Pernikahan Memurnikan Kasih

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T475A
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Di dalam rencana Tuhan yang baik dan sempurna, Ia mendesain pernikahan sebagai ajang untuk memurnikan kasih. Walaupun kita mengawali pernikahan dengan kasih eros — kepuasan pribadi — pada akhirnya kita mesti menjalankan roda pernikahan dengan kasih agape — penerimaan penuh. Berikut akan dipaparkan proses bagaimanakah Tuhan memurnikan kasih lewat pernikahan.
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan
Tidak dapat disangkal, sedalam-dalamnya kasih kita kepada pasangan, pada mulanya kasih kita lebih banyak berkiblat kepada diri sendiri, ketimbang pasangan. Kita lebih memikirkan kepentingan dan kebutuhan diri sendiri dari pada kepentingan dan kebutuhan pasangan. Di dalam rencana Tuhan yang baik dan sempurna, Ia mendesain pernikahan sebagai ajang untuk memurnikan kasih. Walaupun kita mengawali pernikahan dengan kasih eros — kepuasan pribadi — pada akhirnya kita mesti menjalankan roda pernikahan dengan kasih agape — penerimaan penuh. Berikut akan dipaparkan proses bagaimanakah Tuhan memurnikan kasih lewat pernikahan.
  1. Tuhan memurnikah kasih dengan cara membukakan mata kita untuk melihat kekurangan dan kelemahan pasangan. Mungkin kita telah mengetahui kekurangan dan kelemahan pasangan sebelum menikah tetapi kita tidak akan tahu seberapa parahnya sampai kita menikah dengannya. Setelah pernikahan barulah kita dapat melihat secara jelas kelemahan dan kekurangan pasangan karena di dalam pernikahanlah kita dipaksa untuk mengalami dampak dari kelemahan dan kekurangan pasangan. Sebagai contoh, sebelum menikah kita tahu bahwa pasangan tidak mudah mengakui kesalahannya. Nah, setelah menikah barulah kita tahu seberapa parahnya masalah itu sewaktu kita konflik dengannya. Konflik demi konflik terjadi dan tidak pernah ada penyelesaian karena pasangan tidak bersedia melihat andilnya dalam permasalahan yang terjadi. Ia selalu mengembalikan bola ke lapangan kita, dengan kata lain, ia terus menyalahkan kita. Akhirnya kita merasa frustrasi sebab semua usaha yang kita upayakan menemui jalan buntu. Nah, tatkala kita melihat dan mengalami akibat dari kelemahan dan kekurangannya, tidak bisa tidak, kita terganggu. Kasih yang semula kuat sekarang luntur; kita mesti berhadapan dengan kelemahan dan kekurangannya secara nyata. Pada titik inilah kasih mengalami ujian. Bila kita gagal mengasihinya, maka kasih yang tersisa akhirnya menguap habis. Sebaliknya jika kita berhasil bertahan dan tetap mengasihinya, maka kasih akan mengalami pemurnian. Kita tahu kelemahan dan kekurangannya tetapi kita memilih untuk tetap mengasihinya.
  2. Tuhan memurnikan kasih dengan cara menyadarkan kita bahwa pasangan tidak selalu sanggup memenuhi pengharapan dan kebutuhan kita. Setelah masuk ke dalam pernikahan biasanya barulah kita sadar bahwa pasangan bukanlah sosok yang kita idamkan dan idealkan. Sebagai contoh, kita mendambakan sosok suami yang tenang supaya kita dapat bernaung di bawah ayomannya. Nah, pada awalnya kita melihat dia sebagai pria yang tenang dan kokoh. Setelah menikah barulah kita sadar bahwa di balik ketenangannya terdapat kecemasan yang tinggi. Bukannya kokoh dan mengayomi, ia malah sering panik dan bingung tatkala menghadapi masalah, sekecil apa pun. Tidak bisa tidak, jika kita memunyai pasangan yang tidak sesuai dengan pengharapan, kita akan kecewa. Itu berarti kebutuhan kita, tidak dapat dipenuhinya. Tadinya kita mengira ia akan dapat mengisi kebutuhan kita akan ketenteraman, ternyata itu tak dapat dilakukannya. Sekarang kitalah yang malah harus menenangkannya dan menolongnya menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya. Nah, pada saat seperti itulah kasih diuji dan dimurnikan. Jika kita terus memilih mengasihinya kendati ia tidak sesuai pengharapan, maka kasih akan mengalami pemurnian. Kita berhenti menuntut dan berusaha menerima kekosongan dan kekecewaan yang dialami.
  3. Tuhan memurnikah kasih dengan cara mengubah garis kehidupan kita setelah pernikahan. Pada umumnya kita masuk ke dalam pernikahan membawa impian akan apa yang ingin kita capai bersama. Mungkin kita ingin dapat menikmati keluarga yang sehat, baik jasmani maupun jiwani. Mungkin kita bercita-cita untuk dapat melayani Tuhan bersama setelah anak-anak mulai besar. Namun kenyataan tidak seperti apa yang diharapkan. Anak pertama mengalami gangguan fisik sehingga tidak bertumbuh kembang secara normal. Anak kedua mengalami gangguan mental sehingga tidak dapat mengikuti pelajaran sekolah. Pada akhirnya waktu tersita hanya untuk merawat kedua anak ini. Mungkin pada saat seperti itu kita bertanya-tanya, mengapakah kita mesti mengalami kemalangan-kemalangan ini. Mungkin kita mulai menengok ke pasangan dan memperhatikan latar belakang keluarganya. Mungkin pada akhirnya kita menemukan bahwa latar belakang keluarganyalah yang menyebabkan munculnya masalah pada anak kita sekarang. Pada saat itu mungkin kita akan mempersalahkan pasangan bahwa secara tidak langsung, ia bertanggungjawab atas perubahan garis kehidupan ini. Gara-gara dia, maka kita tidak bisa melakukan banyak hal dan harus diam di rumah merawat kedua anak dengan kebutuhan khusus. Pada saat seperti ini kasih mengalami ujian dan pemurnian. Kita diperhadapkan dengan dua pilihan: Menyalahkan pasangan atau mengasihi pasangan. Apabila kita terus menyalahkan pasangan, kasih akan pudar dan tergantikan dengan kepahitan. Sebaliknya, jika kita memilih mengasihi pasangan, kita akan lebih berbelas kasihan kepada anak-anak dan lebih berserah kepada penetapanTuhan. Pada akhirnya iman pun akan makin berakar meski kita kehilangan kesempatan menjadi seperti apa yang telah dicita-citakan. Pernikahan adalah alat di tangan Tuhan untuk memurnikan kasih. Dari kasih yang menuntut, menjadi kasih yang menerima. Dari kasih yang berpusat pada kepentingan diri, menjadi kasih yang berpusat pada kepentingan pasangan. Dan dari kasih yang bercita-cita, menjadi kasih yang berserah. Mungkin kita bertanya-tanya, bagaimana mungkin kita memiliki kasih semurni ini?
Ya, kita tidak dapat mungkin melakukannya, tetapi Tuhan dapat melakukannya. Firman Tuhan di Yesaya 26:12 mengingatkan, "Ya, Tuhan, Engkau akan menyediakan damai sejahtera bagi kami, sebab segala sesuatu yang kami kerjakan, Engkaulah yang melakukannya bagi kami." Kita hanya perlu datang kepada Tuhan dan mengakui keterbatasan kita—bahwa kita tidak sanggup mengasihi pasangan semurni itu. Biarkanlah Ia yang mengerjakannya bagi kita. Tuhan sanggup.