Hikmat Membagi Warisan

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T467B
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Tatkala muda, kita membagi kasih dengan anak; tatkala tua, kita membagi warisan dengan anak. Dalam membagi warisan, kita musti bersikap bijak. Apabila kita keliru membagi warisan, kita pun akan dituduh pilih kasih atau tidak adil. Itu sebab penting bagi kita untuk memperhatikan hal ini supaya setelah kita meninggalkan dunia, kita tidak meninggalkan masalah buat anak-anak kita. Berikut beberapa panduan agar kita bijak membagi warisan.
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan
Tatkala muda, kita membagi kasih dengan anak; tatkala tua, kita membagi warisan dengan anak. Dalam membagi warisan, kita mesti bersikap bijak. Apabila kita keliru membagi warisan, kita pun dituduh pilih kasih alias tidak adil. Itu sebab penting bagi kita untuk memperhatikan hal ini supaya setelah kita meninggalkan dunia, kita tidak meninggalkan masalah buat anak. Berikut akan diberikan beberapa panduan agar kita dapat bersikap bijak membagi warisan.
  1. Kita harus menyiapkan warisan sebelum kita pergi meninggalkan dunia ini. Kadang kita beranggapan, tidak perlu mengurus warisan sebab anak-anak pastilah akan dapat membagi dan mengurusnya sendiri. Kenyataannya adalah, begitu banyak masalah yang timbul gara-gara warisan. Pada akhirnya kita mesti menyadari bahwa sebaik-baiknya anak, ia tetap adalah manusia berdosa. Ia pun dapat jatuh ke dalam dosa keserakahan dan keegoisan. Itu sebab penting bagi kita untuk mengurus warisan sebelum kita meninggalkan dunia ini.
    Pembicaraan hal warisan mesti keluar dari inisiatif kita sendiri. Pada umumnya anak merasa tidak nyaman membicarakan hal warisan karena takut dituduh mengharapkan orangtua mati dengan segera. Ajaklah anak-anak berunding dan sampaikan kepada mereka bahwa kita berkeinginan untuk menyiapkan warisan demi kebaikan bersama. Setelah itu konsultasikan hal ini dengan pihak yang berkompeten untuk mengurusnya.
  2. Kita mesti bersikap jelas kepada anak bahwa hak untuk membagi warisan ada pada kita sebagai orang tua. Sebelum warisan diberikan kepada anak, anak tidak mempunyai hak kepemilikan atas harta orang tua. Ini penting untuk disadari oleh anak sebab ada anak yang beranggapan bahwa warisan akan diberikan kepadanya secara otomatis—seakan-akan warisan merupakan sebuah hak. Tidak! Warisan bukanlah hak anak; warisan adalah anugerah orang tua kepada anak. Sebab, pada kenyataannya kita bebas memberikan warisan kepada siapa pun. Terhadap anak yang ingin menguasai harta orang tua, kita harus bersikap tegas. Jangan biarkan ia beranggapan bahwa ia pasti mewarisi rumah atau harta orang tuanya. Jangan merasa bersalah dan merasa berkewajiban untuk menyerahkan warisan kepadanya. Kita mesti menyadari bahwa sama seperti kita, anak adalah insane berdosa. Sebagai manusia berdosa, kita dapat jatuh ke dalam dosa ketamakan dan keegoisanl. Jadi, sekali lagi saya tekankan, warisan adalah pemberian atau anugerah orang tua kepada anak, bukan hak anak.
  3. Kita harus jelas dengan kriteria pembagian warisan. Tidak ada keharusan kita membagi warisan secara sama rata. Kita bebas menentukan kepada siapa kita ingin menyerahkan apa. Terpenting adalah anak melihat bahwa kita memberikan warisan kepada mereka secara tulus dan ikhlas. Jangan sampai anak menilai bahwa kita memberi warisan kepada anak secara terpaksa. Salah satu kriteria yang dapat digunakan adalah KEBUTUHAN. Kita memberikan bagian yang lebih besar kepada anak yang memang lebih membutuhkan. Sudah tentu, kita perlu menjelaskan pertimbangan ini kepada anak yang lain supaya mereka mengerti alasan di belakang pemberian warisan ini. Berkaitan dengan kebutuhan, kita pun mesti bersikap bijak. Ada anak yang terus mempunyai kebutuhan karena ia tidak hidup secara benar. Alhasil ia selalu kekurangan uang. Dalam hal ini kita mesti mendengarkan masukan anak yang lain pula. Bila mereka tidak setuju dengan keputusan kita untuk memberi porsi warisan yang lebih besar, kita perlu mempertimbangkan ulang.
    Kriteria lain yang dapat kita gunakan dalam membagi warisan adalah KESANGGUPAN. Jangan sampai kita mewariskan sesuatu kepada anak, yang kita tahu ia tidak akan sanggup mengelolanya. Ada banyak contoh kesalahan orang tua dalam hal ini. Begitu anak mengambil alih usaha setelah orang tua meninggal, maka hancurlah usaha itu.Sebagai orang tua kita harus jeli dan terbuka melihat kesanggupan dan keterbatasan anak. Ada anak yang sanggup, ada anak yang tidak sanggup.
    Di sini kita dapat melihat hikmat Raja Daud. Ia tidak memilih Absalom untuk menggantikannya. Ia pun tidak memilih Adonia untuk mewariskan takhtanya, setelah kematian Absalom. Sebagaimana kita ketahui keduanya memperlihatkan watak yang tidak baik. Jika Daud mewariskan kerajaannya kepada mereka, hancurlah Israel. Sebaliknya, Daud mewariskan takhtanya kepada Solomo, yang jauh lebih muda dari pada Absalom dan Adonia. Kendati muda, Solomo memiliki hikmat dan takut akan Tuhan. Sebagaimana kita ketahui, di bawah Solomo, Israel menikmati masa kejayaannya. Itu sebab penting bagi kita untuk melihat kesanggupan dan keterbatasan masing-masing anak dalam membagi warisan.
  4. Terakhir, warisan paling bernilai yang dapat kita titipkan kepada anak dan cucu adalah kehidupan kita yang benar dan berhikmat.
    Kehidupan berhikmat berawal dari kehidupan yang dialasi takut akan Tuhan dan kehidupan benar berawal dari kehidupan yang memprioritaskan kehendak Tuhan di atas segalanya. Inilah warisan yang paling berharga yang dapat kita berikan kepada anak cucu kita.
    Firman Tuhan di Amsal 13:22 mengingatkan, "Orang baik meninggalkan warisan bagi anak cucunya, tetapi kekayaan orang berdosa disimpan bagi orang benar." Jika kita hidup tidak berkenan kepada Tuhan, apa pun itu yang kita hasilkan tidak akan kekal. BahkanTuhan akan memindahkan hasil itu dan memberikannya kepada orang yang benar. Sebaliknya, orang yang baik akan meninggalkan warisan yang kekal kepada anak cucunya. Jadi, janganlah mengejar harta sebanyak-banyaknya dengan tujuan untuk memberikan warisan sebesar-besarnya kepada anak. Sebaliknya, kejarlah hidup yang benar dan berkenan kepada Allah. Wariskanlah itu kepada anak dan cucu kita.