saja lingkungan di mana sering terjadi tindak kekerasan tetapi juga lingkungan di mana kesulitan ekonomi merajalela sehingga orang harus bertahan hidup dengan cara yang keras. Salah satu kota di Amerika yang mempunyai angka pembunuhan tertinggi adalah Chicago. Yang menarik adalah hampir semua pembunuhan itu terjadi di sebelah Selatan kota itu. Hampir tidak ada pembunuhan yang terjadi di sebelah Utara kota itu. Fakta menunjukkan bahwa mayoritas penduduk yang tinggal di sebelah Selatan kota Chicago hidup dalam kemiskinan. Di dalam kondisi hidup yang berat, akhirnya belas kasihan dan sisi kemanusiaan lainnya hilang, tergantikan oleh kekerasan.
  • MENJADI KORBAN PELECEHAN ATAU KEKERASAN.
    Ternyata bukan saja korban kekerasan yang berpotensi melakukan tindak kekerasan, korban pelecehan lainnya seperti pencabulan dan penghinaan, juga berpotensi mengembangkan masalah yang serupa. Tampaknya pengalaman ditindas menanamkan benih marah dan keinginan untuk membalas sehingga kita menjadi mudah tersulut. Sudah tentu apabila kita sendiri adalah korban pemukulan di rumah, potensi untuk mengembangkan perilaku yang sama sangat besar.
  • MENJADI KORBAN KETIDAKADILAN.
    Bila kita adalah bagian dari sekelompok masyarakat yang tertindas, besar kemungkinan kita akan menyimpan kemarahan yang sewaktu-waktu meledak. Tidak bisa tidak, keinginan untuk membalas tertanam dan reaksi terhadap segala sesuatu yang dianggap sebagai ketidakadilan menjadi berlebihan. Itu sebabnya dalam pernikahan acap kali kemarahan menjadi masalah yang terus menerus muncul.
  • BERKEPRIBADIAN PSIKOPAT.
    Mungkin dari semua penyebab, inilah yang paling serius. Kepribadian psikopat mendapatkan kepuasannya dari tindakan penindasan dan penyiksaan. Ia selalu ingin menguasai orang dan berusaha membuat orang selalu tunduk dan bergantung kepadanya. Itu sebabnya sewaktu kita menolak atau berniat melepaskan diri darinya, ia marah dan akan menggunakan segala cara untuk menaklukkan kita. Akhirnya kemarahan dan kekerasan menjadi senjata ampuhnya untuk menguasai kita.

Petunjuk Firman Tuhan:
Salah satu tokoh di Alkitab yang memenuhi salah satu kriteria di atas ini adalah Musa. Walau ia sendiri tidak mengalami penindasan, ia harus menyaksikan penindasan yang dilakukan orang Mesir terhadap bangsanya, Israel. Dan, sudah tentu termasuk di antaranya kaum kerabat atau bahkan keluarganya sendiri. Tidak heran Musa bertumbuh besar dengan kemarahan.

Berkali-kali kemarahan muncul dan menjadi masalah dalam kehidupannya. Sungguhpun demikian, sebagaimana dapat kita lihat Musa dipakai Tuhan melakukan pekerjaan-Nya. Dan, perlahan tapi pasti hati yang lembut bertunas menjadi bagian terkuat dalam dirinya. Firman Tuhan berkata, "Adapun Musa ialah seorang yang sangat lembut hatinya, lebih dari setiap manusia yang di atas muka bumi." (Bilangan 12:3)

