Bertumbuh Bersama I

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T334A
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Pertumbuhan bukan hanya merujuk kepada pertambahan ukuran dari kecil menjadi besar. Pertumbuhan juga mengacu kepada pergantian yang baru menggantikan yang lama. Pertumbuhan bukan saja merupakan pertanda adanya kehidupan; pertumbuhan juga merupakan pertanda adanya kesehatan. Relasi nikah pun seharusnya mengalami pertumbuhan di mana yang tadinya kecil menjadi besar dan di mana yang lama digantikan oleh yang baru. Berikut akan diuraikan hal-hal apa saja dalam pernikahan yang seyogianya mengalami pertumbuh
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Pertumbuhan bukan hanya merujuk kepada pertambahan ukuran dari kecil menjadi besar. Pertumbuhan juga mengacu kepada pergantian yang baru menggantikan yang lama. Pertumbuhan bukan saja merupakan pertanda adanya kehidupan; pertumbuhan juga merupakan pertanda adanya kesehatan.

Relasi nikah pun seharusnya mengalami pertumbuhan di mana yang tadinya kecil menjadi besar dan di mana yang lama digantikan oleh yang baru. Berikut akan diuraikan hal-hal apa saja dalam pernikahan yang seyogianya mengalami pertumbuhan.

·         Pengenalan, Pengertian, dan Penyesuaian.
Pernikahan bukan saja menyediakan wadah terciptanya pengenalan, pernikahan juga mengharuskan pasangan untuk saling menyesuaikan diri lewat pengenalan yang telah terjalin. Nah, agar terjadi penyesuaian, diperlukan pengertian. Dengan kata lain, dimulai dengan PENGENALAN, berlanjut dengan PENGERTIAN, dan berakhir dengan PENYESUAIAN. Pengenalan mesti bertumbuh agar tercipta pengertian dan pengertian mesti bertumbuh agar tercipta penyesuaian. Dan kita tahu, relasi harmonis mustahil tercipta tanpa adanya penyesuaian.

Banyak pasangan nikah yang tidak memberi cukup waktu untuk saling mengenal. Begitu masuk ke dalam pernikahan, mereka langsung "berlari" mengejar impian. Pulang malam, mereka jarang bercakap-cakap. Tubuh terlalu letih sehingga kebutuhan terbesar adalah beristirahat. Akhirnya pengenalan mereka pun mandek.

Masalahnya, begitu pengenalan berhenti berkembang, pengertian terhadap satu sama lain makin menipis pula. Problem makin sering muncul akibat kurangnya pengertian antara satu sama lain. Pada akhirnya konflik mulai berjamur karena kita tidak mengerti mengapa pasangan melakukan sesuatu atau melihat sesuatu lewat lensanya yang berbeda dari lensa kita.

Jika kita dapat menyelaraskan perbedaan, kita akan dapat membangun kedekatan tetapi apabila kita tidak dapat mendamaikan konflik, kita makin bertumbuh secara terpisah. Kita tidak terbiasa menyesuaikan diri dan kalaupun mau, kita tidak tahu bagaimana caranya.

Pada umumnya masalah mulai bermunculan ketika anak sudah tidak bersama kita lagi. Oleh karena anak sudah tiada, kita terpaksa berhadapan kembali dan harus melihat fakta bahwa sesungguhnya kita tidak tahu bagaimana hidup bersama. Tidak jarang, akhirnya kita memilih untuk menjalani hidup terpisah kendati masih hidup serumah. Itu sebabnya penting bagi kita untuk menumbuhkan pengenalan terhadap satu sama lain agar pengertian pun bertumbuh. Dan, tatkala pengertian bertumbuh, kita pun dapat menyesuaikan diri dengan lebih mudah.

