Kontak Setelah Konflik

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T159A
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 

Salah satu situasi yang tidak nyaman dalam keluarga adalah saat setelah konflik terjadi. Kita tidak tahu harus berbuat apa dan merasa risih berdekatan kembali dengan lawan konflik kita. Apa yang harus kita lakukan?

Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Salah satu situasi yang tidak nyaman dalam keluarga adalah saat setelah konflik terjadi. Kita tidak tahu harus berbuat apa dan merasa risih berdekatan kembali dengan lawan konflik kita.

Apa yang harus kita lakukan?

  1. Konflik merobek jalinan relasi. Sesungguhnya konflik tidak mendekatkan atau menambahkan kemesraan, sebagaimana diyakini oleh sebagian orang. Penyelesaian konflik atau perdamaianlah yang sebenarnya mengencangkan ikatan relasi. Jadi, setelah konflik, penting bagi kita untuk berdiam diri sejenak untuk membiarkan luka kering dan pendarahan berhenti.

  2. Berdiam diri setelah konflik juga diperlukan agar kita berkesempatan merenung atau mengkilas balik apa yang telah terjadi. Ada orang yang melewati konflik tanpa memperoleh tambahan pemahaman apa pun. Ia adalah orang yang tidak berhikmat, yang bisanya hanyalah berkelahi. Orang yang bijak akan mempelajari sesuatu dari konflik yang terjadi dan ini akan bermanfaat untuk mencegah timbulnya konflik selanjutnya.

  3. Kendati kita perlu berdiam diri, jangan berdiam diri terlalu lama. Jauh hari sebelumnya, sepakatilah batas waktu yang dibutuhkan untuk merenung atau mengeringkan luka. Berdiam diri berpotensi membuat pasangan merasa didiamkan dan ini dapat memicu konflik baru.

  4. Mulailah dengan menyapa atau mengatakan hal-hal yang ringan. Langsung membicarakan hal-hal yang berat dapat memunculkan kesan tidak peka dengan apa yang telah terjadi, seolah-olah apa yang baru terjadi tidaklah berarti banyak.

  5. Ada hal-hal yang perlu ditinjau kembali setelah konflik berlangsung namun adakalanya justru tindakan terbaik adalah tidak membicarakannya lagi. Kadang memaksakan diri untuk membicarakannya malah membangkitkan kemarahan yang belum sepenuhnya padam.

  6. Bila diperlukan dan memang waktunya tepat, kita bisa melihat kembali apa yang telah terjadi dan sampaikanlah permintaan atau harapan kita secara positif, bukan dengan nada menyerang.

  7. Permintaan maaf tidak harus diukur dengan perbuatan salah; kadang kita dapat meminta maaf karena nada suara yang terlalu keras atau karena kita tidak memberinya kesempatan untuk mengutarakan pendapatnya. Jadi, mulailah dengan meminta maaf; sekecil apa pun, permintaan maaf tetaplah berfaedah.

Firman Tuhan: "Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di surga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu." Matius 6:14-15