Dampak Kekudusan dalam Pernikahan

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T135B
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 

Seks adalah bagian kodrati dari kemanusiawian kita dan sebagaimana aspek lainnya, seks pun mencari pengekspresiannya. Masa berpacaran adalah masa yang rawan terhadap pengekspresian seksual, itu sebabnya melalui bagian ini kita diajak untuk lebih mencermati masalah ini.

Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan
"Dampak Kekudusan pada Pernikahan" oleh Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi

Pernikahan didirikan di atas tiga tonggak: percaya, respek, dan kasih. Ketiganya terpisah sekaligus terkait sehingga kehilangan salah satu di antaranya akan menimbulkan goncangan pada relasi. Kekudusan bertalian erat dengan percaya, respek, dan cinta. Kehilangan kekudusan pada masa pranikah akan berdampak pada pernikahan, sebaliknya kekudusan sebelum pernikahan akan memperkokoh kerangka pernikahan. Berikut akan dipaparkan hubungan di antara ketiga unsur ini.

Seks dan Cinta Kita tahu bahwa Tuhan melarang hubungan seksual di luar pernikahan (Keluaran 20:14). Alkitab memanggilnya, perzinahan. Namun kita pun tidak mudah untuk menguasai gejolak seksual, terutama pada masa berpacaran. Selain dari gejolak yang bersumber dari tubuh itu sendiri, sesungguhnya dorongan seksual berkaitan erat dengan cinta.

Cinta selalu mencari penyempurnaannya dalam keintiman dan kita tahu bahwa keintiman tertinggi adalah penyatuan. Seks adalah ekspresi cinta dan juga simbol penyatuan dua individu. Itu sebabnya dalam kondisi mencintai, kita akan menjumpai dorongan kuat untuk menyatu.

Sungguhpun demikian ada sesuatu yang terjadi tatkala seks dilakukan di luar nikah. Di dalam pernikahan dampak seks ialah menyatukan, tetapi di luar nikah dampak seks adalah menguasai. Di sini kita melihat adanya penyimpangan. Sekilas keduanya (menyatu dan menguasai) tampak sama namun pada hakikinya tidaklah demikian. Menyatu didasari atas cinta sedangkan menguasai didasari atas takut kehilangan. Takut kehilangan yang dibawa masuk ke dalam pernikahan akan berdampak negatif

Seks dan Percaya Saling percaya adalah tonggak pernikahan yang mutlak harus ada; tanpa percaya, tidak akan ada pernikahan sejati. Seks di dalam pernikahan seyogianya makin mengokohkan saling percaya sebab seks merupakan keterbukaan dan kerentanan pada puncaknya.

Satu hal yang menarik terjadi ketika seks dilakukan di luar nikah. Ternyata di luar nikah seks bukan memperkuat rasa percaya tetapi justru mengeroposkannya. Sewaktu sesuatu yang tidak seharusnya diberikan, diberikan kepada seseorang, dampaknya pada diri kita adalah kita kehilangan kepercayaan kepadanya. Seolah-olah dengan dia mengambil sesuatu yang tidak seharusnya diambil (meski dengan persetujuan kita), dia telah melakukan kesalahan dan mengkhianati kepercayaan kita kepadanya.

Sebaliknya bila kita dapat menjaga kekudusan pada masa berpacaran, maka rasa percaya akan menguat. Sesuatu yang tidak seharusnya diambil, tidak diambil; sebagai akibatnya rasa percaya kita pun makin bertumbuh.

Seks dan Respek Respek pada diri maupun pasangan cenderung menurun drastik setelah melakukan hubungan seks sebelum pernikahan. Kendati kita mungkin berpandangan bahwa seks adalah kontak fisik semata, pada kenyataannya tatkala seks dilakukan-apalagi dengan mudah-respek terhadap pasangan merosot. Pada akhirnya kita harus mengakui bahwa seks berkaitan erat dengan penghargaan diri.

Namun masalahnya lebih jauh dari itu. Bukan saja seks sebelum nikah mengerosi respek terhadap pasangan, seks sebelum nikah juga mengurangi respek terhadap diri sendiri. Sekonyong-konyong kita melihat diri kurang bernilai, bahkan murah. Reaksi ini, tidak bisa tidak, mempengaruhi relasi kita. Kesimpulan Tuhan melarang perzinahan untuk kebaikan kita. Ia menghendaki kita untuk saling mengasihi, percaya, dan menghormati satu sama lain. Inilah desain Tuhan untuk kita. Itu sebabnya Ia berfirman, "Kuduslah kamu sebab Aku, Tuhan Allahmu, kudus." (Imamat 19:2)