·         Hikmat.
Banyak hal yang mesti dihadapi dalam hidup dan semua menuntut hikmat. Amsal 24:3-4 berkata, "Dengan hikmat rumah didirikan, dengan kepandaian itu ditegakkan, dan dengan pengertian kamar-kamar diisi dengan bermacam-macam harta benda yang berharga dan menarik." Bila kita tidak bertumbuh dalam hikmat, kita cenderung mengambil keputusan yang keliru dan merugikan keluarga. Mungkin bila hal ini terjadi sekali-sekali, pasangan dan anak akan dapat menoleransi. Namun bila hal ini kerap terulang, tidak bisa, relasi dengan pasangan dan anak niscaya terganggu. Besar kemungkinan mereka marah dan menyimpan kepahitan oleh karena kesalahan yang kita perbuat. Itu sebabnya kita harus bertumbuh dalam hikmat sebab tanpanya, pernikahan akan mengalami kerusakan. Ada banyak anak yang menyimpan kepahitan terhadap orang
tua akibat tindakan atau keputusan orang tua yang tidak berhikmat. Misal, ada anak yang menyimpan rasa marah karena sejak kecil dikirim ke sekolah berasrama. Memang secara intelektual si anak mengalami perkembangan, namun secara emosional, ia mengalami kepahitan. Atau, ada anak yang harus merasakan susahnya hidup akibat keputusan orang tua yang salah. Mungkin bisnis merugi berulang kali sehingga rumah terpaksa dijual. Atau, uang dipinjamkan tanpa jaminan, sehingga harus menanggung rugi.

Tindakan dan keputusan yang tidak berhikmat cenderung memengaruhi kehidupan semua anggota keluarga. Itu sebabnya kita mesti belajar berhikmat. Firman Tuhan mengajarkan bahwa hikmat didirikan di atas

  1. takut akan Tuhan dan
  2. kerendahan hati
untuk mendengarkan dan belajar dari orang lain dan pengalaman hidup. Bila kita tidak takut Tuhan, kita mudah tergelincir jatuh ke dalam dosa dan dosa pasti merugikan keluarga. Kita pun mesti rendah hati supaya cepat mengakui kekurangan dan belajar memerbaikinya. Tanpa takut akan Tuhan dan kerendahan hati, kita terus berkubang dalam kehidupan tanpa hikmat.

·         Kekudusan.
Ada kecenderungan setelah menikah untuk waktu yang lama, kita menjadi begitu terbiasa dengan pasangan sehingga kurang berhati-hati menjaga perilaku dan perkataan. Mungkin kita berubah menjadi lebih kasar atau bersikap lebih "seenaknya." Kita tetap harus menjaga kekudusan alias hidup benar. Jangan meremehkannya dan jangan menyia-nyiakannya. Selain dari itu, kita pun harus menjaga kekudusan hidup secara menyeluruh. Jangan bermain dengan dosa dan jangan lengah. Kekudusan adalah perisai pernikahan. Tanpa kekudusan, pernikahan tersungkur ke dalam dosa.

Kita tidak selalu setuju namun sewaktu kita melihat betapa kudusnya hidup pasangan, kita akan menghormatinya. Inilah dasar respek yang kokoh. Ketika kita melihat pasangan berdoa dengan sungguh-sungguh, kita pun akan makin respek kepadanya. Tatkala kita melihat pasangan bergelut dalam Firman, kita pun akan makin menghormatinya.

Hidup kudus adalah hidup yang

  1. mencari Allah dan
  2. menghalau dosa
. Makin serius kita mencari Allah dan makin besar usaha yang kita berikan untuk jauh dari dosa, makin kuduslah hidup. Dan, makin kudus hidup, makin kokoh pernikahan dan makin dilindungi kita dari segala pencobaan. Pernikahan tidak mungkin bertumbuh bila kita terus direpotkan dengan masalah pasangan yang hidup tidak kudus.

·         Kebaikan.
Pernikahan didirikan di atas kasih namun kasih harus diwujudkan dalam tindakan nyata yaitu dalam bentuk kebaikan. Makin banyak kebaikan, makin cepat pernikahan bertumbuh. Sebaliknya, makin jarang kebaikan dilakukan, makin besar jurang pemisah dan makin mengering relasi nikah.

