Apa adanya

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T346B
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Seringkali kalau kita berhadapan dengan seseorang atau sekelompok orang, kita berusaha untuk mencitrakan atau menampilkan hal-hal terbaik di dalam diri kita dan berusaha menutupi hal-hal yang kurang baik dalam diri kita supaya orang memandang kita orang yang baik dan saleh, tapi di hadapan Tuhan kita tidak bisa berpura-pura seperti itu. Demikian juga dengan dosa, kita harus mengakui dosa kita dan harus datang kepada Tuhan apa adanya. Sikap apa adanya ini bisa kita pelajari dari kehidupan Yunus.
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Tidak semua pertobatan menggembirakan hati. Kitab Yunus yang hanya berisikan empat pasal memuat kisah pelayanan yang menarik dari hamba Tuhan yang bernama Yunus. Bukannya bergembira melihat pertobatan orang Niniwe, Yunus malah merasa tidak senang. Kisah ini berawal ketika Tuhan memintanya untuk pergi ke Niniwe, ibukota negeri Asyur, untuk mengingatkan mereka agar bertobat. Yunus pergi, tetapi bukan ke Niniwe melainkan ke Tarsis.

Nah, dalam perjalanan laut ke Tarsis, kapalnya diamuk badai dan Yunus tahu bahwa itulah wujud kemarahan Tuhan atas ketidaktaatannya. Ia lalu meminta dibuang ke laut untuk menyelamatkan penumpang lain di kapal itu. Sebagaimana kita ketahui Tuhan mengirim seekor ikan yang besar untuk menelannya agar ia terlindung dari kematian di laut. Setelah tiga hari ikan memuntahkan Yunus ke darat. Kali ini sewaktu Tuhan kembali mengutusnya, Yunus taat dan pergi ke Niniwe.

Peringatan Tuhan diberitakan dan orang Niniwe bertobat. Hukuman Tuhan tidak dilaksanakan dan orang Niniwe menerima kasih karunia dan pengampunan Tuhan. Perubahan inilah yang menyesakkan hati Yunus. Ia tidak menerima keputusan Tuhan, namun Tuhan bersabar. Tuhan menumbuhkan sebatang pohon jarak untuk menaungi Yunus dan menghibur hatinya. Keesokan harinya Tuhan mengirim ulat untuk menggerek pohon jarak itu sehingga layu. Yusuf pun marah karena sekarang ia harus berada di bawah terik matahari. Nah, di dalam kemarahan ini terjadilah percakapan antara Tuhan dan Yunus.

Tuhan bertanya kepadanya, "Layakkah engkau marah karena pohon jarak itu?" Yusuf menjawab, "Selayaknyalah aku marah sampai mati." Lalu Tuhan pun berfirman kepadanya, "Engkau sayang kepada pohon jarak itu, yang untuknya sedikit pun engkau tidak berjerih payah dan yang tidak engkau tumbuhkan, yang tumbuh dalam satu malam dan binasa dalam satu malam pula. Bagaimana tidak Aku akan sayang kepada Niniwe, kota yang besar itu, yang berpenduduk lebih dari 120.000 orang, yang semuanya tak tahu membedakan tangan kanan dari tangan kiri, dengan ternaknya yang banyak?"

Tuhan berbelas kasihan kepada orang Ninewe tetapi Tuhan juga berbelas kasihan kepada Yunus, hamba-Nya yang kurang berbelas kasihan kepada orang Niniwe. Itu sebabnya Tuhan mengizinkan Yunus untuk meluapkan kemarahannya. Mari kita lihat sebenarnya apakah alasan yang membuat Yunus marah kepada Tuhan.

  • Pertama, Yunus marah karena Tuhan menyuruhnya pergi ke Niniwe. Bangsa Asyur adalah bangsa yang kejam dan kerap menjahati Israel. Itu sebabnya ia tidak bersedia pergi ke bangsa yang jahat itu. Saya kira kita dapat mengerti perasaan Yunus.
  • Kedua, Yunus marah karena Tuhan tetap menyuruhnya pergi ke Niniwe untuk kedua kali. Di dalam perut ikan Yunus bersyukur kepada Tuhan yang telah menyelamatkannya. Mungkin itu sebabnya ketika Tuhan menyuruhnya pergi untuk kedua kalinya, Yunus taat. Namun dari reaksi yang kemudian ditunjukkannya, jelas terlihat bahwa sesungguhnya ia pergi bukan karena ia mau melainkan karena terpaksa.
  • Ketiga, Yusuf marah karena harapannya tidak terkabul. Ia berharap agar orang Niniwe menolak peringatan Tuhan supaya hukuman langsung dijatuhkan atas mereka. Singkat kata tujuan Yunus datang bukan untuk melihat keselamatan, melainkan hukuman. Yusuf lupa bahwa ia sendiri baru saja menerima keselamatan Tuhan sebagai respons Tuhan atas ketidaktaatannya.

Jadi, dapat kita simpulkan bahwa pada dasarnya Yunus marah karena ia menganggap Tuhan tidak adil. Yunus menuntut keadilan Tuhan untuk menjatuhkan hukuman kepada orang Niniwe atas kejahatan mereka. Kadang kita pun marah kepada Tuhan karena buat kita, Tuhan tidak adil. Kita melihat orang lain yang hidupnya tidak setulus dan sebaik kita mendapatkan berkat demi berkat, kemudahan demi kemudahan. Sedangkan kita yang telah berusaha hidup tulus dan benar, terus mengalami hambatan.

Yunus tidak menyadari dan tidak mungkin dapat menyadari bahwa rencana Allah jauh lebih besar daripada rencananya. Sekitar 100 tahun kemudian Tuhan mengirimkan hamba-Nya yang lain, Nahum, untuk memberitakan peringatan Tuhan. Kali ini Niniwe tidak bertobat dan sebagai konsekuensinya, Negeri Asyur diserang dan ditaklukkan oleh Negeri Babel. Hukuman Tuhan jatuh atas Niniwe!

Tuhan panjang sabar dan senantiasa memberi kesempatan kepada kita untuk bertobat. Namun itu tidak berarti bahwa Tuhan buta keadilan. Ia akan menjatuhkan hukuman namun terlebih dahulu Ia akan mengaruniakan kesempatan. Tuhan mengerti bahwa kemarahan Yunus sesungguhnya merupakan cetusan rasa keadilannya yang terusik. Yunus—dan kita semua—dapat datang kepada Tuhan apa adanya. Ia mengerti isi hati kita.