Kekerasan Hati dan Kekerasan Fisik

Selain dari kepribadian psikopat, sebenarnya hampir semua pelaku kekerasan bergumul dengan masalah kemarahan dan ingin merdeka dari ikatan yang merugikan, bukan saja orang lain tetapi juga dirinya sendiri. Masalahnya adalah mereka tidak bisa melepaskan diri dari lingkaran kemarahan dan kekerasan. Berdasarkan pengalaman hidup Musa, ada beberapa hal yang dapat kita petik untuk menjadi pelajaran bagaimana mengatasi masalah ini.
  • Sebagaimana telah kita ketahui, Musa dibesarkan dalam lingkungan yang sarat penindasan. Besar kemungkinan ia sendiri tidak mengalaminya sebab ia dibesarkan di dalam istana. Namun dapat dipastikan ia pernah menyaksikan kekerasan dan penindasan yang dilakukan orang Mesir terhadap bangsanya, Israel. Kemarahan Musa menjadi lebih tidak terkendali oleh karena posisinya sebagai cucu raja. Itu sebabnya tanpa ragu ia membunuh orang Mesir yang berkelahi dengan orang Israel.
  • Dari sini kita dapat memetik satu pelajaran: POSISI KUASA BERPOTENSI MENYUBURKAN KEMARAHAN DAN KEKERASAN. Tidak heran langkah pertama yang Tuhan ambil untuk menetralkan kemarahan Musa adalah mengasingkannya di gurun Midian. Di sana ia tidak memunyai kuasa apa pun; di sanalah Tuhan melucuti kemarahannya. Sedapatnya jangan mencari kuasa; sebaliknya, carilah pelayanan.
  • Oleh karena menguasai orang atau menundukkan orang berada di dalam satu paket yang sama dengan kemarahan, hindarilah godaan untuk menguasai orang. BIARKANLAH ORANG MENJADI DIRI APA ADANYA DAN JANGAN TERLALU MENGATUR-ATUR ORANG. Salah satu sumber kemarahan yang akhirnya menjerumuskan kita ke dalam perilaku kekerasan adalah tuntutan agar orang lain bersikap dan berbuat sesuai yang diharapkan.
  • Salah satu sumber kemarahan adalah KELETIHAN DAN RASA TANGGUNG JAWAB YANG BERLEBIHAN. Musa pernah marah kepada Tuhan karena merasa Tuhan membebankan Israel ke pundaknya. Ia lupa bahwa ia hanyalah hamba dan bahwa Tuhanlah yang memikul beban Israel. Itu sebabnya kita mesti mengatur jadwal kehidupan supaya ada keseimbangan antara beristirahat dan bekerja. Juga, janganlah memikul tanggung jawab yang berlebihan. Delegasikanlah dan percayakanlah tugas kepada orang lain.
  • Sebagaimana kita ketahui Tuhan melarang Musa untuk menginjakkan kakinya di Tanah Kanaan karena kesalahan yang diperbuatnya di Meriba: memukul batu yang melambangkan kehadiran Tuhan. Inilah perkataan Tuhan kepada Musa, "Karena kamu tidak percaya kepada-Ku dan tidak menghormati kekudusan-Ku di depan orang Israel, itulah sebabnya kamu tidak akan membawa jemaah ini masuk ke negeri yang akan Kuberikan kepada mereka." (Bilangan 20:12) Kemarahan Musa keluar dari kurangnya rasa hormat terhadap kekudusan Tuhan. Begitu pula dengan kita: Kemarahan acap kali keluar dari kurangnya rasa hormat kepada sesama. Jadi, jika kita memunyai masalah dengan kemarahan, kita mesti ingat bahwa ADA HAL YANG SAKRAL YANG TIDAK BOLEH DILANGGAR YAITU MEMUKUL PASANGAN.
  • Pada akhirnya tugas utama dalam mengatasi kemarahan bukanlah mengurangi kemarahan melainkan MENAMBAH KELEMBUTAN HATI. Masalah kemarahan adalah masalah kekerasan hati; itu sebabnya cara menghilangkannya adalah dengan menambahkan kelembutan hati. Dan, tidak ada cara yang lebih efektif melembutkan hati selain mengasihi orang. Jadi, mintalah kepada Tuhan untuk melembutkan hati kita dan menambahkan kasih pada diri kita. Singkat kata, masalah kekerasan fisik sebenarnya adalah masalah kekerasan hati.

Firman Tuhan mengingatkan, "Berbahagialah orang yang lemah lembut karena mereka akan memiliki bumi." (Matius 5:5) Orang yang pemarah dan pelaku kekerasan mempunyai dorongan kuat untuk menguasai orang dan lingkungan di sekitarnya. Singkat kata, ia berusaha memiliki bumi melalui kekerasan. Tuhan mengajarkan bahwa justru sewaktu kita lembut, kita akan memiliki bumi. Tuhan adalah pemilik bumi; Ia memutuskan kepada siapakah Ia menyerahkan bumi.