Kita senang menerima bantuan dan sudah tentu berbahagia tatkala menjadi penerima kebaikan pasangan. Itu sebabnya kita harus sering-sering berbuat baik kepada dan untuk pasangan. Kita harus lebih cepat menggerakkan tangan menolong satu sama lain dan kita pun harus lebih murah hati. Murah hati diperlihatkan dari sikap yang tidak menghitung-hitung. Kita rela memberi walau tanpa imbalan. Sewaktu kebaikan menjadi sesuatu yang alamiah dan otomatis, pernikahan pasti bertumbuh pula.

·         Pengenalan akan Allah.
Hidup berasal dari Allah. Itu sebabnya kita hanya dapat memaknai hidup dari mata Allah sendiri. Pengenalan akan karakter Allah, cara Allah bekerja, dan rencana Allah atas manusia bukan saja memberi kita kejelasan akan makna hidup tetapi juga menempatkan kita pada jalur yang benar di dalam menjalani hidup. Jika kita berdua berjalan di jalur yang sama, kita pun akan makin disatukan dan dikuatkan dalam menjalani hidup ini. Sebaliknya, bila kita hidup di jalur berbeda dan memaknai hidup secara berlainan pula, kita makin terpaut jauh dan besar kemungkinan akan lebih sering bertabrakan dalam konflik. Pengenalan akan Allah yang mendalam dan tepat membuat kita teguh—tidak mudah terombang-ambingkan oleh situasi kehidupan. Alhasil kita pun menjadi lebih kuat. Dan, kita cenderung respek kepada orang yang kuat dalam menghadapi tekanan hidup. Itu sebabnya dengan berjalannya waktu kita pun mesti bertambah kuat menghadapi kekecewaan, kebingungan, dan kesusahan hidup. Relasi nikah sulit bertumbuh bila salah satu anggotanya terus bergantung pada yang satunya. Sebaliknya sewaktu pasangan melihat bahwa kita kokoh dalam pengenalan akan Allah dan kekuatan dari-Nya, ia pun terdorong untuk mengenal Allah lebih dalam lagi dan menimba kekuatan lewat penyerahan kepada Tuhan. Tatkala ini terjadi, pernikahan pun akan mengalami pertumbuhan. Sebaliknya bila kita tidak berminat memperdalam pengenalan akan Allah, kita tetap berada pada level kanak-kanak dan ini akan membuat pasangan letih hidup bersama kita.

·         Syukur.
Kita harus berupaya keras untuk tidak terjebak di dalam siklus mengeluh. Kita harus berusaha untuk hidup dalam sikap bersyukur yakni melihat dan menghargai pemberian Tuhan kepada kita. Relasi nikah sukar bertumbuh bila kita kerap mengeluh dan menyatakan tidak puas terhadap apa yang diterima. Pasangan pun cenderung menjauh bila kita sering menggerutu. Sebaliknya hati yang bersyukur menceriakan suasana dan memberi dorongan kepada pasangan untuk melanjutkan hidup dengan lebih riang dan ringan. Syukur bukanlah sebuah perasaan; syukur adalah sebuah sikap. Kita harus menentukan bagaimana kita akan melihat hidup. Kita dapat melihat hidup dari kacamata "kurang" atau "cukup." Bila kita terus menggunakan kacamata "kurang" maka semua akan menjadi kurang. Sebaliknya jika menggunakan kacamata "cukup" kita cepat bersyukur kepada kasih setia Tuhan.

Firman Tuhan:

"Kasih setia Tuhan dari selama-lamanya sampai selama-lamanya atas orang-orang yang takut akan Dia dan keadilan-Nya bagi anak cucu, bagi orang yang berpegang pada perjanjian-Nya dan yang ingat untuk melakukan titah-Nya." (Mazmur 103:17-18)